BAB 4 ~ Kembali ke Tanah Air ~

Dr. Djamal duduk di atas bebatuan sungai yang mengalir air dingin dan bening. Kedua kakinya sengaja ditenggelamkan di air bening yang mengalir itu hingga rasa segar menjalar ke seluruh tubuhnya.

Dr. Djamal menatap foto seorang gadis yang sangat cantik. Mengusap foto gadis yang sedang tersenyum itu hingga beberapa kali. Lalu menghapus air matanya yang menitik di sudut matanya. Setiap tahun menyambangi tempat yang menjadi favoritnya dan juga putrinya.

"Air disini segar Daddy! Leana betah main di sini!" teriak Leana sambil melambaikan tangannya.

Dr. Djamal hanya mengangguk sambil tersenyum. Bayangan itu selalu segar dalam ingatannya. Keceriaan putrinya saat berenang dan bermain air itu selalu menjadi kenangan indah baginya.

Leana, gadis berzodiak Pisces itu adalah sosok yang ceria dan mudah bergaul, memiliki rasa empati yang tinggi hingga paling suka membantu orang-orang yang sedang dalam kesusahan.

Leana sangat suka bermain air, sesuai dengan lambang zodiaknya yaitu ikan. Gadis itu sangat suka berenang hingga di kediaman mewahnya, Dr. Djamal menyediakan kolam renang eksklusif dengan berbagai jenis. Demi kebahagiaan putrinya yang merasa damai ketika bermain air ataupun berenang.

Orang bilang anak gadis yang mirip dengan ayahnya memiliki keberuntungan. Tapi, kenapa ini terjadi padamu Nak. Sedari kecil telah kehilangan ibumu saat remaja pun harus menderita kanker. Maafkan Daddy Nak, Daddy tak kuasa melawan takdir, batin Djamal sambil memandang putrinya yang asyik berenang di kolam pribadi miliknya.

Meski telah tersedia kolam renang indah di rumahnya, kejenuhan tetap datang. Leana ingin berenang di kolam renang yang lain. Namun perasaannya yang cukup sensitif dan mudah tersinggung dengan perkataan orang lain membuatnya merasa sedih.

Karena Leana harus menjalani kemoterapi hingga membuat rambutnya rontok, menjadi perhatian bagi orang-orang yang melihatnya. Leana tak mau lagi ke tempat wisata-wisata air dan tak mau lagi berada di tengah-tengah keramaian.

Dr. Djamal, saat menjadi mahasiswa adalah anggota Mapala. Mantan mahasiswa pencinta alam itu akhirnya mengajak putrinya berpetualang ke lembah-lembah yang dialiri sungai-sungai. Hingga akhirnya mereka menemukan sebuah lembah dengan sungai yang mengalir bening.

Leana tak tahan ingin segera menceburkan diri ke dalam sungai bening yang teduh itu. Leana merasa damai serta diselimuti rasa bahagia. Setiap liburan Leana akan mengajak ayahnya ke lembah dengan sungai yang mengalir air bening itu.

"Sekarang waktunya pulang ya Nak," ucap Djamal sambil menatap foto anak gadisnya. 

Sejak putrinya meninggal, setiap tahun Dr. Djamal selalu memperingati hari kematian putrinya dengan datang ke sungai itu. Baru saja pemilik rumah sakit mewah itu menyimpan foto anak gadisnya, Dr. Djamal dikejutkan oleh suara benda jatuh ke sungai.

Laki-laki setengah baya itu menoleh ke arah tebing di hadapannya. Laki-laki itu langsung menghampiri dan terkejut saat melihat sesosok tubuh yang dikiranya mayat.

Dokter yang juga menjadi ketua yayasan kanker itu kaget saat melihat orang yang ditemukannya. Tubuh yang penuh luka dengan tangan yang patah, tak cukup membuatnya kaget. Dr. Djamal lebih kaget saat melihat wajahnya yang rusak parah dari pemilik tubuh itu.

Dr. Djamal memeriksa tanda-tanda kehidupan dari sosok tubuh yang ditemukannya itu ketika sosok penuh luka itu tiba-tiba terbatuk dan sadar.

"Papa …. Papa ….," ucap gadis itu lemah sambil berusaha menyentuh wajah Dr. Djamal.

"Ya ini Papa," ucap Djamal berusaha menjalin komunikasi dengan gadis yang misterius baginya itu.

"Tetaplah sadar, Papa akan membawamu ke rumah sakit," ucapnya dan segera menggendong Livia yang telah lemah ke pinggir sungai.

Dr. Djamal menghubungi rumah sakit dan Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan. Sementara itu Dr. Djamal berusaha terus mengajak Livia bicara.

"Siapa namamu Nak?" tanya Djamal.

"Ini … Livia … Papa," ucap Livia terbata-bata sambil menatap bayangan hitam yang menghadap ke arahnya.

"Baiklah Livia, kita tunggu bantuan datang ya. Jangan tidur, tetaplah sadar!" seru Djamal menguatkan hati gadis yang ditemukannya itu.

Livia merasa berbicara dengan Tn. Robert Chandra, meski yang terlihat hanyalah bayangan hitam di antara silaunya langit. Namun bagi Livia tubuh dan suara dokter itu serasa seperti ayahnya. Rasa rindu Livia terhadap ayahnya membuat gadis itu bertahan untuk tetap bicara meski terbata-bata.

Tak lama kemudian Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan datang. Tim yang dikenal dengan SAR atau Search And Rescue itu mencari, menolong, dan menyelamatkan Livia. Dr. Djamal langsung membawa Livia ke rumah sakit miliknya.

Sepanjang perjalanan Livia selalu memegang tangan Dr. Djamal membuat dokter itu merasa iba. Livia yang sepanjang penantian tim SAR bercerita tentang perlakuan ibu tiri dan kakak tirinya. Seolah-olah mengadu pada ayahnya. Membuat dokter itu bertekad ingin mengangkat Livia sebagai putri angkatnya.

Sementara itu di kediaman keluarga Chandra, Shanty telah merasa sebagian rencananya berhasil. Warga perumahan elit itu telah mengetahui tentang Livia yang tak ditemukan. Dan meyakinkan warga disitu bahwa putri tirinya itu telah bunuh diri dengan menampilkan bukti rasa penyesalan dan kesedihan Livia. Rasa putus asanya hingga tak sanggup hidup lagi yang tertuang dalam buku harian Livia.

"Tapi di mana dia melakukan bunuh diri? Kenapa tidak ditemukan mayatnya?" tanya seorang warga yang cukup berpandangan kritis.

"Karena itulah kami masih menunggu kabar dari kepolisian. Mudah-mudahan Livia hanya pergi menenangkan diri saja," ucap Shanty dengan wajah risau namun dalam hatinya menggerutu.

Kurang ajar, berani-beraninya dia menaruh curiga. Mana yang lain pada ikut mengangguk lagi, batin Shanty.

Namun Shanty seperti mendapat pertolongan untuk memuluskan rencana busuknya. Tak lama kemudian terdengar kabar kalau ditemukan sesosok mayat beberapa kilometer dari lokasi di dorongnya Livia. Shanty yakin kalau itu adalah mayat Livia.

"Mom, Mommy yakin itu mayat Livia?" tanya Monica sambil berbisik.

"Ya pastilah!" bisik Shanty yakin.

"Tapi jauh dari lokasi kita mendorong Livia" tanya Monica lagi.

"Mereka bilang ditemukan di sungai. Pasti mayat Livia hanyut terbawa arus sungai," jawab Shanty.

Monica mengangguk-angguk. Shanty segera mengklaim bahwa mayat yang sudah tak jelas bentuknya itu sebagai anak tirinya. Surat kematian pun diperolehnya. Penyelenggaraan jenazah dilaksanakan di rumah sakit hingga jenazah itu dibawa ke kediaman keluarga Chandra dalam keadaan telah berada di peti.

Shanty dan Monica menyambut para pelayat dengan raut wajah yang terlihat sangat sedih. Namun kesedihan yang sebenarnya terjadi dalam diri Radian. Laki-laki itu merasa menyesal hari itu tak bersikap baik pada Livia.

Andai aku tahu itu adalah hari terakhirmu, aku akan menerima suapan sandwich darimu. Andai aku tahu hari itu adalah hari terakhirmu, aku akan bersedia menemanimu makan sandwich bersama denganmu, andai aku tahu … andai aku tahu, jerit hati Radian.

Air mata laki-laki itu mengalir, Radian yang penyendiri memilih tak menyambut para pelayat. Laki-laki yang tampan itu hanya bersandar di sebuah pohon yang berada di taman belakang rumahnya. Pohon di mana Livia biasa menangis, belajar dan tertidur dibawah pohon itu. Pohon yang diberi nama Fluffy karena baginya pohon itu adalah jelmaan kucing kesayangannya yang telah mati.

Livia kecil yang selalu menangis setiap kali teringat kucing kesayangan yang telah mati membuat Mina --ibunya-- memutar otak. Meminta suaminya menanam sesuatu di atas kuburan kucing itu. Tn. Robert pun menyanggupi dan keesokan harinya kedua suami istri itu mengajak Livia ke taman belakang yang luas itu.

"Livia lihatlah! Sekarang Fluffy telah berubah menjadi sebatang pohon," ucap Robert.

"Benarkah Pa?" tanya Livia kecil kagum sambil memegangi pipinya dengan kedua tangannya.

"Kucing kesayangan yang telah mati akan berubah menjadi pohon. Pohon ini akan tumbuh besar sama seperti Livia. Pohon ini akan selalu menemani Livia hingga tumbuh dewasa. Livia bisa berteduh di bawah pohon ini. Jika sudah berbunga, pohon ini akan sangat cantik sama cantiknya seperti Livia dan Fluffy," jelas Mina.

Livia bahagia, gadis kecil itu langsung memeluk kedua orang tuanya. Tn. Robert memberi papan nama berukir Fluffy pada Livia.

"Untuk sementara kita cantelin dulu kalau sudah besar baru kita pasang di pohonnya. Bagaimana?" tanya Robert.

Livia mengangguk, segera mencantolkan rantai papan ukiran Fluffy di dahan pohon itu. Kini pohon itu telah tumbuh tinggi, pohon Tabebuya yang berasal dari negara Brasil itu ketika berbunga, bunganya sangat lebat dan terlihat seperti sakura. Orang tua Livia memilih warna merah muda lembut sesuai dengan warna kesukaan Livia.

Radian mengusap papan nama yang terpasang di pohon itu seolah berpamitan. Laki-laki muda yang tampan itu memilih melanjutkan kuliahnya di luar negeri.

Kakak pamit … Livia! batin Radian.

Lalu meninggalkan rumah megah keluarga Chandra itu untuk menimba ilmu di luar negeri.

Shanty Rahayu bebas menguasai kekayaan almarhum suaminya. Sejak menunjukkan surat kematian Livia yang mana adalah satu-satunya keturunan Tn. Robert Chandra yang menjadi pewaris tunggal atas seluruh harta kekayaan pengusaha itu.

Shanty menunjuk Direktur Operasional sebagai CEO sementara menggantikan Tn. Robert Chandra hingga putranya Radian menamatkan kuliahnya di luar negeri.

Sementara itu, Livia dijadikan putri angkat oleh Dr. Djamal dan dibawa ke luar negeri untuk dilakukan rekonstruksi wajah. Livia yang telah berubah menjadi cantik dengan wajah yang sangat mirip dengan wajah Leana, putri Dr. Djamal yang telah meninggal dunia. 

Menempuh pendidikan di luar negeri dan berhasil menjadi CEO di perusahaan yang didirikannya sendiri. Livia Chandra yang telah hidup sebagai putri angkat Dr. Djamal mengganti namanya menjadi Leana Djamal persis seperti putri kandung dokter itu. Hidup sebagai putri kandung Dr. Djamal dan disayangi seperti putri kandung dokter itu.

"Kamu akan kembali ke Indonesia?" tanya Djamal melalui sambungan langsung internasional.

"Ya Daddy, aku akan menjadikan kantor cabangku di Indonesia sebagai kantor pusat. Aku ingin berkumpul dan tinggal lagi bersama Daddy," jawab Leana sambil memandang panorama city lights melalui kaca besar penthouse miliknya.

Sebuah unit mewah yang berada di lantai teratas gedung apartemen dengan harga premium untuk satu unitnya. Menawarkann keindahan pemandangan dari lantai teratas gedung pencakar langit itu. Memiliki semua fasilitas di dalam satu unit hingga semua kegiatan bisa dilakukan dengan lebih privasi dan ekslusif karena menguasai satu lantai khusus untuk satu unit hunian

Memberikan sensasi kemewahan yang luar biasa dengan fasilitas yang menakjubkan dalam sebuah kenyamanan privasi. Namun dibalik semua yang dimilikinya, Leana merasa kesepian. Leana sangat bersyukur akan limpahan kasih sayang yang diperolehnya dari ayah angkatnya.

Namun dibalik itu ada kepedihan di hatinya, yaitu rasa sedih dan bertanya-tanya kenapa keluarganya sendiri begitu membencinya hingga tega membunuhnya.

"Baiklah sayang kalau begitu katakan saja pada Daddy kapan pesawatmu landing, Daddy akan siap sedia menjemputmu di bandara," ucap Djamal.

Leana tertawa, karena mengingat sesuatu.

"Tidak perlu Daddy, ada orang yang akan menjemputku," ucap Leana.

"Oh ya? Siapa itu?" tanya Djamal.

"AKU?" tanya Radian setengah berteriak pada Mikho, personal assistant-nya.

"Benar Tuan. Nona Leana tidak bersedia dijemput kecuali oleh Tn. Radian. Jika Tuan tidak menjemput Nona Leana di bandara maka kontrak kerjasama dua perusahaan ini akan dibatalkan," jelas Mikho, personal assistant Radian.

Radian menghempaskan punggungnya di kursi kebesarannya. Kursi untuk jabatan CEO pada PT Cahaya Chandra milik keluarganya.

Dan kini, CEO tampan itu harus berdiri berdesakan dengan para penunggu kedatangan internasional seperti keinginan rekan bisnisnya. Kertas karton berwarna putih yang bertuliskan nama Leana sama sekali tak pernah diangkat di atas kepalanya. Radian merasa gengsi untuk melakukan semua itu.

Sial! Aku ini CEO, enak saja dia memperlakukanku seperti ini. Awas saja kamu Leana! Seperti apa sih orangnya? Sombong sekali, lihat saja, aku akan balas perlakuanmu ini, batin Radian menggerutu.

Laki-laki itu kesal harus meninggalkan kantornya demi berdiri menunggu wanita yang sama sekali belum dikenalnya. Radian berdiri kacak pinggang dengan sebelah tangannya memegang karton putih bertuliskan nama Leana dan sebelah tangannya memijat pangkal hidungnya.

Sial …, sial …, siaal…! batin Radian masih menggerutu.

Hingga penumpang kedatangan internasional mulai berdatangan. Satu persatu dari mereka bertemu penjemputannya, sahabat, keluarga, saudara, kebanyakan dari mereka saling menyapa, bersalaman bahkan berpelukan dengan wajah yang ceria.

Radian menoleh pada wajah-wajah tak sabar namun ceria di sampingnya. Hanya wajah Radian yang terlihat kesal. Meski sebagian kecil dari para penunggu itu ada yang saling tak mengenal hingga terpaksa mengangkat karton bertuliskan nama, namun wajah mereka tak menunjukkan wajah kesal.

Leana menatap dari balik pintu kaca itu dan langsung tersenyum saat melihat laki-laki yang sangat dikenalnya itu.

Kak Radian, makin ganteng saja dia, tapi … kenapa wajahnya cemberut begitu? Batin Leana sambil membuka sedikit kaca mata hitamnya.

Gadis itu meneruskan langkahnya keluar melewati pintu kaca kedatangan internasional itu.

Sombong sekali, dia tidak mengangkat karton bertuliskan namaku. Justru diremuk begitu saja. Baiklah kita lihat siapa yang bisa bertahan, batin Leana sambil berdiri, dengan wajah yang menoleh kanan kiri, seolah-olah mencari penjemputnya.

Radian tak kunjung mengangkat kertas bertuliskan nama Leana.

Kalau perlu sampai besok pagi kita berdiri di sini, sebelum mengangkat kertas itu aku tidak akan peduli, batin Leana.

Leana bersikap tak acuh, namun kadang mata mereka bertemu. Beruntung Leana sembunyikan matanya di balik kacamata hitamnya. Karena jika tidak Radian akan tahu kalau matanya terbelalak dan jantungnya berdebar kencang.

Jangan-jangan dia orangnya, tapi kenapa tak bertanya padaku? Kalau kamu orangnya, lihat saja! Jangan harap aku akan menghampirimu. Kalau perlu sampai besok pagi kita berdiri di sini, batin Radian kesal.

Laki-laki itu menatap lurus ke arah Leana. Menatap gadis cantik itu dengan tatapan mata yang tajam. Debar jantung Leana semakin kencang namun gadis itu berusaha untuk terlihat tenang.

Angkat kertas itu, maka aku akan menghampirimu, batin Leana.

Radian menghembuskan napas berat. Perlahan akhirnya laki-laki itu melangkah mendekati wanita cantik yang berdiri lurus dihadapannya.

"Kamu yang bernama Leana Djamal."

"Ya."

"Kenapa tidak menghampiriku?" tanya Radian.

"Kenapa aku harus menghampirimu?" ucap Leana balik bertanya.

"Kamu pasti sudah tahu dari tadi kalau aku yang akan menjemputmu," 

Ya, batin Leana.

"Bagaimana aku bisa tahu?" tanya Leana membalas tatapan Radian.

Meski gadis itu harus mengangkat wajahnya demi menatap mata laki-laki bertubuh tinggi itu. Radian menelan ludah ditatap seperti itu.

"Kamu pasti sudah mengira kalau aku … orang yang akan menjemputmu," ucap Radian lagi.

"Aku tidak suka mengira-ngira, aku tidak melihatmu mengacungkan kertas bertulis namaku," jawab Leana lagi.

"Ini kertas bertuliskan namamu," ucap Radian sambil mengibaskan di samping pahanya.

"Aku tidak melihatnya."

"Ini … ini … ini!" ucap Radian dengan kesal.

Leana memalingkan wajahnya.

"Kalau begitu acungkan, sama seperti yang lain," ucapnya sampai menunjuk dengan meruncingkan mulutnya pada penunggu lain yang mengangkat kedua tangan sambil memegang kertas bertuliskan nama.

"Aku tidak mau!" jawab Radian ketus.

"Ya sudah," ucap Leana kembali memalingkan wajahnya.

Radian menghembuskannya nafas berat, Leana menahan tawanya. Akhirnya Radian mengangkat kertas bertuliskan nama itu di depan perutnya. Leana cuek. Laki-laki itu menaikan setinggi dadanya. Leana malah menatap kuku jarinya. Radian mengatupkan giginya menahan emosi. 

Kembali meninggikan kertas itu terus, terus, terus hingga di atas kepalanya. Leana tersenyum.

"Ayo." 

Radian meremuk kertas itu hingga membentuk bola dan ingin melemparnya ke arah gadis itu yang telah berjalan di depan dengan anggunnya.

Sabar, sabar, sudah sampai sejauh ini, aku sudah kalah satu kali. Pengorbananku tak boleh sia-sia, batin Radian.

Laki-laki itu akhirnya membuang bulatan kertas itu di tong sampah dan berlari kecil mengiringi langkah Leana.

"Sebelah sini," ucap Radian mengarahkan di mana mobilnya terparkir.

Radian membuka pintu mobilnya, Leana berdiri di seberangnya di bagian belakang.

"Kamu pikir, aku sopirmu?" tanya Radian dengan suara keras dan tatapan kesal.

Leana bergeser dua langkah ke sampingnya lalu kembali diam menatap Radian.

"Ya ampun," ungkap laki-laki itu sambil melangkah ke arah Leana dan membukakan pintu mobil untuknya.

Leana tersenyum dan masuk ke dalam mobil. Di dalam mobil gadis itu menyimpan kacamata hitamnya. Radian duduk di belakang kemudi.

"Aku ingin dipijat, antarkan aku ke klinik Spa dan Massage yang terbaik di kota ini!"

"Apa?" 

"Kamu tidak dengar?"

"Tentu saja aku dengar, aku hanya kaget, kenapa aku harus mengantarmu ke spa?" tanya Radian.

"Karena aku pegal, 22 jam perjalanan. Apa kamu tidak bisa membayangkan betapa lelahnya aku?" tanya Leana sambil menatap lurus ke depan.

"Ya, aku tahu tapi kenapa harus aku yang mengantarmu?" tanya Radian.

Leana menatap ke arah tangan Radian memegang kemudi.

"Karena kamu yang menyetir mobil ini," ucap Leana tenang.

Radian memejamkan matanya sambil mengusap wajahnya kasar. Leana tersenyum ke arah lain. Radian terpaksa menelpon personal assistant-nya untuk menanyakan klinik Spa dan Massage terbaik di kota itu dan mengantar Leana.

"Silahkan menunggu di sini ya," ucap Leana.

"Apa? Aku harus menunggu?"

"Ya! Selamat menunggu," ucap Leana sambil menampilkan senyum terbaiknya.

Radian terpaku, bukan hanya karena kecantikan Leana. Namun senyum dengan mata yang disipitkan itu mengingatkannya pada Livia.

...~  Bersambung  ~...

Terpopuler

Comments

simbok

simbok

kasian bgt Livia,,tp syukurlah bertemu dokter Jamal,,

2022-12-03

1

Niffi.ifie

Niffi.ifie

Ha Ha Ha 😂

2022-04-24

1

Niffi.ifie

Niffi.ifie

keberuntungan memihakmu, Shanty

2022-04-24

1

lihat semua
Episodes
1 BAB 1 ~ Takdir yang Berubah ~
2 BAB 2 ~ Cobaan Beruntun ~
3 BAB 3 ~ Hari Terakhir Livia ~
4 BAB 4 ~ Kembali ke Tanah Air ~
5 BAB 5 ~ Pedekate ~
6 BAB 6 ~ Jangan Abaikan Aku ~
7 BAB 7 ~ Melamar ~
8 BAB 8 ~ Memilih ~
9 BAB 9 ~ Bayaran ~
10 BAB 10 ~ Menginap ~
11 BAB 11 ~ Perjanjian ~
12 BAB 12 ~ FLUFFY ~
13 BAB 13 ~ Kabar Gembira ~
14 BAB 14 ~ Permintaan atau Ancaman ~
15 BAB 15 ~ Mendapatkan ~
16 BAB 16 ~ Musibah ~
17 BAB 17 ~ Curiga ~
18 BAB 18 ~ Asal Usul ~
19 BAB 19 ~ Menyelidiki ~
20 BAB 20 ~ Keputusan ~
21 BAB 21 ~ Pergi ~
22 BAB 22 ~ Kesempatan ~
23 BAB 23 ~ Tugas ~
24 BAB 24 ~ Merindukan ~
25 BAB 25 ~ Curhat ~
26 BAB 26 ~ Bahagia dan Sedih ~
27 BAB 27 ~ Kembali ~
28 BAB 28 ~ Bertemu ~
29 BAB 29 ~ Bimbang ~
30 BAB 30 ~ Janji ~
31 BAB 31 ~ Perintah ~
32 BAB 32 ~ Menemukan ~
33 BAB 33 ~ Menemui ~
34 BAB 34 ~ Pergilah ~
35 BAB 35 ~ Lagi-Lagi Masa Lalu ~
36 BAB 36 ~ Pasrah ~
37 BAB 37 ~ Kenangan Roti Isi ~
38 BAB 38 ~ Cinta Livia ~
39 BAB 39 ~ Kembali Menyatu ~
40 BAB 40 ~ Kembali Bersama ~
41 BAB 41 ~ Merelakan ~
42 BAB 42 ~ Berkunjung ~
43 BAB 43 ~ Mampir ~
44 BAB 44 ~ Pingsan ~
45 BAB 45 ~ Terungkap ~
46 BAB 46 ~ Menginginkan ~
47 BAB 47 ~ Tak Rela ~
48 BAB 48 ~ Bersama Lagi ~
49 BAB 49 ~ Bertemu di RS ~
50 BAB 50 ~ Curiga ~
51 BAB 51 ~ Hasil Kecurigaan ~
52 BAB 52 ~ Mendatangi ~
53 BAB 53 ~ Menolong ~
54 BAB 54 ~ Keputusan Kembali ~
55 BAB 55 ~ Kenyataan Menyakitkan ~
56 BAB 56 ~ Asal Usul Foto ~
57 BAB 57 ~ Resign ~
58 BAB 58 ~ Mempertahankan ~
59 BAB 59 ~ Tekad Baru ~
60 BAB 60 ~ Tetap Keluarga ~
61 BAB 61 ~ Cinta Itu Memaafkan ~
62 BAB 62 ~ Ujian Cinta ~
63 BAB 63 ~ Berhasil ~
64 BAB 64 ~ Pesta ~
65 BAB 65 ~ Menyesal ~
66 BAB 66 ~ Melakukan ~
67 BAB 67 ~ Kabar Sedih dan Bahagia ~
68 BAB 68 ~ Mengejutkan ~
69 BAB 69 ~ Hari H Radian dan Camelia ~
70 BAB 70 ~ Menikah dan Berpisah ~
71 BAB 71 ~ Maaf ~
72 BAB 72 ~ Bertemu ~
73 BAB 73 ~ Fakta ~
74 BAB 74 ~ Sadar ~
75 BAB 75 ~ Minta Maaf ~
76 BAB 76 ~ Kosong, Hampa dan Gelap ~
77 BAB 77 ~ Tersimpan ~
78 BAB 78 ~ Tetap Sayang ~
79 BAB 79 ~ Kembali ~
80 BAB 80 ~ Menyadari dan Membuktikan ~
81 BAB 81 ~ Sakit tapi Bahagia ~
82 BAB 82 ~ Pulih dan Pilih ~
83 BAB 83 ~ Pulih dan Kembali ~
84 BAB 84 ~ Malam Itu ~
85 BAB 85 ~ Terbongkar ~
86 BAB 86 ~ Seperti Dulu ~
87 BAB 87 ~ Merasa Iri ~
88 BAB 88 ~ Lepas dari Jerat ~
89 BAB 89 ~ Bertemu Lagi ~
90 BAB 90 ~ Mimpi atau Nyata ~
91 BAB 91 ~ Berganti ~
92 BAB 92 ~ Kejadian Masa Lalu ~
93 BAB 93 ~ Meraih Cinta Lama ~
94 BAB 94 ~ Ingin Lebih Baik ~
95 BAB 95 ~ Masih Mencintai ~
96 BAB 96 ~ Salah Paham ~
97 BAB 97 ~ Memaafkan ~
98 BAB 98 ~ Memaafkan dan Merelakan ~
99 BAB 99 ~ Telah Lahir ~
100 BAB 100 ~ Mengendalikan Hati ~
101 BAB 101 ~ Berjuang Demi Cinta ~
102 BAB 102 ~ Melamar ~
103 BAB 103 ~ Tamu Tak Terduga ~
104 BAB 104 ~ Tetap Di Sini ~
105 BAB 105 ~ Berkumpul Bersama ~
106 BAB 106 ~ Rahasia ~
107 BAB 107 ~ Keluarga Baru ~
108 BAB 108 ~ Kepergok ~
109 BAB 109 ~ Usul ~
110 BAB 110 ~ Tetap Setia ~
111 BAB 111 ~ Menetapkan ~
112 BAB 112 ~ Jangan Iri ~
113 BAB 113 ~ Menerima dan Khawatir ~
114 BAB 114 ~ Jangan Berharap ~
115 BAB 115 ~ Memilih yang Baik ~
116 BAB 116 ~ Yang Dikagumi ~
117 BAB117 ~ Kagum ~
118 BAB 118 ~ Dugaan ~
119 BAB 119 ~ Menjodohkan Rica dan Ricky ~
120 BAB 120 ~ Revano Sekolah ~
121 BAB 121 ~ Terpesona ~
122 BAB 122 ~ Berjumpa Lagi ~
123 BAB 123 ~ Curiga ~
124 BAB 124 ~ Beda Kasta ~
125 BAB 125 ~ Niat Tersembunyi ~
126 BAB 126 ~ Rasa Cemburu ~
127 BAB 127 ~ Tantangan ~
128 BAB 128 ~ Was-was ~
129 BAB 129 ~ Berubah ~
130 BAB 130 ~ Semua Menderita ~
131 BAB 131 ~ Merebut Revani ~
132 BAB 132 ~ Tak Menyesal ~
133 BAB 133 ~ Pulang ke Rumah ~
134 BAB 134 ~ Istirahat di Rumah ~
135 BAB 135 ~ Kisah Sebenarnya ~
136 BAB 136 ~ Telah Sadar ~
137 BAB 137 ~ Menuntut ~
138 BAB 138 ~ Membatalkan ~
139 BAB 139 ~ Menghapus Dendam ~
140 BAB 140 ~ Menjelang Pesta ~
141 BAB 141 ~ Insiden di Pesta ~
142 BAB 142 ~ Maaf dan Terima Kasih ~
143 BAB 143 ~ Takdir Bahagia ~
Episodes

Updated 143 Episodes

1
BAB 1 ~ Takdir yang Berubah ~
2
BAB 2 ~ Cobaan Beruntun ~
3
BAB 3 ~ Hari Terakhir Livia ~
4
BAB 4 ~ Kembali ke Tanah Air ~
5
BAB 5 ~ Pedekate ~
6
BAB 6 ~ Jangan Abaikan Aku ~
7
BAB 7 ~ Melamar ~
8
BAB 8 ~ Memilih ~
9
BAB 9 ~ Bayaran ~
10
BAB 10 ~ Menginap ~
11
BAB 11 ~ Perjanjian ~
12
BAB 12 ~ FLUFFY ~
13
BAB 13 ~ Kabar Gembira ~
14
BAB 14 ~ Permintaan atau Ancaman ~
15
BAB 15 ~ Mendapatkan ~
16
BAB 16 ~ Musibah ~
17
BAB 17 ~ Curiga ~
18
BAB 18 ~ Asal Usul ~
19
BAB 19 ~ Menyelidiki ~
20
BAB 20 ~ Keputusan ~
21
BAB 21 ~ Pergi ~
22
BAB 22 ~ Kesempatan ~
23
BAB 23 ~ Tugas ~
24
BAB 24 ~ Merindukan ~
25
BAB 25 ~ Curhat ~
26
BAB 26 ~ Bahagia dan Sedih ~
27
BAB 27 ~ Kembali ~
28
BAB 28 ~ Bertemu ~
29
BAB 29 ~ Bimbang ~
30
BAB 30 ~ Janji ~
31
BAB 31 ~ Perintah ~
32
BAB 32 ~ Menemukan ~
33
BAB 33 ~ Menemui ~
34
BAB 34 ~ Pergilah ~
35
BAB 35 ~ Lagi-Lagi Masa Lalu ~
36
BAB 36 ~ Pasrah ~
37
BAB 37 ~ Kenangan Roti Isi ~
38
BAB 38 ~ Cinta Livia ~
39
BAB 39 ~ Kembali Menyatu ~
40
BAB 40 ~ Kembali Bersama ~
41
BAB 41 ~ Merelakan ~
42
BAB 42 ~ Berkunjung ~
43
BAB 43 ~ Mampir ~
44
BAB 44 ~ Pingsan ~
45
BAB 45 ~ Terungkap ~
46
BAB 46 ~ Menginginkan ~
47
BAB 47 ~ Tak Rela ~
48
BAB 48 ~ Bersama Lagi ~
49
BAB 49 ~ Bertemu di RS ~
50
BAB 50 ~ Curiga ~
51
BAB 51 ~ Hasil Kecurigaan ~
52
BAB 52 ~ Mendatangi ~
53
BAB 53 ~ Menolong ~
54
BAB 54 ~ Keputusan Kembali ~
55
BAB 55 ~ Kenyataan Menyakitkan ~
56
BAB 56 ~ Asal Usul Foto ~
57
BAB 57 ~ Resign ~
58
BAB 58 ~ Mempertahankan ~
59
BAB 59 ~ Tekad Baru ~
60
BAB 60 ~ Tetap Keluarga ~
61
BAB 61 ~ Cinta Itu Memaafkan ~
62
BAB 62 ~ Ujian Cinta ~
63
BAB 63 ~ Berhasil ~
64
BAB 64 ~ Pesta ~
65
BAB 65 ~ Menyesal ~
66
BAB 66 ~ Melakukan ~
67
BAB 67 ~ Kabar Sedih dan Bahagia ~
68
BAB 68 ~ Mengejutkan ~
69
BAB 69 ~ Hari H Radian dan Camelia ~
70
BAB 70 ~ Menikah dan Berpisah ~
71
BAB 71 ~ Maaf ~
72
BAB 72 ~ Bertemu ~
73
BAB 73 ~ Fakta ~
74
BAB 74 ~ Sadar ~
75
BAB 75 ~ Minta Maaf ~
76
BAB 76 ~ Kosong, Hampa dan Gelap ~
77
BAB 77 ~ Tersimpan ~
78
BAB 78 ~ Tetap Sayang ~
79
BAB 79 ~ Kembali ~
80
BAB 80 ~ Menyadari dan Membuktikan ~
81
BAB 81 ~ Sakit tapi Bahagia ~
82
BAB 82 ~ Pulih dan Pilih ~
83
BAB 83 ~ Pulih dan Kembali ~
84
BAB 84 ~ Malam Itu ~
85
BAB 85 ~ Terbongkar ~
86
BAB 86 ~ Seperti Dulu ~
87
BAB 87 ~ Merasa Iri ~
88
BAB 88 ~ Lepas dari Jerat ~
89
BAB 89 ~ Bertemu Lagi ~
90
BAB 90 ~ Mimpi atau Nyata ~
91
BAB 91 ~ Berganti ~
92
BAB 92 ~ Kejadian Masa Lalu ~
93
BAB 93 ~ Meraih Cinta Lama ~
94
BAB 94 ~ Ingin Lebih Baik ~
95
BAB 95 ~ Masih Mencintai ~
96
BAB 96 ~ Salah Paham ~
97
BAB 97 ~ Memaafkan ~
98
BAB 98 ~ Memaafkan dan Merelakan ~
99
BAB 99 ~ Telah Lahir ~
100
BAB 100 ~ Mengendalikan Hati ~
101
BAB 101 ~ Berjuang Demi Cinta ~
102
BAB 102 ~ Melamar ~
103
BAB 103 ~ Tamu Tak Terduga ~
104
BAB 104 ~ Tetap Di Sini ~
105
BAB 105 ~ Berkumpul Bersama ~
106
BAB 106 ~ Rahasia ~
107
BAB 107 ~ Keluarga Baru ~
108
BAB 108 ~ Kepergok ~
109
BAB 109 ~ Usul ~
110
BAB 110 ~ Tetap Setia ~
111
BAB 111 ~ Menetapkan ~
112
BAB 112 ~ Jangan Iri ~
113
BAB 113 ~ Menerima dan Khawatir ~
114
BAB 114 ~ Jangan Berharap ~
115
BAB 115 ~ Memilih yang Baik ~
116
BAB 116 ~ Yang Dikagumi ~
117
BAB117 ~ Kagum ~
118
BAB 118 ~ Dugaan ~
119
BAB 119 ~ Menjodohkan Rica dan Ricky ~
120
BAB 120 ~ Revano Sekolah ~
121
BAB 121 ~ Terpesona ~
122
BAB 122 ~ Berjumpa Lagi ~
123
BAB 123 ~ Curiga ~
124
BAB 124 ~ Beda Kasta ~
125
BAB 125 ~ Niat Tersembunyi ~
126
BAB 126 ~ Rasa Cemburu ~
127
BAB 127 ~ Tantangan ~
128
BAB 128 ~ Was-was ~
129
BAB 129 ~ Berubah ~
130
BAB 130 ~ Semua Menderita ~
131
BAB 131 ~ Merebut Revani ~
132
BAB 132 ~ Tak Menyesal ~
133
BAB 133 ~ Pulang ke Rumah ~
134
BAB 134 ~ Istirahat di Rumah ~
135
BAB 135 ~ Kisah Sebenarnya ~
136
BAB 136 ~ Telah Sadar ~
137
BAB 137 ~ Menuntut ~
138
BAB 138 ~ Membatalkan ~
139
BAB 139 ~ Menghapus Dendam ~
140
BAB 140 ~ Menjelang Pesta ~
141
BAB 141 ~ Insiden di Pesta ~
142
BAB 142 ~ Maaf dan Terima Kasih ~
143
BAB 143 ~ Takdir Bahagia ~

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!