Shanty menatap para model yang berlenggang-lenggok memperagakan perhiasan yang hanya diproduksi dengan jumlah terbatas itu. Matanya hingga menyipit memperhatikan setiap detail barang-barang berkilau itu. Sebuah Club yang hanya beranggotakan wanita-wanita kelas atas yang merupakan istri-istri atau pasangan dari pria sekelas top level management perusahaan-perusahaan besar di tanah air.
Setelah menikahi Tn. Robert Chandra, Shanty Rahayu tak lagi mengenal kata-kata sederhana. Segalanya harus serba mewah dari gaun, tas, sepatu hingga perhiasan. Puluhan juta adalah harga terendah untuk semua itu. Meski dipandang sebagai orang kaya baru, Shanty tak peduli. Dengan keberaniannya membeli barang-barang yang sedang dipromosikan membuat perlahan-lahan Shanty diterima di Club yang khusus menampilkan acara-acara mode kelas atas itu.
"Tidak tertarik dengan itu Jeng Shanty?" tanya seorang wanita cantik yang duduk disampingnya.
"Itu bagus tapi aku yakin ini belum yang terbaik," jawab Shanty.
"Wah, harganya mencapai 5,5 M lho," lanjut wanita itu sambil menunjukkan katalog berisi daftar-daftar perhiasan yang sedang dipromosikan.
"Aku mau yang terakhir tampil, mereka pasti save the best for last,"
"Oh,"
Begitulah Shanty Rahayu, nyonya baru Tn Robert Chandra. Kehidupan yang glamor, barang mewah, shoping, arisan, rumpi, lingkungan yang terbatas dari golongan orang di kelas atas.
Kehidupan kaum perempuan yang hanya mengenakan pakaian yang serba bermerek dari butik ternama. Tidak hanya itu, untuk tampil di depan umum Shanty dan kaumnya harus memiliki tas bermerk keluaran rumah mode kelas dunia asal Prancis, Inggris atau Italia dengan harganya bisa mencapai ratusan juta rupiah.
Pulang dengan menenteng paper bag dengan logo sesuai dengan barang yang dibelinya. Shanty dari pagi hingga sore menyerahkan segala urusan rumah dan anak-anaknya pada Bi Iyah. Asisten rumah tangga yang setia pada keluarga Tn. Robert Chandra.
Shanty sedang asyik memandangi perhiasan termahal yang berhasil di belinya melalui cermin besar itu saat Monica dan Livia masuk ke kamarnya yang luas dan mewah.
"Mommy lihat Livia jahat, dia ingin merebut sepatu Monic," ucap Monica mengadu.
Shanty yang sedang asyik mencoba semua perhiasan barunya paling tidak suka diganggu. Menatap kedua anak yang memiliki besar tubuh yang hampir sama.
"Mommy bilang apa? Jangan ganggu Mommy!" bentak Shanty.
"Tapi Mommy, Livia mau ambil sepatu Monic," ucapnya dengan manja.
"Kenapa? Kenapa kamu ambil sepatu Monic?" tanya Shanty membentak hingga mengagetkan Livia.
"Itu bukan sepatu Kak Monica, itu sepatu Livia. Tadinya Papa pilih untuk Kak Monica tapi Kak Monica nggak mau. Kak Monica pilih model lain, jadi Papa pilih itu untuk Livia. Sekarang Kak Monica malah ingin sepatu Livia," tutur Livia.
"Ya sudah, kalau Kakakmu ingin yang itu, dikasih saja apa susahnya sih?" tanya Shanty masih melirik indahnya kalung di lehernya itu melalui pantulan cermin.
"Tapi Livia nggak suka sepatu pilihan Kak Monica," jawab Livia sambil menunduk.
"Kamu sudah terbiasa mendapatkan apa yang kamu inginkan dari Papamu. Sekarang apa salahnya kamu mengalah sama Kakakmu yang mendapat tak sebanyak kamu!" bentak Shanty.
"Tapi Livia nggak suka …"
"CUKUP! KAMU TERIMA SEPATU ITU ATAU AKU BUANG!" bentak Shanty.
Livia menunduk lalu mengambil sepatu sekolah milik Monica yang dilemparnya sebagai pengganti sepatu Livia yang direbutnya. Sebagai ayah yang adil Tn. Robert memperlakukan ketiga anak-anak itu secara adil. Saat Tn. Robert ingin membelikan sesuatu maka semua akan kebagian. Kali ini Tn. Robert mengajak ketiga anak-anaknya membeli sepatu.
"Sepatu ini cantik Monica, ini cocok untuk sepatu sekolah seorang anak gadis yang baik," ucap Robert sambil menyodorkan sampel sepatu.
"Nggak mau ah, terlalu sederhana!" ucapnya ketus.
"Kalau Livia, mau sepatu ini?" tanya Robert yang sepertinya menyukai model sepatu itu.
"Mau Pa," jawab Livia langsung.
Tn. Robert tersenyum, pengusaha tampan itu akhirnya membebaskan Monica dan Radian memilih sepatu mereka sendiri. Monica mencari sepatu yang disukainya dari sudut ke sudut. Sementara itu Tn. Robert, Livia dan Radian yang tak terlalu memilih hanya bisa menunggu saudari mereka memilih sepatu yang disukainya.
"Yang ini Pa," teriak Monica.
"Kamu yakin yang ini?" tanya Robert.
"Ya, yakin," jawab Monica, yang akhirnya berhasil mendapatkan sepatu yang diinginkannya.
Akhirnya ketiga anaknya mendapatkan sepatu sesuai dengan keinginan mereka masing-masing. Awalnya Monica begitu bangga dengan sepatu pilihannya. Semua teman-teman kelompoknya mengagumi sepatu sekolah yang terlihat mewah itu.
Monica bahkan sering mengejek sepatu pilihan Livia. Namun Livia tak acuh dengan ejekan Kakaknya yang juga menjadi Kakak kelasnya di sekolah itu. Karena mereka bersekolah di SMP yang sama, Livia di kelas 7 dan Monica di kelas 9.
Seperti apa pun ledekan kakaknya Livia tak peduli, hingga saat gadis remaja itu harus melepas sepatunya untuk pelajaran olahraga yang menggunakan matras. Livia tak menemukan sepatunya saat pelajaran itu selesai. Sementara di ujung sana Monica dan kelompoknya justru cekikikan melihat Livia yang kebingungan mencari.
"Sudah dibawa kucing karena bau ikan asin!" teriak seorang teman Monica.
Monica dan teman-temannya langsung tertawa terbahak-bahak. Livia hanya bisa menatap dengan tatapan menghiba. Livia sudah cukup letih dengan pelajaran olahraga hari ini dan sekarang justru harus mencari sepatunya ke mana-mana.
Livia hendak melangkah mendekati kelompok usil itu memohon untuk memberitahu di mana mereka menyembunyikan sepatunya.
"LIVIA! INI SEPATUMU!" terdengar suara dari belakang.
Livia menoleh, begitu juga dengan keempat gadis-gadis usil itu. Ezra, sang ketua OSIS ganteng yang menjadi idola sekolah itu datang dengan menenteng sepatu Livia. Laki-laki remaja itu memberi kode agar Livia duduk di bangku panjang itu. Livia bingung, laki-laki tampan itu akhirnya menarik tangan Livia dan mendorongnya pelan hingga gadis itu terduduk.
Ezra, berlutut dan memasangkan sepatu Livia. Keempat gadis itu terperangah menatap kejadian itu. Salah seorangnya bahkan memukul bahu temannya sendiri karena kesal.
"Sepatumu bagus," ucap Ezra.
Ucapan yang singkat namun membuat Monica uring-uringan. Gadis itu hingga memukul-mukul kipas di tangannya hingga hancur dan melemparkannya begitu saja. Monica keluar dari aula itu dengan hati kesal dan diikuti oleh ketiga teman-temannya. Di rumah, Monica langsung mengklaim kalau sepatu Livia adalah miliknya.
Dan Livia harus menerima semua keinginan orang-orang di rumah itu. Ditambah lagi ibunya yang tak begitu sayang lagi padanya. Livia selalu mengalah dalam segala hal, Livia disalahkan untuk segalanya dan Livia harus bersedia menerima hukumannya.
Perubahan terjadi sejak hari itu, Tn. Robert pulang lebih cepat dengan wajah yang kusut. Berharap disambut oleh istrinya yang cantik untuk menghiburnya. Namun, Shanty tak berada di rumah. Wanita itu tak akan kembali dengan barang belanjaannya sebelum hari menjelang malam.
Tn. Robert yang kaget melihat belanjaan Shanty memohon agar wanita itu lebih berhemat karena situasi perusahaannya yang terancam pailit.
"Perusahaanku tidak mampu lagi membayar hutang pada kreditur. Kreditur mengancam akan mengajukan permohonan pailit pada Pengadilan Niaga, jika perusahaanku tak membayarkan kewajiban saat jatuh tempo. Pengadilan Niaga akan menyatakan status pailit pada perusahaanku. Pengadilan akan memutuskan menjual seluruh aset perusahaan untuk membayar kewajiban perusahaan pada kreditur. Aku bisa kehilangan segala-galanya Shanty," ucap Robert sambil menjambak rambutnya sendiri.
"Lalu?" tanya Shanty dengan ringannya.
"Aku mohon mulai sekarang kamu jangan berfoya-foya …"
"BERFOYA-FOYA?" tanya Shanty dengan suara melengking.
Hingga membuat Tn. Robert kaget. Shanty membanting parfum mahal yang berada di atas meja rias itu lalu keluar dari walk in closet. Ruangan yang memajang gaun-gaun mewah dan aksesoris pendukung penampilan itu menjadi ruang favorit bagi Shanty.
Ruangan yang dibuat khusus untuk kegiatan merias diri dan menampung seluruh produk perawatan dan kecantikan Shanty. Ruangan indah yang dihiasi lampu chandelier dengan ornamen lampu kristal. Ditambah dengan closet island yang menempatkan sofa di tengah ruangan. Lengkap dengan segala macam produk perawatan dan kecantikan.
Tn. Robert duduk di sofa di tengah ruangan itu, laki-laki itu telah berkali-kali meminta istrinya untuk mulai berhemat sementara dia sendiri berusaha mencari pinjaman pada teman-teman sesama pengusaha. Namun di saat sulit tak ada satu pun yang mau menemuinya. Tn. Robert tiba-tiba dianggap sebagai seorang pengemis yang meminta-minta bantuan.
Laki-laki pasrah, seorang pun tak ada yang mendukungnya termasuk istrinya sendiri. Mereka justru sering cekcok karena Shanty sama sekali tak mau menurunkan sedikit saja hobby berfoya-foyanya.
Pandangan mata Tn. Robert mengitari sekeliling ruangan mewah itu. Laki-laki itu merasa semuanya akan segera direnggut darinya. Namun Tn. Robert tak ingin kehilangan keluarganya.
Untuk menghibur keluarganya dari berita buruk perusahaannya yang terancam pailit. Sang ayah mengajak keluarganya berlibur di Villa-nya di luar kota. Sejenak Tn. Robert melupakan kegalauan hatinya. Di Villa pinggir danau itu, Tn. Robert berhasil membawa keceriaan lagi dalam rumah tangganya.
Namun saat perjalanan Tn. Robert kembali teringat akan kondisi perusahaannya. Mencoba membujuk istrinya untuk menjual perhiasan-perhiasannya untuk membantu membayar hutang perusahaan. Shanty yang tak suka hobby dan barang-barangnya di usik. Mengamuk hingga kembali terjadi cekcok.
Tn. Robert tak konsentrasi dalam berkendara hingga akhirnya mengalami kecelakaan. Kenyataan pahit kembali harus dihadapinya. Kecelakaan itu mengakibatkan wajah Livia rusak dan terlihat menyeramkan.
"Kita harus melakukan rekonstruksi wajah pada Livia. Aku tidak ingin anak gadisku cacat selamanya," ucap Robert dengan wajah yang risau.
Namun Shanti Rahayu tak mengizinkan suaminya untuk melakukan rekonstruksi wajah terhadap Livia karena akan menelan biaya yang sangat besar sementara perusahaan mereka dalam keadaan sulit.
"Aku tak peduli, aku akan melakukan apa pun demi memulihkan wajah putriku. Kalau perlu aku jual rumah ini untuk biaya operasi Livia!" bentak Robert.
Shanty tak ingin itu terjadi, Shanty tak ingin kehilangan rumah yang menjadi kebanggaannya sebagai wanita kelas atas. Suara Shanty melunak, berusaha membujuk suaminya untuk tenang.
"Tak perlu menjual rumah sayang. Kita pasti akan lakukan operasi plastik pada Livia. Tapi tidak sekarang saat kondisi perusahaan sedang sulit. Aku janji aku akan menjual sebagian perhiasanku untuk membantu kita keluar dari ancaman pailit. Nanti jika kondisi perusahaan telah stabil kita bisa lakukan bedah rekonstruksi wajah Livia kalau perlu di luar negeri untuk mendapatkan hasil yang terbaik," bujuk Shanty dengan suara yang super lembut.
Tn. Robert terbujuk, terbayang perusahaannya yang bisa diselamatkan. Tn. Robert pun bertekad akan bekerja lebih keras demi mendapatkan kembali kejayaan perusahaan keluarganya itu. Tn. Robert tak ingin perusahaan turun temurun itu justru hancur di tangannya.
Tn. Robert memeluk putrinya dengan tangis yang tak bisa tertahankan. Teringat saat pertama kali dokter membuka kain kasa pembalut luka di wajahnya. Livia menjerit tak sanggup melihat wajahnya sendiri.
"Papa, kenapa wajah Livia seperti ini, Papa! Livia nggak mau seperti ini. Livia nggak mau Pa," jerit Livia pilu.
Dan sekarang Tn. Robert justru memutuskan untuk menunda rekonstruksi wajah Livia.
"Maafkan Papa Nak. Papa janji akan menyembuhkan luka di wajah Livia. Tapi Papa mohon kesabaranmu ya Nak. Kondisi perusahaan Papa sedang sulit, Papa tidak memiliki biaya untuk pengobatanmu. Nanti Mommy akan membantu menyelesaikan masalah perusahaan Papa. Begitu keadaannya membaik Papa janji kita ke luar negeri untuk melakukan bedah plastik. Livia sabar ya Nak, maafkan Papa, maafkan Papa," ucap Robert menangis.
Livia tak tega mendesak orang yang paling disayanginya itu. Tn. Robert telah begitu letih menjalani cobaan demi cobaan yang menghampirinya. Laki-laki empat puluhan tahun itu bahkan terduduk di lantai. Memohon maaf dan pengertian dari putrinya.
Livia mengetahui situasi perusahaan ayahnya sedang goncang. Sangat mengerti dan juga merasa sangat kasihan pada ayahnya. Namun, Livia sendiri tak bisa berbuat apa-apa hanya bisa pasrah tak menuntut ayahnya.
"Papa jangan khawatir, Livia mengerti Pa. Livia akan sabar dan berdoa semoga keadaan perusahaan Papa kembali membaik," ucap Livia yang ikut duduk di lantai mengikuti ayahnya yang terduduk.
Mereka saling berpelukan dan menangis bersama. Livia merasa cuma ayahnya yang bersedih dengan kondisi wajahnya saat ini dan itu membuat Livia tak ingin menambah kesedihan ayahnya.
Livia terpaksa menjalani hidup dengan wajahnya yang telah rusak. Wajah gadis itu berubah 180° dari gadis yang cantik menjadi gadis buruk rupa. Di sekolah Livia terpaksa menggunakan masker untuk menutupi wajahnya yang telah cacat.
Kecelakaan tunggal itu membuat mobil Tn. Robert terguling dan jatuh di jurang yang cukup dalam. Nasib buruk tak dapat ditolak, jendela kaca di samping Livia pecah dan menghantam wajah Livia. Meski telah mencoba menjelaskan kecelakaan yang telah menimpanya, hanya beberapa dari teman-teman Livia yang bisa bersikap wajar, selebihnya mereka memilih untuk menghindar.
"Gue nggak kuat lihat wajahnya, dalam sedetik gue lupa wajahnya yang dulu saking menyeramkannya," ucap seorang teman kelas Livia.
Gadis-gadis itu tak bicara dengannya tapi Livia sayup-sayup mendengar orang-orang membicarakannya.
"Loe sih pake lihat wajahnya segala, udah bagus di tutupi masker loe malah pengen lihat," ucap yang lain.
"Abisnya gue penasaran, separah apa lukanya. Tapi hiii, kalau lagi makan pasti napsu makan gue langsung hilang," ucap yang lain lagi.
Livia hanya bisa tertunduk mendengar obrolan teman-teman sekelasnya. Livia tak berani lagi keluar kelas, apalagi bertemu dengan Ketua OSIS tampan yang menurut gosipnya sedang berusaha mendekatinya. Namun Livia juga tak sanggup mendengar obrolan teman-teman kelasnya. Gadis itu akhirnya memilih menyendiri di samping gedung sekolah. Di sana Livia bisa melepas masker untuk menghirup udara dengan lebih bebas.
"Di sini rupanya. Ini aku bawa roti untukmu," ucap Ezra.
Livia buru-buru meraih maskernya, namun tangan Ezra menghalangi gadis itu mengenakan maskernya.
"Gimana caranya makan jika pakai masker?" tanya Ezra sambil tersenyum.
Livia akhirnya memalingkan wajahnya karena maskernya yang telah direbut Ezra. Pemuda itu justru menarik dagu Livia mengarah padanya.
Wajahnya sudah tak jelas, karena terlalu banyak luka yang dalam hingga kulit wajahnya seperti ditarik tak beraturan. Sudut bibirnya bahkan tak bisa terkatup lagi, batin Ezra.
Livia ingin memalingkan wajahnya namun cengkeraman tangan Ezra di dagunya sangat kencang hingga gadis itu seperti memampangkan wajahnya. Air mata Livia mengalir perlahan, menangisi Ezra yang masih menatap wajahnya. Livia merasa laki-laki itu juga akan jijik dan akan menghindar seperti teman-teman yang lainnya.
Melihat air mata yang mengalir di pipi Livia, Ezra meraih tengkuk Livia dan membenamkan wajah gadis itu di dadanya. Livia menangis sejadi-jadinya. Apa yang dilakukan Ezra justru membangkitkan kemarahan Monica. Melihat laki-laki yang telah menguasai hatinya itu masih mau mendekati Livia.
Tanpa mereka ketahui Monica menemui orang tua Ezra dan menceritakan kedekatan Ezra dan Livia. Orang tua Ezra kaget saat melihat foto Livia yang diperlihatkan Monica. Gadis itu berharap orang tua Ezra akan melarangnya berhubungan dengan Livia.
Namun apa yang terjadi justru tak diharapkannya, Ezra justru dipindahkan ke sekolah lain membuat Monica semakin kesal pada Livia. Dan gadis itu menjadi sasaran kemarahan Monica. Gadis itu mengambil buku cetak yang sedang dibaca Livia dan memukulkannya ke kepala dan tubuh gadis itu.
"Dasar tak tahu diri, lihat akibat perbuatanmu, gara-gara kamu dia dipindahkan ke sekolah lain," ucap Monica masih terus memukulkan buku itu ke tubuh Livia.
Kemarahan Monica tak hanya itu, dia sama sekali tak sempat mengetahui nomor ponsel Ezra yang bisa dihubungi. Orang tua Ezra pun tak bersedia memberitahunya. Yang gadis itu tahu Ezra dipindahkan ke luar negeri.
Livia menangis dan menjerit menerima pukulan yang bertubi-tubi diarahkan ke tubuhnya. Tiba-tiba Radian datang dan mendorong tubuh Monica hingga jatuh ke samping. Monica terkejut begitu juga dengan Livia.
"Sekali lagi aku dengar ribut-ribut, aku jahit mulutmu," bentak Radian pada Monica.
Laki-laki itu kesal karena mulut Monica yang terus memaki. Kamar Radian yang bersebelahan dengan kamar Livia membuat Radian mendengar apa pun yang terjadi di sebelah kamarnya. Makian dan bunyi barang-barang yang berjatuhan membuat laki-laki yang suka keheningan itu merasa terusik.
Monica pergi dengan menghentakkan kaki, baru kali ini kakak laki-lakinya itu membentaknya. Meninggalkan Livia yang membereskan kamarnya sambil sebentar-sebentar menghapus air matanya. Sesekali gadis itu menoleh keluar kamar, berterima kasih dalam hati pada kakak laki-lakinya yang telah menghentikan perbuatan Monica.
Penderitaan Livia tak sampai disitu, kondisi perusahaan ayahnya tak kunjung membaik. Shanty tak mau lagi mengorbankan perhiasannya dan Tn. Robert tak bisa memaksanya lagi. Tn. Robert tak mampu lagi membayar gaji karyawan perusahaan hingga terjadi kerusuhan pada aksi demo pekerja, Tn. Robert Chandra terbunuh.
Livia menjerit histeris saat mendengar ayahnya tewas karena jatuh dari lantai tiga karena terdorong karyawan demo yang merangsek masuk. Shanty tentu saja panik mengingat perusahaan yang benar-benar terancam pailit dan hutang gaji karyawan yang harus dibayarkan.
Di tengah kebingungannya, pengacara Tn. Robert datang dan menceritakan asuransi jiwa dengan premi tertinggi milik Tn. Robert. Mendengar itu Shanty langsung mengurus klaim asuransi berjumlah sangat besar itu dan perusahaan pun dapat diselamatkan.
"Terima kasih Tuan Rizaldi, tanpa klaim asuransi itu, kami benar-benar akan menjadi gembel," ucap Shanty lega.
"Selain itu, saya juga akan membacakan surat wasiat Tn. Robert tentang semua harta warisan yang ditinggalkan beliau," ucap Tn. Rizaldi.
Shanty beserta seluruh anak-anak mendengar Tn. Rizaldi membacakan surat wasiat Tn. Robert. Namun Shanty Rahayu terkejut luar biasa saat mendapati suaminya menyerahkan seluruh warisan atas nama Livia Chandra, putrinya kandungannya, saat gadis remaja itu beranjak dewasa kelak.
...~ Bersambung ~...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 143 Episodes
Comments
Kymilla Cania Juita
Semangat
2022-03-31
0
Miss GH
pyas banget bacanya.
2022-03-16
1
Reni giany
santi baim karna mau harta papanya livia doang,,
2022-03-10
1