Unconditional Love

Unconditional Love

Rintihan Terlepas

Bandung, 2010

"Kamu tahu, Nak? Ibu dan Ayah, kami berdua sungguh-sungguh berupaya membahagiakanmu, meski kami menyadari jika tidak sedikit kekurangan dari kami yang mungkin mengecewakanmu, tetapi itu bukan berarti kami tidak seutuhnya menyayangimu."

Meluaskan diri, bertumbuh, dan bersemi menjadi seorang remaja di tengah kesederhanaan, bukanlah semata-mata menjadi suatu kesialan bagi siapa pun yang menempati posisi takdir tersebut dengan kebesaran hatinya. Setiap orang memiliki pelabuhan sendiri dalam mengartikan kesederhanaan, memiliki pelukisan sendiri pada alur kehidupannya, dan memiliki suka duka sendiri yang membubuhkan kesan pada kisah terindah mereka. Hal yang serupa pun dimiliki oleh Nadira, yang sepanjang hidupnya bahkan tak pernah sempat untuk mengecam garis takdirnya. Bukan karena dia tak pernah susah, bukan karena dia tak pernah mengemban nestapa, melainkan karena kearifan batinnya, dan karena kerelaannya menjalankan ketetapan Tuhannya.

"Lama sekali Ibu ingin sampaikan ini kepadamu bahwa memang kesalahan kami menghadirkan seorang putri di tengah kesulitan yang masih kami alami." Yuliana terdiam sejenak. Selayang pandang tatapannya tertuju kepada gadis belia di sisinya, Nadira, putri kandung semata wayangnya. "Ibu ingin kamu yang mengubah keadaan, meski tak selayaknya Ibu meminta ini kepadamu. Namun, tolong cukupkan semua keterbatasan ini berhenti pada orang tuamu saja. Setelahnya, jadilah seseorang yang lebih berdaya, yang lebih mampu menggapai banyak kesempatan yang disediakan oleh semesta," imbuhnya.

Piring-piring kosong menyisakan remah-remah sisa makanan disapu bersih dengan spons berbusa. Nadira menghentikan gerak tangannya yang sedang mencuci piring, lalu beralih menatap ibunya yang telah mengambil alih sebagian pekerjaannya.

Sepasang netranya memanas dan dadanya seketika sesak bagai berupaya selaras. "Nadira diajarkan untuk mensyukuri banyak hal yang telah didapatkan, Bu. Nadira mengiakan kenyataan bahwa masih banyak hal yang perlu dimiliki dan digapai, tetapi untuk sekian waktu kehidupan yang Nadira jalani hingga detik ini, kenyataannya banyak sekali yang membuat Nadira perlu mengucapkan terima kasih."

Keduanya lantas disibukkan oleh perasaan yang kian terasa tak karuan hingga nyaris tak terkondisikan. Sepasang ibu dan putrinya kini tengah menyimpan air mata mereka dengan susah payah, dan bahkan bersedia melepaskan bulir itu kapan saja. Tanpa tanda-tanda akan adanya himpitan kasih sayang untuk menyudahi haru di pagi buta itu, Nadira dan Yuliana justru tampak memilih bergeming mengalih-alihkan pandangan tak tentu arah, mengamankan diri masing-masing dari hadirnya isak terburai yang niscaya sukar berkesudahan.

"Semua yang Ayah dan Ibu berikan kepada Nadira rasanya telah sangat lebih dari cukup. Adapun Nadira bercita-cita untuk mengusahakan masa depan yang lebih baik karena ini tujuannya adalah kalian." Nadira tak sanggup memandang wajah Yuliana pada saat-saat rawan hatinya. Ia meyakini jika hal itu terjadi maka kerongkongannya akan tercekat dan membelenggu kuasanya untuk berkata-kata. "Jangan menyalahkan apa pun, Ibu. Semua yang Nadira terima selama ini sangatlah bernilai dan berarti."

...----------------...

Seperti biasa, lorong yang dipenuhi langkah-langkah itu seakan menggemakan hiruk-pikuk, membiarkan suara bising bergulir bersama urusan yang tak pernah usai meski seiring waktu yang berlalu. Namun, hal itu sedikit pun tidak mengusik Nadira, yang tengah tenggelam dalam setiap lembar novel roman yang berada di tangannya. Setiap halaman yang tersibak pun tak pernah luput dari perhatian, membiarkan kata-kata itu menenangkan pandangannya. Gadis itu memilih bermanja bersama kisah fiksi yang diyakininya tidak akan nyata, ia memilih berbahagia bersama alur kisah rekaan yang mungkin berbanding terbalik dengan alur kehidupannya. Entah apa yang dicarinya, hingga ia terlena dan seketika kembali pada permukaan kesadaran saat salah satu dari kepang duanya ditarik paksa oleh seseorang.

"Apa yang kamu lakukan?" Nadira merintih, tubuhnya menegang saat kepangan rambutnya ditarik kuat oleh Kesya.

"Pagi, cantik," sapa Kesya, seperti biasa, saat melihat Nadira yang tenggelam dalam dunia novel romansa yang ada di tangannya. "Bagaimana kabarmu pagi ini?" tambahnya, sembari menguatkan tarikan atas kepangan rambut Nadira, sengaja mengganggu ketenangan gadis itu yang tengah terhanyut dalam cerita fiksinya.

"Lepaskan, Kesya!" pekik Nadira, tetapi hanya tawa bergema yang muncul dari mulut Kesya, Mora, dan Yustin, mengisi ruang dengan canda yang tak kunjung henti.

"Kami senang melihatmu menderita seperti ini," kata Mora, disertai anggukan persetujuan dari Kesya dan Yustin.

Kejadian itu bukan yang pertama kali. Nadira selalu menjadi sasaran empuk nafsu perundungan Kesya di sekolah. Sebagian siswa menganggapnya sekadar hiburan, tawa mereka mengalir tanpa beban, seolah melupakan arti kemanusiaan. Namun, ada pula yang merasa iba, terperangkap dalam diam, tak mampu berbuat apa-apa untuk membantu Nadira yang malang.

Rintihan Nadira terdengar bagai melodi di telinga Kesya, memicu hasratnya yang semakin membara, membuatnya kian puas melakukan segala kekerasan tanpa sedikit pun memikirkan dampak yang akan terlahir dari tindakannya. Sementara itu, di posisi Nadira, gadis itu terjebak dalam ketidakberdayaan, tak memiliki keberanian untuk melawan, hingga dirinya terus-menerus menjadi sasaran perlakuan buruk yang tak pernah diinginkannya.

"Lepaskan Nadira, Kesya!" pekik Farhan, suaranya membentang penuh kemarahan, tak mampu lagi menahan diri melihat Kesya terus-menerus menorehkan luka yang hanya akan semakin menyakiti Nadira.

Mata Nadira terasa panas, kabur oleh cairan bening yang semakin memenuhi pelupuk matanya, siap luruh dari balik kacamata tebalnya. Selalu berakhir seperti ini, tanpa perlawanan. Air mata, akhirnya, yang menjadi saksi bisu dari setiap penderitaan yang tak pernah bisa ia ungkapkan.

Dengan langkah cepat, Farhan mendekat, tak ragu menghampiri Kesya untuk menolong Nadira. Dalam hatinya, Farhan tahu, ia bukan pengecut hanya karena menahan lengan Kesya. Tujuannya sudah jelas—untuk melindungi Nadira, teman satu kelasnya yang kini terperangkap dalam penderitaan yang tak seharusnya gadis itu alami.

"Jangan ikut campur," ujar Kesya dingin, sembari berusaha melepaskan diri dari cekalan Farhan, menarik-narik lengannya dengan kasar.

"Apakah kamu tidak bisa hentikan kebiasaanmu yang seperti ini?" Farhan membalas, matanya tajam, tak berniat melepaskan cekalannya dalam waktu dekat.

"Apa urusannya denganmu, jika aku tetap memilih melakukan semua ini?" Kesya menatap iris mata Farhan dengan intens, seolah menantang.

"Ini semua salah, Kesya. Seharusnya kamu tahu itu," kata Farhan dengan nada tegas, matanya menatap tajam ke arah Kesya. "Apa yang kamu lakukan tidak hanya merugikan Nadira, tapi juga berdampak pada semua yang menyaksikan. Kamu tidak pernah tahu, dari sekian banyak yang melihat, mungkin ada yang akan meniru perbuatanmu." Farhan berhenti sejenak, menekankan setiap kata. "Kalau itu terjadi, bayangkan berapa banyak lagi yang akan bernasib seperti Nadira karena menjadi korban dari perbuatan bodoh orang-orang sejenismu. Dan jangan lupa, bukan hanya mereka yang melihat, tetapi imbasnya dapat merusak mental banyak orang, bahkan membentuk kepribadian mereka di masa depan."

"Terserah dengan apa yang kamu katakan!" jawab Kesya dengan nada acuh tak acuh, sambil menarik lengannya kembali begitu cekalan Farhan mulai mengendur.

Kesya mengajak Mora dan Yustin kembali ke kelas, sementara Nadira masih terdiam, air matanya terus mengalir membasahi pipinya. Farhan, yang sejak tadi memperhatikan, akhirnya mengeluarkan sapu tangannya dan memberikannya pada Nadira dengan lembut, berusaha memberi sedikit kenyamanan di saat itu.

"Nanti kotor," tolak Nadira, terlihat ragu dan sungkan.

"Kalau kamu berpikir begitu, maka tidak perlu kamu kembalikan. Gunakan saja, sapu tangan ini untukmu," jawab Farhan, senyum ringan terbit di wajahnya.

"Untukku?" tanya Nadira, salah satu alisnya terangkat, terkejut.

"Iya, untukmu, sebagai tanda persahabatan kita. Bagaimana?" tawar Farhan, matanya menatap dengan penuh pengertian.

"Bersahabat? Denganku? Apa itu tidak membuatmu malu?" Nadira bertanya dengan nada setengah tertawa, namun ada keraguan yang tersirat.

"Iya, denganmu, dan itu tidak membuatku malu sama sekali," jawab Farhan dengan keyakinan, menatap Nadira dengan tulus.

Farhan menatap dalam ke arah sepasang mata Nadira, yang tersembunyi di balik kacamata tebal, seolah mencoba menembus tabir yang menghalangi. Di sana, ia melihat kesedihan yang terpendam, hasrat akan perlindungan, dan sebuah tuntutan akan keadilan yang terbungkus rapat dalam diamnya. Farhan merasa iba, menyaksikan perundungan yang terus-menerus menimpa Nadira, namun baru kali ini hatinya tergerak untuk memberikan pertolongan.

"Kamu tidak mau?" tanya Farhan, suaranya lembut namun tegas.

"Mau," jawab Nadira, suaranya hampir tidak terdengar, namun cepat.

"Kalau begitu, kita bersahabat," ujar Farhan, mengulurkan tangan dengan penuh harap, berharap Nadira akan membalas uluran itu.

"Terima kasih, Farhan." Nadira membalas uluran tangan Farhan dengan lembut, dan meski hanya sekejap, kebahagiaan yang tulus mengalir dalam dirinya, sebuah perasaan yang selama ini tersembunyi jauh di dalam hati.

Genta dipukul keras, mengeluarkan bunyi nyaring yang menandakan waktu untuk masuk kelas. Lalu-lalang siswa-siswi yang sebelumnya tenang, tiba-tiba berubah menjadi hiruk-pikuk langkah yang berlarian. Para widyaiswara pun mulai meninggalkan ruangan mereka dan beranjak menuju kelas-kelas yang tersebar.

...----------------...

Waktu terus berjalan, meski jarum jam tak lagi diperhatikan banyak orang. Nadira terus tersenyum, meski dalam hatinya, ketakutan selalu membara. Bantuan yang diberikan Farhan justru membuat Kesya semakin geram, dan tatapan tajam gadis itu terus menghantui, membuat jantung Nadira berdebar kencang. Meminta Farhan untuk selalu berada di sisinya bukanlah pilihan yang bijak. Nadira tidak ingin kembali merepotkan lelaki yang telah berjasa padanya.

"Bahagia?" Kesya menyahut tiba-tiba, menghalangi jalan Nadira dengan tatapan penuh kebencian.

"Dia berhasil meluluhkan hati Farhan, pasti dia memberikan sesuatu pada lelaki itu," komentar Mora, suaranya penuh penilaian, sembari memegang bahu Nadira dengan erat, matanya menatap jijik pada gadis berkacamata itu.

"Tapi, apa ya yang dia beri?" Yustin berpura-pura berpikir, nada suaranya seolah ingin mengejek.

Lorong itu sepi, sangat sepi. Nadira selalu memilih menyendiri di sepetak lahan kosong di belakang sekolah, mencari ketenangan yang sulit ia temukan di tempat lain. Lorong sepi itu adalah jalur tercepat menuju ke sana, namun kini, jalan yang selama ini memudahkannya, mungkin akan berubah menjadi bencana bagi dirinya.

"Kamu tahu kan, aku tidak akan menerima kekalahan!" teriak Kesya dengan suara keras, meski tak ada yang akan mendengar jeritannya. Hanya Nadira yang harus menanggung kebisingan itu, seperti siksaan yang tak berkesudahan.

Rintihan Nadira terlepas begitu saja, hilang dalam kesunyian yang tak terdengar oleh siapapun. Bahkan oleh Kesya, yang sebenarnya tahu betapa sakitnya kulit kepala Nadira setiap kali kepang rambutnya ditarik dengan kasar. Meski tak ada kata yang keluar, rasa perih itu tetap ada, tersembunyi dalam diamnya. Nadira menanggungnya sendirian, sementara semua orang terus berlalu tanpa sejenak pun menoleh pada kesengsaraannya.

"Aku tak tahu apa keuntungannya, tapi yang jelas, aku suka sekali melihatmu menderita seperti ini," bisik Kesya, suaranya berbisik tepat di telinga Nadira, seolah ingin mengintip setiap rasa sakit yang tengah dirasakan gadis siksaannya.

Terpopuler

Comments

Kak Icha

Kak Icha

Semangat Thor 🥰🥰🥰

2022-07-23

0

Kymilla Cania Juita

Kymilla Cania Juita

semangat kak Othot

2022-03-31

1

Alitha Fransisca

Alitha Fransisca

Kesya jahat banget sih
Lanjut Thor semangat!!!

2022-03-13

1

lihat semua
Episodes
1 Rintihan Terlepas
2 Unconditional Love 2
3 Unconditional Love 3
4 Unconditional Love 4
5 Unconditional Love 5
6 Unconditional Love 6
7 Unconditional Love 7
8 Unconditional Love 8
9 Unconditional Love 9
10 Unconditional Love 10
11 Unconditional Love 11
12 Unconditional Love 12
13 Unconditional Love 13
14 Unconditional Love 14
15 Unconditional Love 15
16 Unconditional Love 16
17 Unconditional Love 17
18 Unconditional Love 18
19 Unconditional Love 19
20 Unconditional Love 20
21 Unconditional Love 21
22 Unconditional Love 22
23 Unconditional Love 23
24 Unconditional Love 24
25 Unconditional Love 25
26 Unconditional Love 26
27 Unconditional Love 27
28 Unconditional Love 28
29 Unconditional Love 29
30 Unconditional Love 30
31 Unconditional Love 31
32 Unconditional Love 32
33 Unconditional Love 33
34 Unconditional Love 34
35 Unconditional Love 35
36 Unconditional Love 36
37 Unconditional Love 37
38 Unconditional Love 38
39 Unconditional Love 39
40 Unconditional Love 40
41 Unconditional Love 41
42 Unconditional Love 42
43 Unconditional Love 43
44 Unconditional Love 44
45 Unconditional Love 45
46 Unconditional Love 46
47 Unconditional Love 47
48 Unconditional Love 48
49 Unconditional Love 49
50 Unconditional Love 50
51 Unconditional Love 51
52 Unconditional Love 52
53 Unconditional Love 53
54 Unconditional Love 54
55 Unconditional Love 55
56 Unconditional Love 56
57 Unconditional Love 57
58 Unconditional Love 58
59 Unconditional Love 59
60 Unconditional Love 60
61 Unconditional Love 61
62 Unconditional Love 62
63 Unconditional Love 63
64 Unconditional Love 64
65 Unconditional Love 65
66 Unconditional Love 66
67 Unconditional Love 67
68 Unconditional Love 68
69 Unconditional Love 69
70 Unconditional Love 70
71 Unconditional Love 71
72 Unconditional Love 72
73 Unconditional Love 73
74 Unconditional Love 74
75 Unconditional Love 75
76 Unconditional Love 76
77 Unconditional Love 77
78 Unconditional Love 78
79 Unconditional Love 79
80 Unconditional Love 80
81 Unconditional Love 81
82 Unconditional Love 82
83 Unconditional Love 83
84 Unconditional Love 84
85 Unconditional Love 85
86 Unconditional Love 86
87 Unconditional Love 87
88 Unconditional Love 88
89 Unconditional Love 89
90 Unconditional Love 90
91 Unconditional Love 91
92 Unconditional Love 92
93 Unconditional Love 93
94 Unconditional Love 94
95 Unconditional Love 95
96 Unconditional Love 96
97 Unconditional Love 97
98 Unconditional Love 98
99 Unconditional Love 99
100 Unconditional Love 100
101 Unconditional Love 101
102 Unconditional Love 102
103 Unconditional Love 103
104 Unconditional Love 104
105 Unconditional Love 105
106 Unconditional Love 106
107 Unconditional Love 107
108 Unconditional Love 108
109 Unconditional Love 109
110 Unconditional Love 110
111 Unconditional Love 111
112 Unconditional Love 112
113 Unconditional Love 113
114 Unconditional Love 114
115 Unconditional Love 115
116 Unconditional Love 116
117 Unconditional Love 117
118 Unconditional Love 118
119 Unconditional Love 119
120 Unconditional Love 120
121 Unconditional Love 121
122 Unconditional Love 122
123 Unconditional Love 123
124 Unconditional Love 124
125 Unconditional Love 125
126 Unconditional Love 126
127 Unconditional Love 127
128 Unconditional Love 128
129 Unconditional Love 129
130 Unconditional Love 130
131 Unconditional Love 131
132 Unconditional Love 132
133 Unconditional Love 133
134 Unconditional Love 134
135 Unconditional Love 135
136 Unconditional Love 136
137 Unconditional Love 137
138 Unconditional Love 138
Episodes

Updated 138 Episodes

1
Rintihan Terlepas
2
Unconditional Love 2
3
Unconditional Love 3
4
Unconditional Love 4
5
Unconditional Love 5
6
Unconditional Love 6
7
Unconditional Love 7
8
Unconditional Love 8
9
Unconditional Love 9
10
Unconditional Love 10
11
Unconditional Love 11
12
Unconditional Love 12
13
Unconditional Love 13
14
Unconditional Love 14
15
Unconditional Love 15
16
Unconditional Love 16
17
Unconditional Love 17
18
Unconditional Love 18
19
Unconditional Love 19
20
Unconditional Love 20
21
Unconditional Love 21
22
Unconditional Love 22
23
Unconditional Love 23
24
Unconditional Love 24
25
Unconditional Love 25
26
Unconditional Love 26
27
Unconditional Love 27
28
Unconditional Love 28
29
Unconditional Love 29
30
Unconditional Love 30
31
Unconditional Love 31
32
Unconditional Love 32
33
Unconditional Love 33
34
Unconditional Love 34
35
Unconditional Love 35
36
Unconditional Love 36
37
Unconditional Love 37
38
Unconditional Love 38
39
Unconditional Love 39
40
Unconditional Love 40
41
Unconditional Love 41
42
Unconditional Love 42
43
Unconditional Love 43
44
Unconditional Love 44
45
Unconditional Love 45
46
Unconditional Love 46
47
Unconditional Love 47
48
Unconditional Love 48
49
Unconditional Love 49
50
Unconditional Love 50
51
Unconditional Love 51
52
Unconditional Love 52
53
Unconditional Love 53
54
Unconditional Love 54
55
Unconditional Love 55
56
Unconditional Love 56
57
Unconditional Love 57
58
Unconditional Love 58
59
Unconditional Love 59
60
Unconditional Love 60
61
Unconditional Love 61
62
Unconditional Love 62
63
Unconditional Love 63
64
Unconditional Love 64
65
Unconditional Love 65
66
Unconditional Love 66
67
Unconditional Love 67
68
Unconditional Love 68
69
Unconditional Love 69
70
Unconditional Love 70
71
Unconditional Love 71
72
Unconditional Love 72
73
Unconditional Love 73
74
Unconditional Love 74
75
Unconditional Love 75
76
Unconditional Love 76
77
Unconditional Love 77
78
Unconditional Love 78
79
Unconditional Love 79
80
Unconditional Love 80
81
Unconditional Love 81
82
Unconditional Love 82
83
Unconditional Love 83
84
Unconditional Love 84
85
Unconditional Love 85
86
Unconditional Love 86
87
Unconditional Love 87
88
Unconditional Love 88
89
Unconditional Love 89
90
Unconditional Love 90
91
Unconditional Love 91
92
Unconditional Love 92
93
Unconditional Love 93
94
Unconditional Love 94
95
Unconditional Love 95
96
Unconditional Love 96
97
Unconditional Love 97
98
Unconditional Love 98
99
Unconditional Love 99
100
Unconditional Love 100
101
Unconditional Love 101
102
Unconditional Love 102
103
Unconditional Love 103
104
Unconditional Love 104
105
Unconditional Love 105
106
Unconditional Love 106
107
Unconditional Love 107
108
Unconditional Love 108
109
Unconditional Love 109
110
Unconditional Love 110
111
Unconditional Love 111
112
Unconditional Love 112
113
Unconditional Love 113
114
Unconditional Love 114
115
Unconditional Love 115
116
Unconditional Love 116
117
Unconditional Love 117
118
Unconditional Love 118
119
Unconditional Love 119
120
Unconditional Love 120
121
Unconditional Love 121
122
Unconditional Love 122
123
Unconditional Love 123
124
Unconditional Love 124
125
Unconditional Love 125
126
Unconditional Love 126
127
Unconditional Love 127
128
Unconditional Love 128
129
Unconditional Love 129
130
Unconditional Love 130
131
Unconditional Love 131
132
Unconditional Love 132
133
Unconditional Love 133
134
Unconditional Love 134
135
Unconditional Love 135
136
Unconditional Love 136
137
Unconditional Love 137
138
Unconditional Love 138

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!