Unconditional Love
Bandung, 2010
"Belajar yang rajin ya, Sayang," tutur lembut Yuliana, selalu menentramkan hati Nadira, yang tak lain adalah putri kandung semata wayangnya.
Piring-piring kosong menyisakan remah-remah sisa makanan disapu bersih dengan spons berbusa. Nadira menghentikan gerak tangannya yang sedang mencuci piring, lalu beralih menatap ibunya yang telah mengambil alih sebagian pekerjaannya.
"Iya, Bu. Nadira berjanji, akan mewujudkan keinginan Ibu dan Ayah. Jika Ibu dan Ayah ingin Nadira menjadi orang sukses kedepannya, maka itu yang akan Nadira usahakan," jawab Nadira, sesaat kemudian mengangguk meyakinkan.
"Hanya kamu harapan Ibu dan Ayah. Sebenarnya Ibu tidak ingin menuntutmu banyak, akan tetapi keadaannya seperti ini, Ibu hanya ingin kamu bahagia," ucap Yuliana.
"Nadira bahagia, Bu. Bahagia karena memiliki Ayah dan Ibu, yang merupakan pelita hidup Nadira." Nadira mengulas senyum manis di bibirnya untuk menunjukkan kesungguhannya pada Yuliana.
Kebahagiaan tidak terukur atas besarnya materi yang seseorang miliki. Kebahagiaan akan ada, saat seseorang bersyukur dan kerap memberikan kasih sayang untuk keluarganya. Nadira terlahir di tengah keluarga sederhana, keluarga yang menjunjung tinggi pentingnya kasih sayang dalam pertumbuhan pribadi yang baik untuk generasinya.
...----------------...
Lorong yang ramai dipadati para siswa dan siswi SMA Cakra Buana, menyuguhkan kebisingan tanpa mengusik Nadira yang masih fokus menatap buku novel di hadapannya. Gadis itu bukanlah seorang yang introvert hanya saja banyak yang enggan berteman dengannya karena kacamata tebal yang bertengger di pangkal hidung gadis tersebut, serta kepang dua yang menyatukan semua helaian rambutnya.
"Akh" rintih Nadira kesakitan, saat kepangan rambutnya ditarik paksa oleh Kesya dengan kuat.
"Pagi, cantik." Dialog Kesya yang setiap hari diucapkannya pada Nadira, saat dirinya mendapati gadis culun tersebut hanya fokus pada novel romansa yang dibacanya. "Bagaimana kabarmu pagi ini?" sambungnya, semakin menarik kuat kepangan rambut Nadira.
"Lepaskan, Kesya!" pekik Nadira yang hanya menimbulkan tawa bergema dari mulut Kesya, Mora, dan Yustin.
"Kami suka melihat kamu kesakitan seperti ini," tutur Mora, yang langsung mendapat anggukan persetujuan dari Kesya dan Yustin.
Kejadian itu bukanlah yang pertama kalinya. Nadira adalah sasaran empuk nafsu perundungan Kesya di sekolah. Sebagian siswa ada yang menganggap kejadian tersebut adalah hiburan semata yang menerbitkan gelak tawa hingga lupa akan kemanusiaan. Namun, sebagian siswa yang merasa iba juga tidak mendapatkan cara untuk membantu Nadira yang malang.
Rintihan Nadira terdengar merdu di telinga Kesya, hingga hal tersebut membuat Kesya kian menggebu-gebu dan semakin puas melakukan hal semena-mena pada Nadira tanpa memikirkan dampak yang akan ditimbulkannya, sedangkan di posisi Nadira, gadis tersebut sedikit pun tidak memiliki keberanian untuk melawan Kesya, hingga dirinya acap kali mendapatkan perlakuan buruk yang sama sekali tak pernah dia inginkan.
"Lepaskan Nadira, Kesya!" pekik Farhan, yang seolah tak tahan lagi membiarkan Kesya melancarkan segala perilaku buruknya yang akan berimbas merugikan untuk Nadira.
Mata Nadira memanas hingga terasa kabur saat cairan bening yang semakin penuh, hendak luruh dari balik kacamata tebalnya. Selalu seperti itu ujungnya, Nadira tidak pernah memberikan perlawanan hingga air matanya yang akan menjadi saksi penderitaannya.
Farhan dengan derap langkah yang cepat, segera menghampiri Kesya untuk membantu Nadira. Menurut Farhan, dirinya tidak akan menjadi pengecut jika hanya mencekal lengan Kesya. Lagi pula tujuannya sudah jelas adalah untuk membantu Nadira, yang merupakan teman satu kelasnya.
"Tidak usah ikut campur, bisa?" ujar Kesya, seraya menarik-narik lengannya dari cekalan Farhan.
"Hilangkan kebiasaanmu merundung orang lain, bisa?" Farhan kembali melemparkan pertanyaan tanpa berniat melepas cekalannya cepat-cepat.
"Apa pengaruhnya sama kamu, jika aku tetap memilih untuk merundung dia?" Kesya menatap iris Farhan dengan sangat intens.
"Jelas ini berpengaruh. Kamu harus tahu jika apa yang kamu lakukan tidak hanya akan berimbas buruk terhadap korbannya, melainkan juga akan berimbas terhadap banyak pasang mata yang menyaksikannya," terang Farhan. "Bagaimana kalau dari banyaknya siswa yang menyaksikan perundungan tadi, salah satu dari mereka akan melakukan hal yang serupa, maka bayangkan berapa banyak korbannya nanti? Kamu juga harus ingat, kemungkinan tidak akan hanya satu yang melakukan hal buruk sepertimu tadi, dan artinya akan lebih banyak korban yang mengalami guncangan dalam mentalnya, dan itu sangat berpengaruh pada kepribadiannya," sambungnya.
"Terserah apa katamu itu!" jawab Kesya tak acuh, sembari menarik kembali lengannya saat cekalan Farhan mulai mengendur.
Kesya mengajak Mora dan Yustin untuk kembali ke kelas mereka, sedangkan Nadira masih sibuk menghapus air matanya yang membuat pipinya basah. Farhan yang terus memperhatikan Nadira, lantas berinisiatif untuk mengeluarkan sapu tangannya dan ia berikan kepada Nadira.
"Nanti kotor," tolak Nadira, tampak sungkan.
"Kalau begitu tidak perlu kamu kembalikan. Pakai, dan sapu tangan ini untukmu," jawab Farhan.
"Untukku?" tanya Nadira, dengan salah satu alisnya yang terangkat.
"Iya untukmu, sebagai tanda persahabatan kita, bagaimana?" tawar Farhan.
"Bersahabat? Denganku? Apa itu tidak membuatmu malu?" cecar Nadira.
"Iya, denganmu, dan itu sama sekali tidak membuatku malu," jawab Farhan.
Netra coklat gelap Farhan menembus lantas menyibak keindahan manik mata Nadira yang tersembunyi dibalik kacamata tebal gadis tersebut. Dilihatnya kesedihan yang tertahan, rasa ingin dilindungi, dan tuntutan keadilan yang tersimpan rapi menjadi rahasia hati Nadira. Farhan turut iba menyaksikan perundungan yang dialami Nadira berulang kali, hanya saja baru kali ini dirinya ingin membantu gadis tersebut.
"Kamu tidak mau?" tanya Farhan.
"Mau," jawab Nadira dengan cepat.
"Kalau begitu kita bersahabat." Farhan mengulurkan tangannya ke hadapan Nadira, dan lelaki tersebut ingin gadis berkacamata di depannya itu membalas uluran tangannya.
"Terima kasih, Farhan." Nadira membalas uluran tangan Farhan, dengan kebahagiaan yang tidak dapat ia hilangkan dari dalam lubuk hatinya.
Genta dipukul keras hingga mengeluarkan bunyi nyaring untuk menandakan waktu masuk kelas. Lalu lalang siswa siswi yang awalnya tenang, berubah menjadi hiruk pikuk langkah yang berlarian. Para widyaiswara mulai meninggalkan ruangan mereka dan beranjak menuju kelas-kelas yang berpencar.
Waktu terus berlalu walau jarang orang menghiraukan bunyi detak jarum jam. Nadira terus menyunggingkan senyum walau ketakutan selalu membara dalam hatinya. Mendapat bantuan dari Farhan justru membuat Kesya semakin geram padanya, serta tatapan tajam gadis tersebut terus membuat jantung Nadira berdebar-debar cemas. Meminta Farhan untuk turut bersamanya setiap waktu bukanlah ide yang bagus, Nadira tidak ingin kembali merepotkan lelaki yang telah berjasa padanya.
"Bahagia?" sahut Kesya dengan tiba-tiba mengadang jalan Nadira.
"Dia berhasil meluluhkan hati Farhan, pasti dia memberikan sesuatu kepada lelaki itu." Mora berpendapat sendiri. Sembari memegang bahu Nadira, Mora juga menatap jijik pada gadis berkacamata di hadapannya.
"Tetapi apa yang dia beri, ya?" Lagak Yustin, pura-pura berpikir.
Lorong yang sepi, sangat-sangat sepi. Nadira selalu menyendiri di sepetak lahan kosong belakang sekolah untuk menemukan ketenangan. Lalu lorong yang sepi tersebut adalah satu-satunya jalan yang paling dekat untuk menuju belakang sekolah. Namun saat ini, jalan yang selalu memudahkannya tersebut, mungkin akan berubah menjadi suatu bencana untuknya.
"Kamu tahu kan, kalau aku tidak akan menerima kekalahan!" Memekik sekeras apa pun belum tentu ada yang mendengar suaranya. Kesya dapat terus memekakkan telinga Nadira di lorong sepi tersebut.
"Akh" rintihan yang tak pernah didengar oleh Kesya, walau sebenarnya gadis itu tahu betapa sakitnya kulit kepala Nadira jika dirinya terus menarik kepang rambut gadis culun tersebut.
"Aku tidak tahu apa keuntungannya, tapi yang jelas aku sangat suka melihatmu menderita seperti ini," bisik Kesya, tepat di telinga Nadira.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 138 Episodes
Comments
Kak ICHA
Semangat Thor 🥰🥰🥰
2022-07-23
0
Kymilla Cania Juita
semangat kak Othot
2022-03-31
1
Alitha Fransisca
Kesya jahat banget sih
Lanjut Thor semangat!!!
2022-03-13
1