"Lepas, Kesya! Ini rasanya sangat sakit sekali!" pekik Nadira disela isak tangisnya yang semakin menjadi.
Sebab kejadian kemarin, saat Naufal berani membentak dirinya demi membela Nadira, Kesya hanya memendam dendamnya hingga menunggu saat yang tepat untuk membalas sakit hatinya. Tepat setelah lonceng tanda pulang sekolah dibunyikan, Kesya langsung menyeret Nadira saat menemukan kesempatan.
Lorong yang sepi, serta tidak ada sosok Farhan yang akan menggagalkan rencananya, waktu seperti itu sangat tepat untuk menyiksa Nadira. Kesya terus menarik lengan Nadira agar gadis berkacamata tersebut berhasil dia bawa ke toilet perempuan.
"Brak!" Kesya melantingkan tubuh Nadira hingga punggung gadis tersebut terantuk dinding dan menimbulkan suara gaduh.
Nadira sampai tak sanggup merintih saat mendapatkan rasa sakit yang semakin menjalar ke seluruh tubuhnya. Hanya wajahnya yang memucat sebagai tanda derita yang dialaminya. Dalam hatinya, Nadira terus melantunkan doa, dan meminta bantuan pada Sang Maha Kuasa agar dapat membantunya.
"Puas!" pekik Kesya, tepat di depan wajah Nadira. "Puas karena telah berhasil membuat aku malu di hadapan Naufal, kemarin?" Suaranya yang semakin keras membuat tubuh Nadira semakin bergetar hebat.
Nadira hanya bergeming tak bersuara, yang ada hanya air mata yang semakin membasahi wajahnya. Tak ditatapnya netra Kesya yang menyiratkan kebencian yang amat besar padanya. Nadira hanya menunduk memperhatikan kerak pada lantai toilet yang telah menguning.
"Jawab, Nadira! Jawab!" Kesya yang semakin jengkel pada Nadira, memutuskan untuk mengangkat wajah Nadira dengan mencengkeram dagu gadis tersebut agar lebih mudah untuk ditatap olehnya.
"Salahku di mana, Kesya? Naufal hanya menanyakan pendapatku, lalu apa salahnya dengan itu?" Nadira menahan sakit di dagunya demi memberi jawaban yang jelas kepada Kesya.
"Itu salah! Seharusnya kamu tidak perlu menyampaikan usulan dalam bentuk apa pun!" terang Nadira. "Kamu ingat? Karena usulan bodoh yang kamu katakan, citraku menjadi buruk di hadapan lelaki yang amat aku cintai, apa kamu paham?" sambungnya.
"Maaf." Nadira kembali menundukkan wajahnya.
"Maaf katamu? Semua itu tidak akan ada artinya, sekarang!" Kesya semakin berapi-api menunjukkan kekesalannya. "Kamu harus tetap mendapat hukuman!"
"Akh" Nadira harus kembali merasakan sakit saat Kesya kembali melantingkan tubuhnya, bedanya untuk kali ini Nadira masih sanggup menjaga keseimbangannya.
"Byur!" Satu ember penuh berisi air disiramkan kepada Nadira oleh Kesya. Habis basah kuyup seragam Nadira, dan hal tersebut membuat tangisnya semakin menjadi.
Nadira melihat Kesya pergi meninggalkannya begitu saja setelah melancarkan aksinya. Nadira yang lemah, tak kuasa membela dirinya, hanya menangis yang dapat dilakukannya untuk mengungkapkan betapa sulitnya jalan hidupnya. Cukup lama Nadira berdiam diri di dalam toilet, dia tidak ingin ada yang melihat seragamnya basah kuyup. Nadira berniat menunggu beberapa lama lagi hingga seragamnya sedikit mengering.
"Hai," sapa seorang gadis, seraya melangkahkan kakinya mendekati Nadira.
"Maaf, ya. Aku tadi melihat semua yang Kesya lakukan sama kamu, tapi jangankan untuk membantu, mengintip saja rasanya sudah gemetaran," sambung gadis tersebut, membuat lengkungan tipis terukir di bibir Nadira.
"Tidak masalah, Tina. Terima kasih karena sudah peduli," jawab Nadira.
Tina mengangguk pelan, lalu sesaat kemudian mengeluarkan sesuatu dari dalam tasnya. "Pakai ini saja, nanti kamu akan sakit jika terlalu lama mengenakan pakaian basah," ucapnya seraya memberikan kaos dan rok midi yang dibawanya kepada Nadira.
"Ini boleh aku pakai?" tanya Nadira, dibalas anggukan cepat oleh Tina.
Setelah Farhan, sekarang Tina. Nadira merasa bahwa pertolongan Tuhan nyata didapatinya. Ada keresahan dalam hatinya jika ternyata kehadiran Farhan dan Tina akan berakhir kepergian yang menyakitkan. Sebenarnya Nadira ingin tidak begitu berharap, akan tetapi dirinya juga tidak dapat memungkiri adanya kesenangan dalam hatinya.
Lima menit adalah waktu yang dihabiskan Nadira untuk mengganti seragamnya dengan kaos dan rok midi yang Tina berikan untuknya. "Sudah," ucapnya setelah keluar dari bilik toilet lalu sesaat kemudian menunjukkan pakaian Tina yang pas melekat di tubuhnya.
"Mau pergi bersamaku sebentar?" tawar Tina.
"Kemana?" tanya Nadira.
"Kita mencari makan siang, aku lapar sekali." Tina mengelus perutnya dengan lembut.
"Baiklah." Nadira mengangguk mengiakan.
Tina menggenggam erat tangan Nadira, dan membawa gadis tersebut keluar dari kamar mandi. Nadira terus memperhatikan genggaman tangan Tina, genggaman yang belum pernah dia dapatkan dari seorang teman. Kisah di bangku sekolahnya senantiasa kelabu, tidak ada warna canda tawa bersama teman atau sahabat, dan kesenangan yang lainnya. Hanya akhir-akhir ini rasa kenyamanan itu datang, diawali dari kehadiran Farhan, lalu disusul oleh Tina.
Tina menunjuk ke arah seberang jalan, di mana telah terparkir Honda Jazz keluaran tahun dua ribu lima. Tina mengatakan bahwa mobil tersebut milik keluarganya, dan Tina meminta Nadira untuk ikut bersamanya menaiki mobil tersebut.
"Kita akan mencari makan siang di mana?" tanya Nadira, beriringan dengan suara deru mesin mobil.
"Kita akan ke restoran, kita akan makan banyak dan makan enak, dan tenang saja, aku yang akan mentraktir," jawab Tina, seraya mengacungkan kedua ibu jarinya di hadapan Nadira.
Nadira mengangguk pelan, lalu kembali fokus memandang jalanan melalui kaca jendela mobil yang sengaja dibuka. Dirasakannya angin sepoi-sepoi membelai lembut wajahnya yang masih menyisakan jejak kesedihan. Ranting-ranting pepohonan seolah melambai menyapa Nadira yang terus menyembulkan kepalanya ke luar jendela. Entah apa yang ingin dicari Nadira, gadis itu merasa betah berada di posisi seperti itu.
"Apa yang kamu lihat, Nadira?" Tina menarik tangan Nadira, untuk kembali dia genggam.
"Tidak ada," jawab Nadira.
"Kamu masih bersedih karena Kesya?" Tina menarik tangan Nadira, agar gadis tersebut dapat menatap wajah sembab Nadira.
Nadira mengembuskan napasnya, lalu memberanikan diri untuk mengutarakan isi hatinya pada Tina. "Aku sudah tidak sanggup menjalani hidup yang seperti ini, rasanya sangat menyakitkan dan aku juga tidak tahu bagaimana cara mengubahnya," ucapnya.
"Apa yang membuat Kesya marah padamu, tadi?" Tina berusaha mencari akar permasalahannya agar dapat menemukan solusinya.
"Naufal, Naufal membentaknya karena membelaku," jawab Nadira.
"Kalau begitu tidak akan sulit membuatnya menderita." Ucapan Tina mendapatkan tatapan bingung dari Nadira.
"Bagaimana caranya?" tanya Nadira.
"Mudah saja, buatlah Naufal mencintaimu mati-matian, hingga membuat lelaki itu tidak memiliki alasan untuk mendekati Kesya." Tina menunjukkan kesungguhannya untuk membantu Nadira.
"Buruk sekali idemu itu. Dengan aku yang seperti ini, kamu hanya akan mengajariku berhalusinasi," jawab Nadira, sembari terkekeh kecil.
"Tidak halusinasi, Nadira. Aku akan buktikan semuanya besok, tunggu aku pukul setengah enam pagi, aku akan tiba di rumahmu tepat pukul itu." Tina mengakhiri ucapannya, dan menyisakan tanda tanya besar dalam benak Nadira.
Nadira menatap gadis cantik yang duduk di sampingnya dengan rasa penasaran yang besar. Nadira ingin tahu apa rencana Tina yang sebenarnya, akan tetapi gadis tersebut harus menunggu jawabannya esok. Apa pun rencana Tina, Nadira tetap optimis bahwa gadis itu akan membantunya berubah. Membawa kehidupan yang lebih baik dari kehidupannya saat ini, serta akan menutup mulut Kesya yang penuh hinaan, dan membantunya menjunjung tinggi harga dirinya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 138 Episodes
Comments
S_koes
Di siram satu ember dingin pasti
2023-07-14
0
Kak Icha
Lanjut Thor, semangat terus yaaa
2022-07-23
0
Alitha Fransisca
Tina punya rencana, seperti apakah rencananya?
Iih penasaran Thor, semangat!!!
2022-03-13
1