Hawa dingin sebenarnya membuat Nadira enggan beranjak dari ranjang tempatnya menaruh segala lelah. Dibukanya jendela kamarnya lalu menghirup udara segar sebanyak-banyaknya. Karena teringat akan janji Tina kemarin, dengan terpaksa Nadira harus menyiapkan dirinya lebih awal.
"Pagi, Ibu." Nadira mengecup pipi kanan Yuliana, seraya memberikan pelukan erat pada tubuh proporsional ibunya.
"Pagi, Sayang." Yuliana yang masih sibuk dengan bahan masakan di hadapannya, tetap menoleh sebentar untuk menatap putrinya.
"Buat sarapannya sedikit lebih banyak dari biasanya ya, Bu," pinta Nadira.
"Kamu ingin membawa bekal, Sayang?" tanya Yuliana, lalu sesaat kemudian dibalas geleng kepala oleh Nadira.
"Teman Nadira akan ikut sarapan bersama, boleh kan, Bu?" Nadira memiringkan kepalanya agar dapat melihat lebih jelas wajah ayu ibunya.
"Tentu, Sayang. Ibu akan buat lebih banyak dari biasanya, nanti ajak temanmu itu makan banyak, ya." Yuliana merasa senang jika Nadira memiliki seorang teman. Diingatnya, Nadira sangat jarang menceritakan atau mengenalkan para temannya, dan hal tersebut membuat Yuliana sempat yakin jika kemungkinan putrinya sering dikucilkan.
Nadira menggulung rambutnya, lalu sesaat selanjutnya menyambar handuknya yang tergantung dan pergi menuju kamar mandi. Gadis tersebut membutuhkan waktu sepuluh menit untuk membersihkan tubuhnya, kemudian dilanjut menata seragam yang melekat pada tubuhnya agar terlihat rapi.
Nadira memandang lekat wajahnya di cermin. Kemudian dipegang satu-persatu anggota bagian-bagian dari wajahnya mulai dari kedua pipinya, hidung, bibir, dan berakhir pada netranya. Nadira dapat melihatnya sangat jelas dalam jarak yang dekat, lalu dipujinya kecantikan natural yang dimilikinya.
"Aku sebenarnya cantik," gumam Nadira.
Nadira melepas gulungan rambutnya, lalu membiarkan rambut panjang hitam kecokelatan miliknya tergerai bergelombang. Nadira menyisir rambutnya perlahan-lahan, selanjutnya dia tata sedemikian rupa sehingga membuatnya takjub dengan sendirinya.
"Sayang, temanmu datang, Nak," panggil Yuliana.
Nadira langsung menghentikan kegiatannya dan bergegas untuk membuka pintu kamarnya. Saat terbuka pintu kamarnya, Nadira melihat Yuliana telah berdiri di hadapannya, seraya merangkul bahu Tina yang berada di sampingnya.
"Ibu tinggal dulu, ya," ucap Yuliana. "Sarapan yang Ibu buat, sebentar lagi matang, nanti kita sarapan bersama-sama," sambungnya, sontak mendapat anggukan serempak dari Nadira dan Tina.
Mulut Tina terus menganga saat melihat penampilan Nadira yang berbeda dari biasanya. Tina merasa jika dirinya bertemu dengan orang yang berbeda. Nadira yang dilihatnya kemarin sangat jauh berbeda dengan yang dilihatnya saat ini.
"Katakan jika aku salah rumah pagi ini," tutur Tina, tanpa melepaskan pandangannya pada Nadira.
"Kamu tidak salah, Tina," sanggah Nadira.
"Syukurlah kalau begitu, ayo masuk," jawab Tina, seraya mendorong bahu Nadira dengan pelan untuk masuk ke dalam kamar.
Tina langsung duduk di atas ranjang empuk milik Nadira. Menatap lekat sahabatnya dari ujung kaki hingga atas kepala. Tina melihat perubahan yang sangat jelas dari Nadira, dan Tina menyukai perubahan tersebut.
"Ini yang aku inginkan, Nadira." Tina menarik lengan Nadira untuk digenggamnya dengan erat.
"Perubahan ini yang kamu maksud?" tanya Nadira.
"Iya, aku ingin dirimu seperti ini. Tunjukkan bahwa kamu layak untuk dipandang orang." Tina mengangguk menyetujui. "Satu lagi yang harus kamu lakukan. Kamu harus berani, karena Kesya merundungmu sebab dia tahu bahwa kamu lemah. Jangan tunjukkan kelemahanmu padanya, kamu harus benar-benar berubah mulai sekarang," sambungnya.
Nadira mengangguk kuat, dia merasa bahwa ada pendukung setia yang akan menemani hari-harinya di sekolah. Apa yang dikatakan Tina ada benarnya, dan Nadira menyadari hal itu. Ada kesungguhan dalam benak Nadira, gadis tersebut akan mengubah hidupnya mulai detik itu.
"Aku tidak akan biarkan Kesya kembali merundungku. Aku akan berani melawannya mulai sekarang," jawab Nadira dengan optimis.
"Buktikan padaku, ya," pinta Tina dengan harapan yang sungguh-sungguh. "Saat di sekolah nanti, aku akan bersamamu sepanjang waktu," sambungnya.
"Baiklah, apa sudah cukup seperti ini?" Nadira kembali menatap pantulan tubuhnya di depan cermin. "Apa akan tetap pantas jika aku mengenakan kacamata ini?" sambungnya, seraya menunjukkan kacamata yang selalu ia kenakan kepada Tina.
"Penampilanmu akan berubah, termasuk dengan kacamata itu," jelas Tina. "Kamu tidak akan mengenakan kacamata itu lagi," imbuhnya.
"Apa yang akan aku kenakan? Jangan katakan jika kamu akan membiarkan aku menabrak semua benda di sekolah nanti." Tanpa disadari oleh Nadira, jika ucapannya justru membuat Tina terkekeh geli saat mendengarnya.
"Aku tidak sejahat itu, Nadira. Aku sudah membawa yang lain untuk menggantikan kacamata tebal dan kuno itu," terang Tina, seraya mencari-cari suatu benda yang berada di dalam tasnya.
"Apa yang kamu cari?" Nadira yang penasaran kembali duduk di samping Tina untuk mengetahui apa yang dicari-cari gadis tersebut.
"Softlens." Tina menunjukkan kotak persegi panjang yang tak lain adalah kemasan dari softlens yang dibawanya untuk Nadira.
"Aku tidak bisa memakainya, pasti sangat sakit, dan kata ibuku tidak baik mengenakan itu." Nadira enggan memakai softlens tersebut, karena dinilainya tidak baik.
"Tidak seburuk itu, Nadira. Aku membelinya dari optik langgananku, bisa aku jamin ini sangat-sangat aman," jelas Tina.
"Kamu akan membantuku memakainya, kan?" Nadira sedikit ragu untuk benar-benar mengenakan softlens yang dibawakan Tina untuknya.
Tina mengangguk pelan. "Aku akan membantumu mengenakannya dan melepaskannya."
Di dalam kamar Nadira, Tina seolah melakukan sihir untuk merubah penampilan Nadira menjadi bak Cinderella. Tidak berhenti sampai membantu memasangkan softlens pada kornea mata Nadira, Tina juga memberikan polesan bedak tabur pada wajah Nadira, dan pelembab bibir untuk menjaga kelembapan bibir Nadira.
"Kamu sangat sempurna, sungguh balas dendammu akan terwujud tidak lama lagi." Tina memegang bahu Nadira. "Berjanji padaku, Naufal adalah perantara untukmu balas dendam terhadap Kesya. Jangan libatkan hatimu, jika kamu tidak ingin terluka," tambahnya.
"Bagaimana jika hal lain terjadi? Misalnya aku justru jatuh cinta padanya." Nadira menunjukkan kecemasannya pada Tina.
"Jika itu terjadi, maka hanya kamu yang bisa mengatasinya. Kamu harus tahu jika tugasku hanya memberi saran, selebihnya kamulah yang menjalankannya," terang Tina. "Jika kamu jatuh cinta padanya, maka aku juga tidak memiliki kuasa untuk merubah kenyataannya, kamu harus tahu itu," imbuhnya.
Nadira berusaha memahami semua ucapan Tina yang dilontarkan padanya. Nadira menyadari bahwa dirinya adalah gadis biasa, gadis penuh dengan perasaan, dan kepekaan. Menjadikan Naufal perantara untuknya balas dendam pada Kesya, mungkin termasuk hal yang kejam, akan tetapi hanya itu caranya. Sebenarnya Nadira menakutkan banyak hal, ketakutannya akan kekecewaan Naufal padanya, dan yang terbesar adalah ketakutannya akan kenyataan bahwa dirinya bisa saja jatuh cinta.
"Jangan terlalu dipikirkan, jika kenyataannya kamu akan jatuh cinta, maka anggap saja itu adalah takdir Tuhan." Tina berusaha menenangkan pikiran Nadira, karena raut wajah gadis tersebut tampak jelas menunjukkan kecemasan.
"Apa setelah ini semuanya akan baik-baik saja?" Banyak yang ingin Nadira tanyakan, akan tetapi pertanyaan yang baru saja ia lontarkan, cukup mewakili segala gejolak dalam batin dan pikirannya.
"Walaupun kemungkinan bisa tidak baik-baik saja, aku akan tetap bersamamu." Tina sangat memahami ketakutan Nadira. Baginya tidaklah mudah membuat gadis seperti Nadira menjadi lebih berani. Akan tetapi hal itu akan tetap ia lakukan, karena rasa sayangnya pada Nadira.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 138 Episodes
Comments
Kymilla Cania Juita
Semangat
2022-03-31
0