"Sayang, ajak temanmu sarapan, sekarang!" pekik Yuliana dari arah ruang makan.
"Ibuku sudah memanggil. Kamu mau kan sarapan bersama keluargaku?" Pertanyaan Nadira langsung dibalas anggukan cepat oleh Tina.
Di ruang makan, Yuliana terlihat sibuk menata piring-piring di atas meja, sedangkan Agung, ayah Nadira, telah bersiap dengan sepiring nasi di hadapannya. Yuliana menghidangkan nasi putih hangat, telur dadar, perkedel kentang, dan sayur sop sebagai menu sarapan pagi itu.
Langkah Nadira dan Tina yang semakin mendekat sehingga dapat mencium aroma kelezatan yang kian menyeruak menebar nafsu makan mereka berdua. Buru-buru Nadira duduk di samping Agung setelah mempersilakan Tina duduk di sisi seberangnya.
"Kamu cantik sekali, Sayang," puji Agung, saat melihat penampilan berbeda putrinya. "Bahkan jika untuk penyamaran, kemungkinan besar dengan penampilan seperti itu akan berhasil," imbuhnya.
"Hanya perubahan kecil, Ayah," jawab Nadira. "Nadira akan tetap menjadi putri kesayangan, Ayah. Akan tetap seperti itu untuk selamanya," tambahnya.
"Bagaimana dengan kacamatamu, Sayang? Apa kamu dapat melihat dengan jelas tanpa mengenakannya?" Yuliana memang menyukai perubahan dalam penampilan Nadira, akan tetapi seorang ibu tersebut juga mencemaskan keadaan Nadira jika tanpa mengenakan kacamata.
"Tante, maaf untuk sebelumnya. Saya ingin membantu Nadira agar dia tidak perlu mengenakan kacamata di sekolah. Saya memberikannya softlens khusus untuk penderita miopia, jadi dapat saya pastikan aman untuk Nadira." Tina memahami gelagat Nadira yang menunjukkan kebingungan sekaligus ketakutan. Akhirnya dirinya memutuskan untuk mewakili Nadira menjelaskan tentang alasan Nadira tidak mengenakan kacamata di hari itu.
"Tina, apa ada tenggat waktu berapa lama pemakaiannya?" Sudah sewajarnya Yuliana akan mencemaskan tentang pilihan Nadira mengenakan softlens.
"Ada, Tante. Umumnya waktu maksimal menggunakan softlens adalah selama delapan jam, jadi sebelum mencapai delapan jam, saya akan membantu Nadira melepasnya," terang Tina.
"Tante tidak bermaksud apa-apa. Tante hanya takut terjadi suatu hal yang buruk pada mata Nadira." Yuliana dengan perasaan lega dapat menyunggingkan senyumnya, sebab mendapat penjelasan yang rinci dari Tina.
"Saya menyadari ketakutan Tante. Karena Ibu saya juga sama persis seperti Tante saat mengetahui saya terkadang mengenakan softlens saat pergi ke sekolah," jawab Tina.
"Ya sudah kalau begitu, mari kita makan sekarang." Yuliana segera mengisi piring Tina dengan nasi putih beserta lauk-pauknya, dan hal tersebut membuat Tina merasa tidak enak hati.
"Terima kasih, Tante. Tapi seharusnya Tante tidak melakukan hal tadi, saya jadi merasa tidak enak," tutur Tina.
"Tidak perlu seperti itu, Tante juga melakukan hal sama pada Nadira," jelas Yuliana, sembari menyibukkan tangannya menyiapkan isi piring untuk Nadira.
"Ibuku adalah wanita yang sangat penyayang, jadi jangan heran jika beliau melakukan hal seperti tadi kepadamu," sahut Nadira, yang sesaat kemudian beralih menatap wajah ayu ibunya seraya menyunggingkan senyumnya dan langsung mendapat balasan lengkungan tipis di bibir Yuliana.
Ruang makan tersebut berubah menjadi hening, hingga suara dentingan sendok beradu dengan piring terdengar berisik mengiringi kegiatan sarapan pagi mereka semua. Sepuluh menit berlalu, Agung menyelesaikan sarapannya terlebih dahulu, lalu disusul Nadira dan Yuliana secara bersamaan, dan diakhiri oleh Tina.
"Ayah tidak bisa membonceng kalian berdua secara bersamaan, lalu solusinya bagaimana?" Agung yang masih sibuk mengenakan sepatunya, sesekali menatap ke arah Nadira untuk meminta jawaban.
"Apa salah satu dari kalian ikut Ibu saja? Ayah membawa satu, dan Ibu juga membawa satu," tawar Yuliana, yang langsung mendapat geleng kepala dari Nadira dengan cepat.
"Jalan menuju sekolah Ibu sangat jauh dan sama sekali tidak searah dengan sekolah Nadira, jika Ibu mengantar salah satu dari kami, maka yang ada Ibu akan terlambat," sanggah Nadira dengan cepat.
"Tante, Om, saya bersama Nadira akan menaiki taksi saja, itu tidak masalah karena saya diberi uang saku lebih oleh orang tua saya," sahut Tina, memberikan jalan keluar.
"Apa itu tidak merepotkanmu, Nak?" Yuliana tidak enak hati dengan Tina.
"Setelah sepiring nasi dengan lauk-pauk yang luar biasa, membawa Nadira menaiki taksi bersama saya bukanlah balasan yang setimpal," jawab Tina, disusul gelak tawa dari Agung, Yuliana, dan Nadira.
"Terima kasih ya, Tina. Tante titip Nadira, kalian hati-hati di jalan, ya," pesan Yuliana, langsung mendapat anggukan dari Nadira dan Tina.
Setelah mencium punggung tangan Yuliana dan Agung, Nadira bersama Tina langsung berjalan meninggalkan pekarangan rumah Nadira. Nadira dan Tina berjalan sebentar sebelum menemukan taksi yang lalu lalang di sekitar jalan raya.
"Terima kasih untuk semuanya, Tina." Nadira, menatap wajah cantik Tina yang tidak jauh dari pandangannya.
"Untuk tadi lupakan saja, karena aku sudah mendapatkan balasannya, dan itu jauh lebih berharga menurutku." Tina terus menatap ke jalanan hingga mendapati taksi yang melaju ke arahnya. "Hentikan taksi itu, Nadira," imbuhnya, seraya melambaikan tangan ke jalanan untuk memberi kode pada taksi agar berhenti.
Tina dan Nadira berhasil menghentikan taksi bersama-sama, hingga akhirnya mereka berdua dapat berangkat ke sekolah tepat waktu. Sepanjang perjalanan, Tina memberikan banyak saran pada Nadira agar dapat menghadapi kecongkakan Kesya.
"Kesya adalah gadis yang angkuh, untuk menghadapinya kamu tidak perlu membuat dirimu setara dengannya," tutur Tina, hendak memulai penjelasannya.
"Saat gadis tersebut merundung seseorang, maka hal yang sering ia lakukan adalah melakukan kekerasan fisik, lalu disusul dengan hinaan, atau mungkin sebaliknya. Menurutku hal itu sudah menjadi ciri khasnya," sambung Tina. "Untuk itu kamu tidak perlu melakukan perlawanan saat Kesya melakukan kekerasan fisik padamu, cukup menghindar saja dan tanpa memberikan balasan," imbuhnya.
"Lalu bagaimana dengan hinaannya?" Lambat laun Nadira dapat memahami segala saran yang Tina berikan untuknya.
"Saat seseorang menciptakan api, kamu tidak perlu membuatnya berkobar dengan menuangkan minyak tanah ke dalamnya, yang kamu perlukan adalah sebuah air untuk memadamkannya, bukan?" Tina sengaja menjeda ucapannya dengan tujuan agar Nadira dapat mengetahui sendirian kelanjutannya.
"Berarti jika dia lemparkan hinaan padaku, tidak perlu aku kembali mencacinya. Yang harus aku lakukan adalah tenang, dan mencari kata-kata dalam otakku untuk membuatnya bungkam, apa seperti itu?" Nadira sebenarnya tidak yakin dengan jawabannya, akan tetapi anggukan dari Tina membuatnya merasa bangga.
"Kamu sangat pintar, Nadira. Akan tetapi yang harus kamu perhatikan adalah, bahwa sesungguhnya mencari solusi di bawah tekanan adalah hal yang sulit. Itu yang akan kamu rasakan saat mencari kalimat untuk membungkam mulut Kesya, di tengah hinaan yang dia berikan padamu pasti sangat sulit. Karena saat itu kamu harus mengesampingkan kondisi emosionalmu, agar dapat berpikir dengan jernih," papar Tina.
Nadira mengangguk paham. "Terima kasih untuk konsultasinya pagi ini, apa bisa saya atur jadwal untuk kembali berkonsultasi, besok?" Gurau Nadira, disambut gelak tawa Tina.
"Sebentar, saya akan memeriksa schedule untuk menentukan waktu agar dapat membuat jadwal pertemuan kita yang selanjutnya." Tina membalas gurauan Nadira dengan seimbang.
Perjalanan menuju sekolah yang paling mengesankan. Di mana gelak tawa bertebar di sekitarnya, sungguh membuat Nadira amat bahagia. Bumantara yang luas melukiskan warna kebiruan, menandakan hari itu akan cerah. Lalu lalang kendaraan yang perlahan mulai padat, seolah membuktikan aktivitas para masyarakat. Hari itu memang seperti biasanya, menyuguhkan sesuatu seperti hari-hari sebelumnya, hanya saja kesan yang didapatkan Nadira merupakan hal baru yang ia dapatkan saat bersama Tina.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 138 Episodes
Comments
Kak Icha
Semangat terus ya 🥰🥰🥰
2022-07-23
0
Kymilla Cania Juita
tulisannya rapi banget... semangat!
2022-04-01
1