Gadis Miskin Menjadi Permaisuri
Di sebuah hutan, terdapat satu gubuk kecil dengan atap daun yang sudah bolong-bolong. Hari sudah menjelang malam, tapi seorang gadis dengan rambut panjang kusut dan pakaian kotor compang-camping itu masih setia berdiri di depan gubuk. Ia memperhatikan langit yang mulai berubah warna menjadi jingga, pertanda sebentar lagi hari akan gelap.
Matanya menjelajah ke sekitar hutan, tepatnya ke arah jalan seperti sedang menanti seseorang. Saat mendengar suara langkah kaki, gadis itu segera berlari ke arah jalanan.
Namun gadis itu berhenti saat melihat banyak pasukan Kerajaan Taoming datang ke arahnya. Ia juga melihat kedua orang tuanya di bawa oleh dua orang prajurit.
"Wei, kenapa tidak menunggu di dalam rumah?" ujar Yihan, Ibu dari gadis yang dipanggil Wei tersebut. Yihan berjalan mendekati Wei dan langsung menggenggam kedua tangannya.
"Kau masuklah dulu, ayah ada urusan dengan para prajurit ini." perintah Jiang, Ayah Wei seraya melirik para prajurit yang ada di belakangnya.
Wei mengernyitkan dahi bingung, tidak mengerti tentang urusan antara ayahnya dengan pasukan Kerajaan Taoming. Mungkinkah kedua orang tuanya akan di penggal karena telah melakukan kesalahan saat bekerja? Membayangkan hal itu, Wei segera bersujud di tanah. Hal itu membuat Jiang dan Yihan lebih terkejut.
"Tolong ampuni kedua orang tua hamba. Mereka mungkin melakukan kesalahan karena mereka juga tidak sempurna. Tolong jangan hukum mereka!"
"Kenapa kau seperti ini, Wei? Ayah dan ibu tidak melakukan kesalahan apa pun, tenanglah!"
Salah satu prajurit maju ke depan, ke hadapan Wei. "Sepertinya kau salah paham dengan maksud kedatangan kami. Kami disini untuk menjemputmu ke Istana Taoming." ucapnya yang membuat Wei segera menegakkan tubuh.
Ia bingung mendengar apa yang dikatakan prajurit tersebut. Istana Taoming, bukan sembarang orang bisa pergi kesana. Hanya keluarga bangsawan dan orang-orang penting saja yang bisa masuk. Dirinya hanya anak dari budak miskin hanya bisa bermimpi untuk masuk ke istana. Meskipun kata orang istana sangat menyenangkan, ia hanya bisa mendengar dan membayangkan saja. Lalu sekarang tiba-tiba prajurit datang untuk menjemputnya ke istana? Mimpi apa sampai ia bisa diperlakukan seperti itu?
"Kenapa kalian ingin menjemputku ke istana? Aku bukan orang penting," sanggah Wei dengan dahi berkerut.
"Kami hanya menjalankan perintah dari Kaisar."
Lagi, Wei dibuat tidak mengerti. Darimana Kaisar mengenal dirinya sampai memberi perintah untuk membawa dirinya ke istana? Semua sangat membingungkan untuk gadis yang baru menginjak usia ke 20 tahunnya kemarin.
Jiang dan Yihan membantu Wei untuk berdiri. "Izinkan kami untuk berbicara dengannya sebentar." tutur Jiang dengan raut wajah seperti memerintahkan Yihan untuk segera membawa Wei masuk ke dalam rumah mereka. Mengerti dengan raut wajah suaminya, Yihan segera membawa Wei masuk ke dalam rumah.
"Baiklah, tapi jangan terlalu lama. Hari sebentar lagi akan gelap, kami harus segera membawanya ke istana." ucap prajurit tadi sambil sesekali menatap ke arah langit.
Jiang tak lagi menjawab, ia langsung masuk ke dalam rumahnya dan mengunci pintu dengan rapat. Di tatapnya Wei yang duduk di atas kursi dengan kerutan di dahi. Dia tahu sebingung apa putri bungsunya itu. Jiang duduk di depan Wei dan Yihan dengan berat hati.
"Kita harus mengalihkan perhatian para prajurit itu agar Wei bisa kabur. Kita tidak boleh membiarkan Wei menginjak istana." Jiang berkata dengan setengah berbisik, takut suaranya akan di dengar oleh prajurit yang masih berdiri di luar rumahnya.
"Apa maksud ayah? Sebenarnya apa yang terjadi, apa kalian membuat kesalahan?" tanya Wei yang juga ikut berbisik. "Katakanlah agar aku bisa mengerti!"
"Wei, jangan banyak bertanya, ikuti saja perintah ayah. Saat aku keluar nanti, kau dan Wei harus kabur lewat pintu belakang. Jangan pernah menoleh ke belakang apa pun yang terjadi, kalian berdua harus tetap berlari. Apa kalian mengerti?"
Yihan menatap Jiang dengan sedih. Mendengar ucapan Jiang, ia menjadi tidak mampu untuk meninggalkannya seorang diri. Bagaimana mungkin dia dengan begitu tega meninggalkan suami yang sudah bersamanya selama 23 tahun?
Yihan mengusap kedua pipi Wei, kemudian memeluknya dengan erat seolah itu adalah salam perpisahan. "Ibu akan membantu ayahmu, kau pergilah sekarang."
"Tidak! Aku tidak tahu dengan masalah kalian yang menyuruhku untuk kabur, setidaknya kalian harus menjelaskannya padaku!" tegas Wei dengan suara pelan.
Jiang mengguncang kedua bahu Wei, wajahnya merah padam seperti menahan amarah. "Istana bukan tempat untukmu. Dibandingkan dengan istana, hutan dengan beribu binatang buas lebih baik untukmu!"
"Tapi kenapa aku harus kesana? Kenapa kaisar memerintahkan pasukannya untuk membawaku ke istana? Jika bukan karena kesalahan kalian, lalu karena apa aku harus ke istana?"
"Kau tidak perlu tahu, semuanya sangat rumit, Wei. Pergi sekarang juga!" usir Jiang sambil mendorong Wei ke pintu belakang. Setelah itu dia segera berjalan keluar.
Rencana Jiang tidak berhasil karena rumahnya saat ini di kepung oleh para prajurit. Tidak ada celah untuk Wei bisa kabur dan tidak ada tenaga untuknya bisa melawan. Prajurit yang tadi mendekati Jiang. "Kita permudah saja agar tidak ada pertumpahan darah disini. Apa kau ingin membuat putrimu melihat aku memenggal kepalamu?"
Dari dalam gubuk, Wei memperhatikan punggung Jiang dengan rasa khawatir. Berita tentang kekejaman pasukan Kerajaan Taoming sudah tersebar ke penjuru negeri. Bukan sulit bagi mereka untuk mengayunkan pedang ke leher rakyat rendahan seperti mereka. Tidak, dia tidak akan membiarkan hal itu terjadi. Dengan cepat Wei berlari keluar bahkan Yihan tidak sempat menahan tangannya.
Wei berdiri di depan Jiang dengan berani seraya menatap para prajurit dengan tajam. Entah dapat keberanian darimana gadis yang tadinya bersujud memohon ampunan itu, yang pasti mereka paham bahwa ia saat ini sedang melindungi kedua orang tuanya.
"Aku tidak akan membiarkan kalian melukai kedua orang tuaku! Pergi kalian dari sini!" seru Wei dengan kerasnya.
"Kami tidak bisa pergi tanpa membawamu. Kita persingkat saja, ingin ikut dengan cara baik atau paksaan? Aku bisa saja memenggal kepala ayahmu jika saja kamu bersikeras mengusir kami." ancaman yang di lontarkan prajurit tersebut membuat nyali Wei menciut. Dia tidak berani berkata apa-apa lagi, hanya bisa menggigit bibir karena merasa cemas. Ucapan seorang prajurit soal membunuh tidak pernah main-main. Nyawa seseorang bagaikan mainan bagi mereka.
Prajurit dengan pakaian baja itu segera berlutut diikuti oleh prajurit yang lain tatkala terdengar suara tapak kaki kuda dari belakang gubuk. Disana terdapat seorang pria yang sedang menunggangi kuda dengan memakai pakaian jubah warna merah. Wajahnya yang putih bersih itu terlihat tegas, matanya menyorot tajam ke arah semua prajurit yang berlutut.
Mengikuti arah pandang prajurit, Jiang dan Yihan sujud di tanah menghadap orang yang baru saja turun dari kuda.
Wei yang menyadari bahwa orang itu penting juga ikut sujud seperti kedua orang tuanya. Kemudian terdengar teriakan dari para prajurit.
"Kami memberi hormat untuk kaisar!"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 62 Episodes
Comments
Ayatul Husni
bagus
2024-08-25
0
Ayu Dani
akoh mampir Thor
2024-06-21
0