NovelToon NovelToon

Gadis Miskin Menjadi Permaisuri

Bab 1: Bukan Orang Penting

Di sebuah hutan, terdapat satu gubuk kecil dengan atap daun yang sudah bolong-bolong. Hari sudah menjelang malam, tapi seorang gadis dengan rambut panjang kusut dan pakaian kotor compang-camping itu masih setia berdiri di depan gubuk. Ia memperhatikan langit yang mulai berubah warna menjadi jingga, pertanda sebentar lagi hari akan gelap.

Matanya menjelajah ke sekitar hutan, tepatnya ke arah jalan seperti sedang menanti seseorang. Saat mendengar suara langkah kaki, gadis itu segera berlari ke arah jalanan.

Namun gadis itu berhenti saat melihat banyak pasukan Kerajaan Taoming datang ke arahnya. Ia juga melihat kedua orang tuanya di bawa oleh dua orang prajurit.

"Wei, kenapa tidak menunggu di dalam rumah?" ujar Yihan, Ibu dari gadis yang dipanggil Wei tersebut. Yihan berjalan mendekati Wei dan langsung menggenggam kedua tangannya.

"Kau masuklah dulu, ayah ada urusan dengan para prajurit ini." perintah Jiang, Ayah Wei seraya melirik para prajurit yang ada di belakangnya.

Wei mengernyitkan dahi bingung, tidak mengerti tentang urusan antara ayahnya dengan pasukan Kerajaan Taoming. Mungkinkah kedua orang tuanya akan di penggal karena telah melakukan kesalahan saat bekerja? Membayangkan hal itu, Wei segera bersujud di tanah. Hal itu membuat Jiang dan Yihan lebih terkejut.

"Tolong ampuni kedua orang tua hamba. Mereka mungkin melakukan kesalahan karena mereka juga tidak sempurna. Tolong jangan hukum mereka!"

"Kenapa kau seperti ini, Wei? Ayah dan ibu tidak melakukan kesalahan apa pun, tenanglah!"

Salah satu prajurit maju ke depan, ke hadapan Wei. "Sepertinya kau salah paham dengan maksud kedatangan kami. Kami disini untuk menjemputmu ke Istana Taoming." ucapnya yang membuat Wei segera menegakkan tubuh.

Ia bingung mendengar apa yang dikatakan prajurit tersebut. Istana Taoming, bukan sembarang orang bisa pergi kesana. Hanya keluarga bangsawan dan orang-orang penting saja yang bisa masuk. Dirinya hanya anak dari budak miskin hanya bisa bermimpi untuk masuk ke istana. Meskipun kata orang istana sangat menyenangkan, ia hanya bisa mendengar dan membayangkan saja. Lalu sekarang tiba-tiba prajurit datang untuk menjemputnya ke istana? Mimpi apa sampai ia bisa diperlakukan seperti itu?

"Kenapa kalian ingin menjemputku ke istana? Aku bukan orang penting," sanggah Wei dengan dahi berkerut.

"Kami hanya menjalankan perintah dari Kaisar."

Lagi, Wei dibuat tidak mengerti. Darimana Kaisar mengenal dirinya sampai memberi perintah untuk membawa dirinya ke istana? Semua sangat membingungkan untuk gadis yang baru menginjak usia ke 20 tahunnya kemarin.

Jiang dan Yihan membantu Wei untuk berdiri. "Izinkan kami untuk berbicara dengannya sebentar." tutur Jiang dengan raut wajah seperti memerintahkan Yihan untuk segera membawa Wei masuk ke dalam rumah mereka. Mengerti dengan raut wajah suaminya, Yihan segera membawa Wei masuk ke dalam rumah.

"Baiklah, tapi jangan terlalu lama. Hari sebentar lagi akan gelap, kami harus segera membawanya ke istana." ucap prajurit tadi sambil sesekali menatap ke arah langit.

Jiang tak lagi menjawab, ia langsung masuk ke dalam rumahnya dan mengunci pintu dengan rapat. Di tatapnya Wei yang duduk di atas kursi dengan kerutan di dahi. Dia tahu sebingung apa putri bungsunya itu. Jiang duduk di depan Wei dan Yihan dengan berat hati.

"Kita harus mengalihkan perhatian para prajurit itu agar Wei bisa kabur. Kita tidak boleh membiarkan Wei menginjak istana." Jiang berkata dengan setengah berbisik, takut suaranya akan di dengar oleh prajurit yang masih berdiri di luar rumahnya.

"Apa maksud ayah? Sebenarnya apa yang terjadi, apa kalian membuat kesalahan?" tanya Wei yang juga ikut berbisik. "Katakanlah agar aku bisa mengerti!"

"Wei, jangan banyak bertanya, ikuti saja perintah ayah. Saat aku keluar nanti, kau dan Wei harus kabur lewat pintu belakang. Jangan pernah menoleh ke belakang apa pun yang terjadi, kalian berdua harus tetap berlari. Apa kalian mengerti?"

Yihan menatap Jiang dengan sedih. Mendengar ucapan Jiang, ia menjadi tidak mampu untuk meninggalkannya seorang diri. Bagaimana mungkin dia dengan begitu tega meninggalkan suami yang sudah bersamanya selama 23 tahun?

Yihan mengusap kedua pipi Wei, kemudian memeluknya dengan erat seolah itu adalah salam perpisahan. "Ibu akan membantu ayahmu, kau pergilah sekarang."

"Tidak! Aku tidak tahu dengan masalah kalian yang menyuruhku untuk kabur, setidaknya kalian harus menjelaskannya padaku!" tegas Wei dengan suara pelan.

Jiang mengguncang kedua bahu Wei, wajahnya merah padam seperti menahan amarah. "Istana bukan tempat untukmu. Dibandingkan dengan istana, hutan dengan beribu binatang buas lebih baik untukmu!"

"Tapi kenapa aku harus kesana? Kenapa kaisar memerintahkan pasukannya untuk membawaku ke istana? Jika bukan karena kesalahan kalian, lalu karena apa aku harus ke istana?"

"Kau tidak perlu tahu, semuanya sangat rumit, Wei. Pergi sekarang juga!" usir Jiang sambil mendorong Wei ke pintu belakang. Setelah itu dia segera berjalan keluar.

Rencana Jiang tidak berhasil karena rumahnya saat ini di kepung oleh para prajurit. Tidak ada celah untuk Wei bisa kabur dan tidak ada tenaga untuknya bisa melawan. Prajurit yang tadi mendekati Jiang. "Kita permudah saja agar tidak ada pertumpahan darah disini. Apa kau ingin membuat putrimu melihat aku memenggal kepalamu?"

Dari dalam gubuk, Wei memperhatikan punggung Jiang dengan rasa khawatir. Berita tentang kekejaman pasukan Kerajaan Taoming sudah tersebar ke penjuru negeri. Bukan sulit bagi mereka untuk mengayunkan pedang ke leher rakyat rendahan seperti mereka. Tidak, dia tidak akan membiarkan hal itu terjadi. Dengan cepat Wei berlari keluar bahkan Yihan tidak sempat menahan tangannya.

Wei berdiri di depan Jiang dengan berani seraya menatap para prajurit dengan tajam. Entah dapat keberanian darimana gadis yang tadinya bersujud memohon ampunan itu, yang pasti mereka paham bahwa ia saat ini sedang melindungi kedua orang tuanya.

"Aku tidak akan membiarkan kalian melukai kedua orang tuaku! Pergi kalian dari sini!" seru Wei dengan kerasnya.

"Kami tidak bisa pergi tanpa membawamu. Kita persingkat saja, ingin ikut dengan cara baik atau paksaan? Aku bisa saja memenggal kepala ayahmu jika saja kamu bersikeras mengusir kami." ancaman yang di lontarkan prajurit tersebut membuat nyali Wei menciut. Dia tidak berani berkata apa-apa lagi, hanya bisa menggigit bibir karena merasa cemas. Ucapan seorang prajurit soal membunuh tidak pernah main-main. Nyawa seseorang bagaikan mainan bagi mereka.

Prajurit dengan pakaian baja itu segera berlutut diikuti oleh prajurit yang lain tatkala terdengar suara tapak kaki kuda dari belakang gubuk. Disana terdapat seorang pria yang sedang menunggangi kuda dengan memakai pakaian jubah warna merah. Wajahnya yang putih bersih itu terlihat tegas, matanya menyorot tajam ke arah semua prajurit yang berlutut.

Mengikuti arah pandang prajurit, Jiang dan Yihan sujud di tanah menghadap orang yang baru saja turun dari kuda.

Wei yang menyadari bahwa orang itu penting juga ikut sujud seperti kedua orang tuanya. Kemudian terdengar teriakan dari para prajurit.

"Kami memberi hormat untuk kaisar!"

Bab 2: Membawanya Dengan Hormat

Pria berjubah merah itu tak lain adalah Fengying, Kaisar Kerajaan Taoming. Ia kini berjalan mendekati anak buahnya. "Bukankah perintahku pagi tadi sudah jelas?"

"Jelas, kaisar!"

"Jika jelas, kenapa kalian mengancamnya? Aku menyuruh kalian untuk membawanya dengan penuh hormat!" suara berat bernada penuh amarah itu membuat semuanya tidak berani mengangkat kepala.

Wei yang masih bersujud di tanah itu bergetar ketakutan. Kepalanya di penuhi berbagai pertanyaan tentang maksud dan tujuan Kaisar datang ke tempatnya serta memerintahkan prajuritnya untuk membawa dirinya ke istana. Dia bukanlah orang penting, hanya anak budak rendahan yang paling miskin.

"Mohon maafkan kelalaian hamba, kaisar!" seru prajurit tadi yang mengancam Wei. Meskipun wajahnya terlihat tegas, tapi ia tidak bisa menyembunyikan ketakutannya.

Fengying tidak lagi menanggapi ucapan prajuritnya, ia kini membalikkan badan dan jongkok di hadapan Wei yang sedang bersujud. Ia menegakkan tubuh Wei, membuat si pemilik tubuh terkejut. Senyum penuh kehangatan di lontarkannya kepada Wei, ia kemudian membersihkan tanah di dahi Wei.

Wei yang di perlakukan seperti itu oleh kaisar tidak mampu berkata-kata. Tubuhnya seolah membeku, mulutnya seolah sudah dijahit sehingga ia kini tidak bisa melakukan apa-apa.

Jiang yang masih bersujud tidak mampu menyaksikan anaknya di perlakukan baik oleh Fengying. Lantas ia berteriak membuat Fengying menghentikan aktivitasnya. "Mohon jangan bawa putri hamba, kaisar! Dia anak dari budak rendahan yang miskin, tidak pantas menjadi permaisuri!"

Sekarang Wei baru mengerti. Ia akan dijadikan permaisuri dengan statusnya sebagai anak dari budak. Ia sulit untuk percaya, tapi tidak mungkin kaisar jauh-jauh datang ke tempatnya jika hanya membersihkan tanah di dahinya.

"Dia sudah di takdirkan untuk menjadi permaisuri, ibu dari negeri ini. Apa kau ingin melawan takdir?" ujar Fengying dengan menusuk membuat Jiang tidak bisa berkata-kata lagi.

Dari arah jalan, terdengar suara langkah kaki. Suara kali ini jauh lebih ramai, entah siapa lagi yang datang ke tempat ini. Tak lama muncul pelayan dari istana dan beberapa prajurit dengan membawa tandu.

"Beri hormat untuk calon permaisuri!" perintah Fengying membuat semua orang yang ada disana segera berlutut.

"Kami memberi hormat untuk calon permaisuri!"

Sudah, Wei tidak bisa berdiam diri lagi. Ia kemudian dengan berani menatap Fengying padahal sadar status mereka bagaikan langit dan bumi.

"Mohon maafkan hamba jika lancang bertanya. Kenapa hamba ditakdirkan menjadi permaisuri? Hamba sadar dengan status hamba yang sangat rendah, tidak akan mungkin bisa menjadi permaisuri. Bukankah yang bisa menduduki posisi permaisuri hanya putri bangsawan?" Fengying sedikit terkejut dengan pertanyaan yang di lontarkan Wei. Dia memang anak dari budak, tapi kenapa saat dia berbicara seperti gadis terpelajar yang bijak? Jika membandingkan dengan kedua orang tuanya, Wei terlihat jauh lebih berani.

Fengying berdehem, kemudian menatap Wei dengan dalam. "Takdirmu diramalkan menjadi permaisuri negeri ini. Jika sudah ditakdirkan, tidak peduli statusmu apa, kau akan tetap menjadi permaisuri. Apa kau sudah mendengar kabar tentang beberapa permaisuri terdahulu yang meninggal secara mendadak? Takdir mereka bukan menjadi permaisuri, posisi itu menunggumu untuk mendudukinya."

Wei terlihat percaya, tapi beberapa detik kemudian dia menatap kedua orang tuanya. Dia terpikir dengan ucapan Jiang di gubuk tadi bahwa hutan dengan beribu binatang buas lebih baik untuknya daripada istana. Sebenarnya ada apa di istana? Bukankah orang-orang berkata jika istana tempat yang menyenangkan, lalu kenapa ayahnya berkata demikian?

"Jika hamba menjadi permaisuri, apa derajat kedua orang tua hamba akan di angkat?"

"Tentu saja. Mereka akan diperlakukan dengan baik dan bisa tinggal di pusat kota. Mereka bebas memilih rumah yang ingin di tempati, mereka juga tidak perlu bekerja seperti budak lagi." ucapan Fengying membuat jantung Wei berdetak kencang. Semudah itu untuk mengangkat derajat kedua orang tuanya, apa dia harus menyia-nyiakan kesempatan ini? Tidak, Wei menggelengkan kepala saat Jiang menatapnya seolah mengisyaratkan untuk tidak pergi ke istana.

"Baiklah, hamba siap menjadi permaisuri. Mohon maafkan hamba jika lancang menerima tawaran ini, kaisar."

Jiang tidak bisa lagi menahan semuanya, ia langsung menegakkan tubuhnya dan menatap Wei yang sedang memberi hormat pada kaisar.

"Wei, apa maksudmu?!" seru Jiang membuat Wei langsung menatapnya. "Apa kau tidak mendengar perkataan ayah tadi? Kenapa kau keras kepala sekali?!"

Saat Wei akan berbicara, Fengying terlebih dahulu menjawab ucapan Jiang dengan tegasnya. "Mungkin kau berpikir bahwa istana menakutkan. Tapi putrimu adalah permaisuri, dia akan disegani orang-orang dan akan di hormati dengan layak. Aku akan memastikan keselamatan putrimu di istana, dia akan aman bersamaku."

"Tapi kaisar, putri hamba tidak berilmu sama sekali. Ia sangat bodoh dan polos, tidak pantas menjadi permaisuri!"

"Tidak ada kata terlambat untuk belajar. Selama di istana nanti dia akan diberi berbagai pelajaran agar siap mengelola negeri ini. Apa kau tidak menyadari bahwa putrimu ini sangat cerdas? Dia sudah memiliki aura seorang permaisuri."

Yihan yang diam sedari tadi, kini ikut bersuara. "Mohon, kaisar jangan bawa putri hamba. Lebih baik kaisar memenggal kepala kami bertiga sekarang juga daripada kami harus melihat putri kami menjadi permaisuri!" air mata mulai mengalir dari pelupuk matanya saat membayangkan Wei diberi gelar permaisuri.

Fengying tertawa terbahak-bahak seperti mendengar lelucon. "Ah, berarti benar putrimu ditakdirkan menjadi permaisuri. Aku sudah memenggal banyak kepala sejak tadi saat para budak mengaku anak mereka ditakdirkan menjadi permaisuri. Baiklah, aku akan segera membawa putri kalian ke istana sekarang juga. Prajurit, perlakukan orang tua calon permaisuri dengan baik. Bawa mereka ke pusat kota dan biarkan mereka memilih rumah yang mereka inginkan!"

Jiang dan Yihan menggelengkan kepala mereka saat sadar telah melakukan kebodohan yang akan menghancurkan segalanya.

"Tidak, bukan seperti itu, kaisar!" bantah Jiang dengan mata berkaca-kaca. Semuanya sadar betapa takutnya pria tua itu membayangkan putrinya akan dibawa.

"Hamba telah melakukan kebodohan, mohon jangan bawa putri hamba!"

"Jangan bawa putri kami, kaisar!"

Wei sangat tidak mengerti kenapa kedua orang tuanya sangat ketakutan. Apa istana memang semenakutkan itu? Apa benar istana lebih buruk dari hutan dengan beribu binatang buas? Bukannya ikut takut, Wei mulai merasa penasaran dengan istana. Sebenarnya ada apa di istana? Pertanyaan itu kerap kali masuk ke pikirannya.

"Tenang saja, putri kalian akan aman. Dia akan di perlakukan dengan sangat baik sampai dia tidak menyesal mengemban posisi permaisuri. Akan aku pastikan itu."

Setelah mengatakan hal itu, Fengying membantu Wei berdiri kemudian menuntunnya masuk ke dalam tandu yang dibawa oleh prajurit. Saat memastikan Wei sudah aman di dalam tandu, ia segera memerintahkan prajurit untuk segera ke istana.

Bab 3: Di Gendongan Kaisar

Para prajurit yang membawa tandu berhenti saat mereka sudah sampai di depan gerbang istana. Tandu di turunkan ke tanah, beberapa pelayan segera membuka tandu tersebut dan sedikit terkejut saat melihat Wei tidur di dalam tandu.

Tidak ada yang berani membangunkan Wei sampai akhirnya Fengying turun dari kuda untuk melihat sendiri apa yang membuat pelayan saling berbisik dengan raut wajah ketakutan.

"Ada apa?" ujar Fengying membuat para pelayan tersebut lebih terkejut. Refleks mereka sujud di tanah dan memohon ampunan.

"Mohon ampuni kami, kaisar! Kami tidak berani membangunkan calon permaisuri sehingga membuat kaisar turun dari kuda!"

Fengying tidak menanggapi para pelayan tersebut, dia kini melirik ke dalam tandu. Benar saja, gadis dengan bulu mata lentik, bibir tipis sedikit pucat, pipi tirus dengan wajah terdapat tanah itu sedang tertidur dengan nyenyaknya. Selama kurang lebih 1 jam perjalanan, Fengying berpikir Wei menikmati keindahan kota karena tidak sembarangan orang bisa masuk ke sana. Tapi gadis itu lebih memilih untuk tidur. Tidakkah dia panik karena tiba-tiba dibawa ke istana untuk menjadi permaisuri?

Tidak banyak bicara, Fengying segera membawa Wei keluar kemudian menggendongnya. Hal itu membuat semua orang yang ada disana terkejut bukan main. Bagaimana bisa seorang kaisar menggendong gadis rendahan seperti Wei?

"Kaisar, mohon biarkan kami yang membawa calon permaisuri!" pinta para pelayan yang masih bersujud di tanah.

"Penuhi saja kolam di kediaman permaisuri dan siapkan pakaian untuk permaisuri. Kalian harus melayaninya dengan baik, jangan sampai gadis ini merasa tidak nyaman karena ulah kalian!" Fengying berkata dengan sorot mata dinginnya.

Para pelayan tersebut mengangguk mengerti dan segera pergi ke kediaman permaisuri yang bersebelahan dengan kediaman kaisar. Jika berlari dari gerbang istana, mereka akan memakan waktu kurang lebih 10 menit. Istana Taoming sangat besar, di dalam istana terdapat banyak kediaman. Terdiri dari kediaman kaisar, permaisuri, keluarga kerajaan, selir, para menteri, tabib, dayang, kasim, pelayan, koki kerajaan dan prajurit. Di tengah-tengah istana terdapat tempat perkumpulan kaisar dan menteri. Di setiap kediaman terdapat paviliun indah yang berada di tengah danau buatan. Jika dihitung, mungkin terdapat kurang lebih 13 danau buatan. Di istana juga terdapat 24 perpustakaan yang masing-masing ada di kediaman, sisanya tersebar di luar kediaman.

Fengying sedikit menaikkan Wei yang berada di gendongannya. Tubuh Wei kurus, dia berpikir tubuhnya itu akan seringan kapas. Fengying tidak menduga jika tubuh kurus itu sangat berat.

Mereka kini tiba di kediaman kaisar. Terlihat 4 orang wanita memakai gaun serba mewah dengan banyak pernak-pernik di tubuh mereka sedang berdiri di depan pintu kediaman Fengying.

"Kaisar, gadis kotor mana yang kaisar gendong itu?!" pekik Zhuan, selir pertama Fengying. Pekikkan Zhuan membuat selir yang lainnya menatap ke arah Fengying. Mereka berempat segera berjalan mendekati Fengying dengan sorot mata menatap Wei penuh kebencian.

Yang memakai gaun warna merah adalah Zhuan, selir pertama. Yang memakai gaun warna biru adalah Quolin, selir kedua. Yang memakai gaun warna hitam adalah Baoyi, selir ketiga. Dan yang memakai gaun warna putih adalah Annchi, selir keempat. Wajah mereka sangat cantik-cantik di poles dengan riasan. Tapi yang paling menonjol di antara mereka adalah Zhuan. Dia terlihat paling cantik, apa lagi banyak perhiasan yang melekat di rambutnya.

"Siapa gadis ini?" tanya Baoyi yang kali ini mulai terlihat sedikit tenang. Terlihat dari tatapan matanya yang tidak lagi dipenuhi kemarahan.

"Hei, siapa kau? Berani sekali gadis kotor sepertimu di gendong oleh kaisar!" Annchi menarik rambut Wei sehingga membuat si pemilik rambut langsung membuka kedua matanya dengan sempurna.

Wei terlonjak kaget dan segera turun dari gendongan Fengying. Dia kebingungan menatap ke sekeliling. 'Dimana dirinya sekarang? Apa sudah sampai di istana?' batinnya.

"Aku dimana?" tanyanya dengan raut wajah kebingungan. Matanya menatap keempat wanita yang berdiri di hadapannya saat ini. Keempat wanita itu menatap dirinya dengan penuh kemarahan. Apa salahnya?

Quolin maju selangkah. "Kau lancang sekali!" teriaknya sambil mendorong bahu Wei.

"Apa kau sadar telah di gendong oleh kaisar?! Sungguh lancang sekali gadis kotor sepertimu di gendong oleh kaisar! Kau harus segera di beri pelajaran agar sadar dengan statusmu yang rendahan itu!" Zhuan meneruskan ucapan Quolin, dia ikut mendorong bahu Wei sehingga membuat gadis itu terjatuh.

Fengying tidak tahan lagi dengan kegilaan keempat selirnya itu. "Kalian berhentilah! Beri hormat untuk calon permaisuri. Sebenarnya kalian yang lancang disini karena berani mendorong calon permaisuri!" bentaknya yang membuat keempat selir itu terkejut.

"A...apa?" Baoyi terlihat setengah percaya. "Tidak mungkin gadis kotor itu adalah calon permaisuri!"

"Kau lancang sekali selir ketiga, cepat beri hormat!" Fengying membantu Wei berdiri, setelah itu dia menatap keempat selirnya yang masih berdiri di hadapannya.

Dengan perasaan campur aduk, keempat selir itu segera membungkukkan badan untuk memberi hormat kepada Wei. "Kami memberi hormat untuk calon permaisuri!"

"Bagus. Lain kali jika aku melihat kalian berlaku kasar pada permaisuri, aku tidak akan segan mengurung kalian ke penjara dingin!" ancam Fengying sebelum dia membawa Wei ke kediaman permaisuri.

Penjara dingin adalah tempat untuk anggota kerajaan yang telah melanggar peraturan istana. Sesuai namanya, penjara dingin adalah tempat paling dingin dengan berbagai alat penyiksaan. Mereka yang sudah masuk kesana tidak akan pernah bisa keluar. Saat mereka keluar, tubuh mereka sudah membiru dan tidak bisa diselamatkan lagi. Sama saja dengan hukuman mati yang melalui tahap penyiksaan terlebih dahulu. Daripada masuk ke penjara dingin, mereka lebih memilih menerima hukuman gantung diri.

Saat menginjakkan kaki di kediaman permaisuri, Wei dibuat terpana dengan keindahan yang ada di dalam sana. Kediaman permaisuri sangat luas. Saat baru menginjakkan kaki disana, Wei sudah disuguhi dengan sebuah rumah besar yang di setiap dindingnya terdapat ukiran bunga krisan. Jika berjalan sedikit jauh dia akan mendapati perpustakaan. Jika berjalan lebih jauh lagi dia akan tiba di danau buatan dengan sebuah paviliun indah di tengahnya.

Di danau tersebut terdapat banyak bunga teratai. Di jembatan yang menuju ke paviliun terdapat banyak lentera yang terang. Paviliun juga tidak kalah indahnya. Paviliun tiga tingkat itu memudahkan untuk menikmati keindahan kediaman permaisuri.

"Masuklah ke dalam, besok kau akan menerima banyak pelajaran dari dayang istana." ucap Fengying saat melihat para pelayan berlari ke arah mereka.

Wei hanya diam sambil menganggukkan kepalanya. Namun, saat teringat bagaimana dia di gendong kaisar tadi, dengan cepat gadis itu bersujud. Para pelayan yang baru tiba itu terkejut kemudian ikut bersujud.

"Mohon maafkan kelancangan hamba tadi, kaisar. Tidak sepantasnya hamba di gendong oleh kaisar." tuturnya lembut namun penuh ketakutan.

"Berdirilah, saat ini kau tidak pantas bersujud seperti itu. Dahi calon ibu negeri ini tidak boleh kotor oleh tanah." Fengying membantu Wei berdiri, dan lagi dia membersihkan dahi Wei.

Hal itu membuat Wei tertegun. Jantungnya berdetak dengan cepat bukan karena mulai jatuh cinta pada kaisar. Tapi karena baru ada seseorang yang memperlakukannya seperti manusia setelah kedua orang tua dan kakak laki-lakinya. Apa lagi status mereka yang masih bagaikan langit dan bumi itu membuat Wei sulit menerima kehangatan dari Kaisar Kerajaan Taoming.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!