Pria berjubah merah itu tak lain adalah Fengying, Kaisar Kerajaan Taoming. Ia kini berjalan mendekati anak buahnya. "Bukankah perintahku pagi tadi sudah jelas?"
"Jelas, kaisar!"
"Jika jelas, kenapa kalian mengancamnya? Aku menyuruh kalian untuk membawanya dengan penuh hormat!" suara berat bernada penuh amarah itu membuat semuanya tidak berani mengangkat kepala.
Wei yang masih bersujud di tanah itu bergetar ketakutan. Kepalanya di penuhi berbagai pertanyaan tentang maksud dan tujuan Kaisar datang ke tempatnya serta memerintahkan prajuritnya untuk membawa dirinya ke istana. Dia bukanlah orang penting, hanya anak budak rendahan yang paling miskin.
"Mohon maafkan kelalaian hamba, kaisar!" seru prajurit tadi yang mengancam Wei. Meskipun wajahnya terlihat tegas, tapi ia tidak bisa menyembunyikan ketakutannya.
Fengying tidak lagi menanggapi ucapan prajuritnya, ia kini membalikkan badan dan jongkok di hadapan Wei yang sedang bersujud. Ia menegakkan tubuh Wei, membuat si pemilik tubuh terkejut. Senyum penuh kehangatan di lontarkannya kepada Wei, ia kemudian membersihkan tanah di dahi Wei.
Wei yang di perlakukan seperti itu oleh kaisar tidak mampu berkata-kata. Tubuhnya seolah membeku, mulutnya seolah sudah dijahit sehingga ia kini tidak bisa melakukan apa-apa.
Jiang yang masih bersujud tidak mampu menyaksikan anaknya di perlakukan baik oleh Fengying. Lantas ia berteriak membuat Fengying menghentikan aktivitasnya. "Mohon jangan bawa putri hamba, kaisar! Dia anak dari budak rendahan yang miskin, tidak pantas menjadi permaisuri!"
Sekarang Wei baru mengerti. Ia akan dijadikan permaisuri dengan statusnya sebagai anak dari budak. Ia sulit untuk percaya, tapi tidak mungkin kaisar jauh-jauh datang ke tempatnya jika hanya membersihkan tanah di dahinya.
"Dia sudah di takdirkan untuk menjadi permaisuri, ibu dari negeri ini. Apa kau ingin melawan takdir?" ujar Fengying dengan menusuk membuat Jiang tidak bisa berkata-kata lagi.
Dari arah jalan, terdengar suara langkah kaki. Suara kali ini jauh lebih ramai, entah siapa lagi yang datang ke tempat ini. Tak lama muncul pelayan dari istana dan beberapa prajurit dengan membawa tandu.
"Beri hormat untuk calon permaisuri!" perintah Fengying membuat semua orang yang ada disana segera berlutut.
"Kami memberi hormat untuk calon permaisuri!"
Sudah, Wei tidak bisa berdiam diri lagi. Ia kemudian dengan berani menatap Fengying padahal sadar status mereka bagaikan langit dan bumi.
"Mohon maafkan hamba jika lancang bertanya. Kenapa hamba ditakdirkan menjadi permaisuri? Hamba sadar dengan status hamba yang sangat rendah, tidak akan mungkin bisa menjadi permaisuri. Bukankah yang bisa menduduki posisi permaisuri hanya putri bangsawan?" Fengying sedikit terkejut dengan pertanyaan yang di lontarkan Wei. Dia memang anak dari budak, tapi kenapa saat dia berbicara seperti gadis terpelajar yang bijak? Jika membandingkan dengan kedua orang tuanya, Wei terlihat jauh lebih berani.
Fengying berdehem, kemudian menatap Wei dengan dalam. "Takdirmu diramalkan menjadi permaisuri negeri ini. Jika sudah ditakdirkan, tidak peduli statusmu apa, kau akan tetap menjadi permaisuri. Apa kau sudah mendengar kabar tentang beberapa permaisuri terdahulu yang meninggal secara mendadak? Takdir mereka bukan menjadi permaisuri, posisi itu menunggumu untuk mendudukinya."
Wei terlihat percaya, tapi beberapa detik kemudian dia menatap kedua orang tuanya. Dia terpikir dengan ucapan Jiang di gubuk tadi bahwa hutan dengan beribu binatang buas lebih baik untuknya daripada istana. Sebenarnya ada apa di istana? Bukankah orang-orang berkata jika istana tempat yang menyenangkan, lalu kenapa ayahnya berkata demikian?
"Jika hamba menjadi permaisuri, apa derajat kedua orang tua hamba akan di angkat?"
"Tentu saja. Mereka akan diperlakukan dengan baik dan bisa tinggal di pusat kota. Mereka bebas memilih rumah yang ingin di tempati, mereka juga tidak perlu bekerja seperti budak lagi." ucapan Fengying membuat jantung Wei berdetak kencang. Semudah itu untuk mengangkat derajat kedua orang tuanya, apa dia harus menyia-nyiakan kesempatan ini? Tidak, Wei menggelengkan kepala saat Jiang menatapnya seolah mengisyaratkan untuk tidak pergi ke istana.
"Baiklah, hamba siap menjadi permaisuri. Mohon maafkan hamba jika lancang menerima tawaran ini, kaisar."
Jiang tidak bisa lagi menahan semuanya, ia langsung menegakkan tubuhnya dan menatap Wei yang sedang memberi hormat pada kaisar.
"Wei, apa maksudmu?!" seru Jiang membuat Wei langsung menatapnya. "Apa kau tidak mendengar perkataan ayah tadi? Kenapa kau keras kepala sekali?!"
Saat Wei akan berbicara, Fengying terlebih dahulu menjawab ucapan Jiang dengan tegasnya. "Mungkin kau berpikir bahwa istana menakutkan. Tapi putrimu adalah permaisuri, dia akan disegani orang-orang dan akan di hormati dengan layak. Aku akan memastikan keselamatan putrimu di istana, dia akan aman bersamaku."
"Tapi kaisar, putri hamba tidak berilmu sama sekali. Ia sangat bodoh dan polos, tidak pantas menjadi permaisuri!"
"Tidak ada kata terlambat untuk belajar. Selama di istana nanti dia akan diberi berbagai pelajaran agar siap mengelola negeri ini. Apa kau tidak menyadari bahwa putrimu ini sangat cerdas? Dia sudah memiliki aura seorang permaisuri."
Yihan yang diam sedari tadi, kini ikut bersuara. "Mohon, kaisar jangan bawa putri hamba. Lebih baik kaisar memenggal kepala kami bertiga sekarang juga daripada kami harus melihat putri kami menjadi permaisuri!" air mata mulai mengalir dari pelupuk matanya saat membayangkan Wei diberi gelar permaisuri.
Fengying tertawa terbahak-bahak seperti mendengar lelucon. "Ah, berarti benar putrimu ditakdirkan menjadi permaisuri. Aku sudah memenggal banyak kepala sejak tadi saat para budak mengaku anak mereka ditakdirkan menjadi permaisuri. Baiklah, aku akan segera membawa putri kalian ke istana sekarang juga. Prajurit, perlakukan orang tua calon permaisuri dengan baik. Bawa mereka ke pusat kota dan biarkan mereka memilih rumah yang mereka inginkan!"
Jiang dan Yihan menggelengkan kepala mereka saat sadar telah melakukan kebodohan yang akan menghancurkan segalanya.
"Tidak, bukan seperti itu, kaisar!" bantah Jiang dengan mata berkaca-kaca. Semuanya sadar betapa takutnya pria tua itu membayangkan putrinya akan dibawa.
"Hamba telah melakukan kebodohan, mohon jangan bawa putri hamba!"
"Jangan bawa putri kami, kaisar!"
Wei sangat tidak mengerti kenapa kedua orang tuanya sangat ketakutan. Apa istana memang semenakutkan itu? Apa benar istana lebih buruk dari hutan dengan beribu binatang buas? Bukannya ikut takut, Wei mulai merasa penasaran dengan istana. Sebenarnya ada apa di istana? Pertanyaan itu kerap kali masuk ke pikirannya.
"Tenang saja, putri kalian akan aman. Dia akan di perlakukan dengan sangat baik sampai dia tidak menyesal mengemban posisi permaisuri. Akan aku pastikan itu."
Setelah mengatakan hal itu, Fengying membantu Wei berdiri kemudian menuntunnya masuk ke dalam tandu yang dibawa oleh prajurit. Saat memastikan Wei sudah aman di dalam tandu, ia segera memerintahkan prajurit untuk segera ke istana.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 62 Episodes
Comments