Mine
“Nah, kak Serena. Aku mau ngasih tau, kalau mulai sekarang aku sama Jevan udah resmi pacaran. Kakak merestui hubungan kami kan?”
Bagai tersambar petir di siang bolong, Serena nyaris menyemburkan jus apel yang baru diminumnya setelah mendengar berita yang baru disampaikan oleh adik kembarnya.
Kedua mata Serena membulat lebar, kaget bukan main mengetahui hal ini. Iris kecoklatannya menatap nanar sepasang kekasih baru yang duduk di depannya itu.
“Se-sejak kapan?” Mendadak lidah Serena terasa keluh untuk sekedar bertanya. Ah, tidak. Sebenarnya kalau boleh memilih, Serena enggan untuk bertanya lebih detail soal asmara kedua orang itu.
Bukan tanpa alasan mengapa Serena enggan, hanya mengetahui soal hubungan mereka berdua saja sudah membuat hatinya terasa sesak dan nyeri. Seperti baru diremas kuat oleh tangan tak kasat mata. Ini rasanya jauh lebih menyakitkan ketimbang awal dirinya mulai mengendus kedekatan Jasmine; adiknya kembarnya, dengan laki-laki yang disukainya secara diam-diam itu.
Jevano Alexander, sosok lelaki tampan dengan hidung mancung yang diam-diam menjadi crush abadi Serena selama empat tahun lamanya. Tepatnya sejak keduanya duduk di bangku kelas 2 menengah atas silam.
Dengan tanpa malu Jasmine mulai menceritakan bagaimana Jevano menyatakan cinta padanya dengan romantis di sebuah restoran bintang lima yang menyuguhkan pemandangan kota pada malam hari yang sangat cantik.
Sayangnya, Serena tidak ingin mendengar kelanjutan cerita romantis tentang kedua orang itu. Tidak di saat hatinya baru saja di landa remuk redam oleh karena patah hati untuk yang ke sekian kalinya. Ini bukan kali pertama Serena di buat patah hati oleh adik kembarnya sendiri, yang telah mencuri semua perhatian Jevano semenjak Serena memperkenalkan kedua orang itu.
Serena tahu, jauh dalam lubuk hatinya, dia sudah menduga hal ini pasti akan terjadi, cepat atau lambat. Mengingat bagaimana dekatnya Jevano dengan Jasmine dalam waktu yang sangat singkat, tatapan penuh damba yang tanpa sadar dilayangkan oleh Jevano pada adiknya, Serena sudah menduga jika mereka akan berakhir bersama bahkan meskipun dia berusaha menjadi penengah di antara kedua orang itu.
Atau mungkin memang sedari awal Serena tak pernah mempunyai kesempatan untuk menjadi yang paling spesial di mata Jevano.
Ya, Serena mestinya menyadari hal itu. Jasmine memang lebih cantik dan menarik ketimbang dirinya, tak heran mengapa Jevano lebih tertarik pada sosok Jasmine yang ceria dan cantik bagaikan Dewi.
Namun tetap saja, kenyataan ini begitu menusuk hati Serena yang selalu mengharapkan adanya kesempatan untuk dirinya dan Jevano bersatu dalam sebuah hubungan spesial. Mereka bahkan saling mengenal dan dekat lebih dulu sebelum Jasmine.
“Kak Serena?”
Panggilan Jasmine sontak membuyarkan lamunan Serena. “O-oh, jadi gitu ya...a-aku nggak percaya aja kalian bisa berakhir bersama. Baguslah kalau gitu, kalau itu Jevano orangnya, aku yakin dia nggak bakal ngecewain kamu.”
Serena ingin sekali merutuki mulutnya yang justru melontarkan kalimat bualan sekedar untuk menghibur hati Jasmine. Serena tahu, Jasmine sangat menantikan kalimat pujian terucap dari mulutnya. Gadis itu tak ubahnya seperti seseorang yang haus akan pujian dan perhatian. Dan bodohnya, Serena justru mengatakan kalimat yang semakin membuat hatinya sesak sendiri.
Jevano memang laki-laki paling baik dan pengertian yang Serena kenal. Itu sudah tak perlu diragukan lagi, Jasmine tidak akan kecewa bila bersama dengan Jevano. Tetapi sayangnya, Serena berharap orang yang berhasil memikat hati Jevano adalah dirinya, bukan Jasmine atau siapapun.
Semua ini benar-benar menyakitkan bagi Serena.
“Mukamu dari tadi kelihatan pucat. Kamu gapapa?” Suara husky yang menjadi favorite Serena terdengar. Jevano bertanya dengan raut muka kelihatan khawatir.
Melihat itu, Serena ingin tertawa sambil menangis. Jevano hanya baik kepada dirinya sebatas teman semata, tidak lebih dan tidak kurang. Bodohnya Serena selalu mengharapkan akan timbulnya perasaan cinta dalam hati Jevano mesti peluangnya amatlah tipis.
Serena menipiskan bibir, membasahinya sedikit agar tidak kelihatan kaku-kaku amat. Dia harus segera pulang sebelum air mata tumpah ruah di sana, di depan pasangan yang baru meresmikan hubungan mereka.
“A-aku sedikit kurang enak badan. Gapapa nih, pamit duluan?” Senyum tipis coba Serena ukir agar kedua orang di depannya percaya.
“Kak Serena sakit?? Kok nggak kasih tau sih kalau kak Serena lagi sakit? Tau gitu aku nggak ngajakin kakak ke sini!” Jasmine hendak bangkit dari duduknya, niat hati menghampiri Serena yang benar-benar kehilangan warna di wajah alias pucat.
Namun sebelum Jasmine berdiri, Jevano menahan lengan Jasmine dan mencegah gadis itu menghampiri Serena. “Biar aku aja yang bantu. Kamu pesenin taksi ya buat Serena?” pinta Jevano pada sang kekasih.
Mereka pergi ke kafe tempat mereka berkumpul ini memang tidak bersama-sama. Serena berangkat dari kampus jadi arahnya tidak sejalan dengan Jevano dan Jasmine.
Jasmine mengangguk mengiyakan, tangannya dengan cepat meraih ponsel yang tergeletak di samping piring yang masih bersih, lalu menghubungi pihak armada taksi untuk mengirimkan satu unit ke lokasi yang dia sebutkan.
Di sisi lain, Serena terpaksa berakting layaknya orang sakit demi mengelabuhi Jevano dan Jasmine. Ini memang cara yang salah dan sedikit jahat, di hari bahagia adiknya, dia malah berakting sakit begini. Tapi Serena tidak sepenuhnya berbohong sih, yang sakit bukan fisiknya melainkan hatinya.
Daripada Serena menangis hebat di sana, justru akan membuat Jevano dan Jasmine curiga, lebih baik Serena memilih pulang dan mengunci dirinya di kamar sampai dia puas melampiaskan kekecewaannya.
Tak berselang lama, taksi akhirnya tiba di depan kafe. Serena menolak tawaran Jevano yang memaksa ingin menuntunnya jalan sampai ke depan kafe. Itu agak berlebihan, lagipula Serena tidak mau merusak suasana romantis antara sang adik dengan Jevano lebih banyak lagi.
“Udah, aku gapapa. Kamu temenin Jasmine aja. Lagian taksinya udah sampai. Kalau gitu aku tinggal dulu ya?” pamit Serena pada Jevano dan Jasmine.
Sebenarnya Jevano tidak tenang membiarkan Serena pulang seorang diri dalam kondisi yang kurang sehat. Jevano tahu betul bagaimana Serena saat gadis itu sakit. Hal ini jelas membuatnya khawatir.
“Kalau udah sampai rumah, segera kasih kabar ya?” pesan Jevano sebelum Serena benar-benar angkat kaki dari kafe itu.
Jasmine memilih diam memperhatikan bagaimana kekasihnya begitu mencemaskan Serena.
Dengan agak kikuk Serena mengangguk kecil. Tak lupa dia berpamitan pada Jasmine dan mengucapkan selamat sebelum dia pergi.
Mau sesakit apa perasaannya, Serena tidak ingin membuat Jasmine kecewa atas sikapnya yang mungkin terkesan janggal di mata Jasmine. Adik kembarnya itu memiliki fisik yang lemah, jadi sebisa mungkin Serena harus menjaga agar perasaan Jasmine selalu dalam keadaan baik dan tidak membuat adiknya berpikir terlalu banyak.
.
.
Serena melangkahkan kaki jenjangnya dengan perasaan hampa dan sesak. Mulutnya tidak bisa menyunggingkan senyum barang sedikit pun. Mau menangis juga harus dia tahan terlebih dahulu supaya tidak ketahuan Jevano yang kemungkinan besar masih memperhatikan dirinya dari tempat lelaki itu berada.
Begitu masuk ke dalam taksi yang sudah menunggu di depan kafe, Serena segera menyebutkan sebaris alamat rumah yang dia hafal di luar kepala. Pulang ke rumahnya sendiri bukan opsi terbaik yang Serena miliki, yang ada ibunya justru mengomeli dirinya karena tega meninggalkan Jasmine hanya berduaan dengan Jevano.
Jadi satu-satunya tempat yang dapat Serena tuju di saat genting seperti ini hanya satu; rumah sahabat baiknya, Helena.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 179 Episodes
Comments