“Rena, tunggu, Ren!”
Sial. Serena sudah berusaha menghindari Jevano yang beberapa hari terakhir berusaha menemui dirinya.
Namun hari ini Dewi Fortuna tidak berpihak padanya, Serena justru dipertemukan dengan Jevano tepat ketika dirinya hendak memasuki kantin fakultasnya.
Tentu saja kesempatan ini tak disia-siakan oleh Jevano, lelaki itu bergegas lari mengejar Serena yang hendak mengambil langkah seribu seakan tengah menghindar darinya secara sengaja.
Tarikan kuat pada pergelangan tangan kanannya menahan langkah Serena untuk kabur. Jevano berhasil meraihnya dan mencegah dirinya melarikan diri lagi.
Seketika atmosfir canggung menyelimuti keduanya. Serena bingung harus memulai obrolan dari mana karena jelas disini dirinya yang salah karena berusaha kabur setiap kali Jevano datang.
Lain dengan Serena yang bingung dan gugup, Jevano justru merasa lega. Akhirnya setelah hampir seminggu lamanya tidak bisa bertemu dengan Serena, dirinya bisa menemui Serena dan melihat dengan mata kepalanya sendiri kondisi terkini Serena.
“Kamu baik kan? Sakitnya nggak parah kan kemarin?” Pertanyaan Jevano mengacu pada kejadian sewaktu di kafe kapan hari.
Sejak pertemuan mereka bertiga ke kafe waktu itu, Jevano kesulitan menjangkau Serena. Bahkan tempat tinggal Serena yang baru saja Jevano tidak mengetahui sama sekali. Bertanya pada Jasmine pun percuma, entah mengapa adik kembar Serena itu selalu kesal tiap kali dirinya membahas tentang keberadaan Serena.
Jadi satu-satunya cara adalah dengan bertanya langsung pada orang yang bersangkutan.
“Nggak. Aku gapapa kok. Kemarin cuma kecapekan aja kali.” Senyum palsu coba Serena tampilkan supaya tidak membuat Jevano khawatir lagi.
Kehadiran sosok Jevano seketika menarik perhatian banyak pasang mata. Apalagi dengan status Jevano sebagai kekasih dari Jasmine Reinhart, segala yang Jevano lakukan kini menjadi bahan perhatian banyak orang, khususnya para fans Jasmine yang menyebar dipenjuru kampus mereka.
Posisi ini sedikit menyulitkan Serena. “Kita omongin di tempat lain aja. Di sini terlalu banyak orang,” kata Serena setengah berbisik. Dia juga peka kalau Jevano membutuhkan tempat privasi untuk berbicara empat mata.
Akhirnya kedua orang itu pergi ke sebuah tempat terpencil yang biasa mereka gunakan sebagai tempat nongkrong sebelum Jevano berpacaran dengan Jasmine.
Kalau boleh jujur, Serena tidak ingin berduaan dengan Jevano terlalu lama. Bagaimanapun juga, patah hatinya belum sembuh benar. Serena takut pertahanan dirinya runtuh hanya dengan melihat wajah tampan Jevano yang diam-diam selalu dia rindukan.
Apalagi berduaan saja di tempat dimana mereka sering menghabiskan waktu senggang saat di kampus, tanpa bisa dicegah memori Serena memutar kenangan mereka berdua di tempat itu.
“Jadi, apa yang mau kamu tanyain ke aku?” Mungkin Jevano sedikit terkejut dengan nada bicaranya yang terkesan dingin ini. Tapi Serena tidak mau lengah, dia harus terlihat tegar dan kuat demi menjaga jaraknya dengan Jevano.
Jasmine itu gadis yang sangat pencemburu. Serena tidak ingin kembarannya itu salahpaham melihat kedekatannya dengan Jevano. Terlebih lagi setelah dirinya keluar dari rumah dan tidak pernah menghubungi Jasmine lagi.
Disisi lain, Jevano heran dengan sikap Serena yang terkesan dingin kepadanya. “Kamu sedikit kurusan. Kamu makan dengan teratur nggak disana? Kamu kok nggak kasih tau aku kalau mau pindah tempat tinggal?” Sebenarnya masih banyak pertanyaan yang bersarang dalam otak Jevano. Namun dia menahan diri untuk tidak bertanya karena merasa Serena mempunyai alasannya tersendiri yang belum bisa diungkapkan padanya.
Jevano akan menunggu Serena sampai gadis itu bersedia terbuka padanya tanpa perlu adanya paksaan darinya.
Serena menundukkan kepala, berusaha menahan matanya yang tiba-tiba terasa memanas. Oh tidak, perasaannya kembali dilema. Serena sadar benar dirinya selalu lemah saat berhadapan dengan Jevano.
“Nggak. Aku...aku gapapa kok. Cuma kecapekan aja habis nata perabotan dan lain-lain.” Serena berusaha menunjukkan senyuman cerianya pada Jevano.
Kalau boleh jujur, Jevano marah atas sikap Serena yang seakan sedang mendorongnya jauh. Serena seperti berusaha memutuskan komunikasi diantara mereka dan tidak membiarkannya menjadi bagian dari hidup gadis itu lagi.
Jevano sadar, mungkin perubahan sikap Serena didasari oleh rasa sungkan karena sekarang dirinya sudah menjadi kekasih Jasmine. Tapi tetap saja, dijauhi oleh sahabat baik sendiri itu sangat menyesakkan bagi Jevano.
“Kamu kalau ada masalah bilang aja. Kalau kamu bersikap gini cuma karena Jasmine, kamu nggak perlu sampe mendorongku jauh. Jasmine tau jelas hubungan kita dari dulu itu kayak gimana, aku yakin dia nggak bakal salahpaham sama kamu,” kata Jevano panjang lebar. Seakan bisa menebak jalan pikiran Serena.
Mental Serena yang sedang tidak baik-baik saja membuat emosi gadis itu tidak stabil. Kedua mata Serena sudah terlihat berkaca-kaca seakan hendak menangis detik itu juga. Jevano panik melihat perubahan mood Serena yang berubah sangat cepat.
Secara naluriah, Jevano merangkul pundak Serena yang sedikit bergetar menahan tangis. Salah satu alasan mengapa mereka bisa menjadi sahabat baik, ya ini. Jevano selalu ada untuk menenangkan Serena saat gadis itu sedang tidak baik-baik saja. Jevano rela menemani Serena yang sedang menangis berjam-jam bahkan sampai menghibur gadis itu tanpa Serena minta.
Semua Jevano lakukan tanpa pamrih dan mengeluh. Kini Serena tidak bisa menyita waktu Jevano secara leluasa seperti dulu, karena ada Jasmine yang menjadi prioritas baru Jevano.
Dengan sedikit tidak rela, Serena mendorong pundak Jevano yang menempel pada lengannya.
“Maaf. Aku―aku pengen sendiri dulu, Jev. Aku menghindari kamu juga karena aku mau menjaga perasaan Jasmine. Kamu tau sendiri Jasmine itu orangnya cemburuan. Bisa gawat kalau dia lihat kita berduaan kayak gini.”
Raut muka Jevano perlahan menyendu. Bukan ini yang dia harapkan setelah dirinya menjadi kekasih Jasmine. Jevano pikir, dengan dirinya menjadi kekasih Jasmine akan memudahkannya untuk berbaur dan selangkah lebih dekat dengan Serena. Setidaknya jika Serena sedang cekcok dengan keluarga gadis itu, Jevano berharap dirinya bisa membantu Serena lebih banyak.
Bukannya justru dijauhi oleh Serena dan bahkan hubungan pertemanan mereka kini terasa semakin renggang.
“Kalau kamu nggak setuju aku pacaran sama Jasmine, bilang aja. Aku bakal putusin Jasmine, kalau kamu ngerasa keberatan.”
Perkataan Jevano memicu amarah Serena. Gadis itu menatap Jevano nyalang, marah atas perkataan tak berperasaan yang keluar dari mulut sahabatnya itu.
“Gila ya kamu! Kalau kamu mau pacaran sama Jasmine cuma buat main-main, lihat aja nanti akibatnya!” gertak Serena dengan muka terlihat sangat kesal.
“Nggak, bukan gitu, Ren. Maksud aku, kalau hubunganku sama Jasmine justru merusak pertemanan kita, lebih baik aku sudahi daripada aku kehilangan sahabat sebaik kamu. Karena bagi aku, kehilangan orang yang satu frekuensi sama aku itu rasanya sakit banget..”Jevano mengungkapkan isi hatinya secara terus terang.
Tapi tanpa Jevano sadari, lelaki itu menegaskan sendiri bahwa dia tidak akan memandang Serena lebih dari sekedar sahabat baik semata. Realita yang lagi-lagi menampar telak Serena dimuka.
Dalam hati Serena menertawakan nasibnya yang miris. Dianggap hanya sebagai sahabat oleh lelaki yang empat tahun ini dicintainya secara diam-diam, itu sangat menyakitkan bagi Serena.
“Ren?” Jevano semakin mengkhawatirkan Serena yang mendadak diam.
Tangan Jevano terulur, hendak menyentuh sebelah pipi Serena namun segera ditepis keras oleh gadis cantik itu.
“Aku lelah. Kita udahi aja pembahasan ini. Aku nggak mau menyungkitnya lebih banyak..” Serena memejamkan mata, berusaha menguatkan dirinya sendiri supaya tidak kelihatan lemah didepan Jevano.
Jevano tidak bisa memaksa Serena, gadis itu sepertinya memang benar-benar membutuhkan waktu untuk sendiri jadi dia akan menghargainya.
“Aku nggak akan maksa kamu. Asalkan kamu balas chat dariku, itu sudah bikin rasa cemasku hilang. Janji ya buat balas chatku?”
Permintaan yang terbilang simpel dan sederhana. Mau tak mau Serena mengangguk mengiyakan. Bagaimanapun juga Jevano sudah sangat baik padanya, setidaknya hanya itu yang bisa Serena balas untuk menebus kebaikan hati Jevano selama ini.
Jevano tersenyum tipis. Senang akhirnya Serena mau berjanji membalas pesan yang dia kirimkan. Jevano sempat merasa putus asa sampai berpikir bila Serena telah memblokir kontak miliknya karena gadis itu tak kunjung menjawab.
“Aku tinggal dulu ya? Jaga kesehatanmu, kalau butuh sesuatu jangan ragu telpon aku. Aku bakal selalu ada buat kamu, kamu nggak boleh ngelupain hal itu,” kata Jevano sebelum dia meninggalkan Serena di tempat itu.
Lagi, Serena mengangguk kecil. Tanpa ada senyuman manis ataupun lambaian tangan ceria yang selalu Serena lakukan setiap mengantar kepulangan Jevano seperti dulu.
Diam-diam Jevano tersenyum kecut. Serena ingin memberi batas diantara mereka hanya demi menjaga perasaan Jasmine. Sebesar itu rasa sayang Serena terhadap Jasmine tapi Jasmine belum tentu melihat kebaikan hati Serena. Ini adalah tugas baru Jevano untuk menyadarkan Jasmine pada rasa perduli dan sayang Serena yang begitu tulus untuk keluarga mereka. Sudah cukup Serena menderita dan bersedih karena sikap keluarga Reinhart.
Jevano hanya ingin Serena mendapatkan keadilan yang layak sebagai seorang anak pada umumnya. Dalam hal ini, target pertama Jevano adalah Jasmine. Dia akan melakukan segala cara untuk membuka mata Jasmine agar hubungan saudara diantara kedua gadis itu terjalin lebih baik dan sehat kedepannya nanti.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 179 Episodes
Comments