“Ini tempatnya, Len?”
Serena menatap bangunan dua tingkat yang didominasi dengan warna hitam dan emas dengan tulisan EatPlayLove café yang terpampang cukup besar dibagian tengah bangunan.
Tampak dari luar saja sudah menjeritkan kesan aesthetic yang begitu kental, khas sekali dengan kesukaan anak muda jaman sekarang.
“Iya. Kayaknya dia udah di dalem deh. Langsung masuk aja deh kita.” Tak ingin membuang waktu lagi, Helena menarik lembut tangan Serena yang mendadak terasa dingin.
Sahabatnya itu pasti sangat nervous sekarang. Ya wajar sih, bisa dibilang ini kali pertamanya Serena melamar pekerjaan di tahun ini. Setelah merasakan beberapa kali penolakan, rasanya Serena tidak akan sanggup lagi bila harus merasakan hal serupa untuk kesekian kalinya. Tetapi Helena terus menerus menyemangati Serena agar sahabatnya itu tidak patah semangat dan pesimis bahkan sebelum mulai bergerak.
Bunyi klincing mengalihkan atensi salah seorang karyawan yang berdiri dibalik pintu yang dilapisi kaca untuk menyambut pelanggan yang datang.
Senyuman lebar yang menunjukkan sikap ramah menyapa kedatangan Helena dan Serena. “Selamat datang. Mau makan di sini atau dibawa pulang?” tanya pelayan itu pada Helena yang berdiri didepan.
“Mau ketemu sama Julian. Ada nggak dia?”
Seluruh pekerja yang ada di kafe itu jelas tahu siapa itu Julian. Jadi tanpa banyak bertanya, pelayan itu sudah dapat menebak bila Helena adalah teman atau kenalan dari Boss besarnya.
“Ada, si Boss lagi ngumpul sama temen-temennya dipojok ruangan. Udah buat janji dulu sebelumnya?” tanya pelayan laki-laki itu dengan sopan. Takutnya Helena belum membuat janji dan justru kedatangannya hanya akan mengganggu waktu bersantai si Boss.
Helena mengangguk menanggapi pertanyaan pelayan itu. “Udah. Kita kesana aja kalau gitu, makasi infonya,” kata Helena pada pelayan tadi.
Lalu Helena menarik Serena ikut dengannya mencari keberadaan si pemilik kafe. Ternyata orang yang dicari memang lagi berkumpul bersama kawan-kawan sepergengannya.
“Tunggu disini dulu, biar kusamperin anaknya sendiri.” Karena tahu Serena nervous, apalagi banyak orang tak dikenal berkumpul, jadilah Helena menyuruh Serena menunggu agak jauh dari tempat Julian duduk.
Suara tawa membahana dari kawanan pemuda yang sepertinya sedang nongkrong asyik di kafe itu. Dasarnya Helena tidak tahu malu, gadis itu dengan berani menghampiri Julian yang tampak asyik merokok sambil bersendaugurau.
“Julian Collin!” panggil Helena dengan suara lantangnya.
Seketika semua lelaki yang berkumpul di dua meja yang digabungkan itu menoleh ke arah Helena. Termasuk si empunya nama yang baru saja dipanggil oleh Helena tadi.
“Yo, Len.” Lelaki dengan tubuh tinggi semampai itu menyapa kedatangan Helena dengan mengangkat satu tangannya. Sedangkan tangan lainnya masih mengapit rokok yang tinggal sedikit.
“Matiin dulu rokokmu. Aku mau bahas soal tawaranmu kemarin,” kata Helena, sebelum gadis itu pergi menjauhi meja Julian dan kawanan.
Agaknya sikap berani Helena membuat teman-teman Julian bingung bukan main. Maksudnya, siapa gadis itu sampai berani memerintah seorang Julian?
“Cewe barumu, Julian?” tanya salah seorang dari mereka.
Julian segera mematikan rokok miliknya sebelum menemui Helena. “Bukanlah. Temen doang itu. Aku samperin dulu anaknya.” Karena ini membahas hal yang agak serius, jadi Julian pamit dulu pada teman-temannya.
Sepeninggalan Julian, para lelaki yang ada di meja itu sontak berbisik-bisik heboh. Pasalnya baru kali ini Julian mau meladeni seorang wanita tanpa menerima tatapan dingin dari seorang Julian Edward Collin.
“Yakin tuh cewe cuma temen aja? Aku nggak yakin deh.”
Yang lain mengangguk setuju. Tahu benar mereka bagaimana ‘anti’nya seorang Julian pada spesies yang berjenis wanita.
“Kita lihat aja deh dari jauh. Kali aja memang cuma temen biasa, nggak lebih.”
Daripada mereka semakin dilanda rasa penasaran tinggi, lebih baik mereka memperhatikan dari kejauhan interaksi Julian dengan gadis asing tadi.
***
“Tunggu bentar, anaknya nanti bakal kesini.” Helena kembali dari tugasnya memanggil Julian.
Sambil menunggu, Serena mendudukkan dirinya pada salah satu meja yang kosong dengan hati berharap-harap cemas. Nervous sekali mau bertemu langsung dengan si pemilik kafe besar ini.
Tak lama seorang pemuda bertubuh jangkung berjalan menuju ke arah meja Serena dan Helena. Serena memperhatikan secara intens lelaki tinggi dengan surai berwarna kecoklatan itu. Alangkah syoknya Serena melihat si pemilik kafe yang usianya masih muda, mungkin seperantara dirinya dan Helena.
“Yo, maaf nunggu. Jadi gimana soal kemarin?” Julian datang tanpa berbasa-basi lagi. Lelaki itu bahkan mendudukkan bokongnya di kursi yang masih kosong tanpa permisi terlebih dulu.
Helena berdecak kesal dengan sikap arogan yang Julian tunjukkan. “Sopan dikit heh! Ini aku bawa temen, dia yang bakal gantiin aku buat kerja di sini. Namanya Serena, tenang aja, dia anak rajin dan ulet kok. Nggak bakal bolosan kayak pegawaimu yang lain.” Helena juga langsung memperkenalkan Serena yang sama sekali tidak diberi kesempatan berbicara.
Atensi Julian kini sepenuhnya tertuju pada Serena yang duduk disebelah kirinya. Lelaki itu bahkan tidak memperdulikan kehadiran Serena sebelumnya karena hanya fokus pada Helena saja.
“Salam kenal, nama saya Serena Kiara, biasa dipanggil Serena―”
“Tunggu, aku tau kamu. Kamu dari keluarga Reinhart kan?” Julian lebih dulu menyela perkenalan Serena.
Tubuh Serena membeku beberapa detik sebelum dia kembali menguasai dirinya. Sambil tersenyum canggung, Serena mengangguk membenarkan.
Julian sendiri agak terkejut melihat kehadiran Serena di kafenya, mau melamar pekerjaan lagi. Ini sama sekali tidak terduga olehnya.
“Lagi butuh pemasukan memangnya?”
Ekor mata Serena melirik Helena seakan meminta bantuan. Serena bingung mau menjawab apa.
“Iya. Mulai hari ini dia tinggal sendiri. Serena mau belajar mandiri jadi aku tawarin deh lowongan kerja di tempat kamu. Masih berlaku nggak itu?” Tentu saja Helena akan pasang badan untuk membantu sahabat baiknya.
Sebenarnya tak masalah sama sekali sih kalau Serena memang mau bekerja di tempatnya. Julian tidak pernah memandang latar belakang calon karyawannya, ya pokoknya bersih dari obat-obatan terlarang dan bebas dari catatan kriminal sudah cukup.
“Masih sih. Tapi yakin mau kerja di kafe ini? Jadi pelayan lho?” Jelas Julian tahu asal keluarga Serena yang tidak bisa di pandang sebelah mata.
Untuk gadis yang berasal keluarga terpandang seperti Serena sampai bersedia bekerja di tempat ‘rendahan’ seperti kafe, membuat Julian jadi bingung sendiri.
“Nggak apa-apa kok!” Kesempatan emas ini tidak boleh sampai lepas. Serena merasa kalau Julian ini orang yang akan menerima dirinya apa adanya. Langka sekali boss seperti itu. “Ini nggak ada hubungannya sama keluarga. Aku memang mau nyari pengalaman aja sebelum lulus kuliah. Sekalian buat menambah penghasilan,” jelasnya terus terang.
Kejujuran serta ketekadan yang terpancar jelas dalam manik mata bulat Serena entah mengapa menggerakkan hati Julian. Julian suka dengan karyawan yang bersemangat dan optimis seperti Serena. Maka, tidak ada alasan lain bagi Julian menolak permintaan Serena.
“Ya udah, kamu aku terima kerja di sini. Bisa mulai kerja besok, sekalian nunggu seragamnya ada.”
Serena langsung menggenggam tangan Helena yang terkulai di atas meja, gara-gara kelewat senang akhirnya mendapat pekerjaan baru.
“Selamat~! Aku bakal sering-sering mampir ke sini deh buat nemenin kamu!” ujar Helena yang tak kalah senangnya dengan keberhasilan Serena.
Julian memperhatikan interaksi kedua gadis itu dalam diam. Dia tahu Helena berteman baik dengan salah satu dari si kembar Reinhart itu, tapi baru kali ini Julian melihat kedekatan mereka secara langsung. Jujur, Julian penasaran mengapa gadis kaya keturunan keluarga konglomerat seperti Serena mau bekerja di kafe kecil seperti miliknya ini.
Bila di lihat dari gaya hidup Jasmine―yang kebetulan satu jurusan dan sekelas dengannya, sepertinya keluarga Reinhart termasuk royal terhadap anak mereka. Namun bila diperhatikan lebih seksama, penampilan Serena sama sekali tidak menunjukkan kemewahan yang mahal.
Penampilan gadis itu terbilang sangat biasa dan tergolong sederhana, hanya mengenakan sweater berwarna baby pink yang dipadukan dengan jeans warna navy serta sepatu converse warna hitam putih. Berbeda sekali dengan Jasmine yang selalu mengenakan pakaian dari brand kenamaan dari atas sampai bawah.
“Udah nih? Gini doang? Nggak pake kontrak segala macem?” Pertanyaan Helena memecah lamunan Julian.
“Iya, nanti aku bikinin dulu. Mau kerja berapa bulan di sini?” Giliran Julian melempar pertanyaan pada Serena.
Serena jadi berpikir matang-matang, kalau bisa sih sampai dia lulus kuliah, sebab sulit baginya mencari pekerjaan paruh waktu yang tidak ribet selain di tempat Julian.
“Sampai lulus kuliah boleh?”
Julian menjawab, “Nggak masalah. Mau tiga bulan, enam bulan, setahun dua tahun, selama yang kamu mau, nggak masalah. Asalkan nyaman kerja di sini, dan nggak bikin masalah aja sudah cukup,” jelas Julian, si Boss yang paling santai di mata Serena.
Helena diam-diam tertawa dalam hati melihat bagaimana Serena menatap si Boss barunya. Lalu dia menjelaskan, “Julian bikin kafe ini cuma karena gabut doang, makanya dia sesantai itu sama karyawannya. Ya, tapi tetap aja namanya atasan sama bawahan harus tau batasan yang ada,” ujarnya, seolah mengetahui pertanyaan yang bersarang dalam benak Serena.
Julian mencibir pelan lalu menjitak kening Helena. “Siapa yang gabut? Ini namanya memulai bisnis sedari muda. Kamu aja yang nggak mau aku ajak kerja sama,” sindirnya pada Helena.
Helena memekik kesakitan gara-gara jitakan Julian. “Sakit ya, siàlan!” keluhnya, sambil mengusap bagian yang terkena jitakan jari Julian.
Julian tertawa puas berhasil menjahili Helena.
“Kalian udah kenal lama?” Keakraban Helena dengan Julian memancing rasa penasaran Serena.
Sekejap Julian menghentikan tawanya lalu berdeham pelan. Lupa kalau harus jaga image di depan Serena.
“Biasa lah orang ganteng banyak ditak―aduh! Sakit, Len! Jangan di jambak rambutku!!” Belum juga Julian selesai menyombongkan diri, Helena menarik rambut lebat Julian cukup kencang.
“Makanya nggak usah ngomong aneh-aneh! Aku beberin juga nih rahasia kamu?!” Ancaman Helena sukses membungkam mulut Julian. Gelengan penuh ketakutan berikan Julian sebagai balasan.
Selain Helena, Jevano dan Hendery, Serena tidak terlalu mengenal banyak orang. Serena juga tidak terlalu tertarik dengan gosip ataupun rumor yang selalu uptodate tiap harinya di kampus mereka. Jadi wajar, Serena baru pertama kali ini bertemu dengan Julian.
“Mau minum dulu nggak? Mumpung aku ada di sini, kugratisin deh,” tawar Julian tiba-tiba. Yang langsung membuat mood Helena kembali membaik.
Anggukan penuh Helena berikan sebagai jawaban. “Yang paling mahal dan laris, please. Kalau bisa sama dessertnya juga deh.”
“Yee, ngelunjak ya nih anak!” Ingin sekali Julian menjitak kening Helena lagi yang berniat memorotinya. “Serena mau juga nggak?” Tapi urung, karena masih ada Serena yang sedari tadi memperhatikan dirinya dan Helena dengan kedua mata bulatnya yang lucu.
“Gapapa nih?”
Jawaban Serena sungguh amat berbeda dari bayangan Julian.
“Ya, gapapa. Jarang-jarang aku mau traktir seseorang.” Mungkin itu agak terkesan sombong tapi memang benar adanya.
Dengan canggung dan sedikit malu, Serena menganggukkan kepalanya mengiyakan. Berteman cukup lama dengan Helena membuat rasa malunya perlahan mengikis juga. “Boleh, kalau nggak ngerepotin,” jawabnya sambil tersenyum lebar yang jatuhnya manis di mata Julian.
Di beri senyuman manis oleh Serena, nyaris membuat jantung Julian berhenti berdetak untuk sesaat.
“Woi!! buruan bikinin pesenan kita. Udah laper nih, keburu malem juga.” Dan ada Helena yang berhasil menghancurkan suasana tentram yang ada.
Dengan berat hati Julian bangkit dari duduknya, hendak menyiapkan pesanan dari teman baiknya itu.
“Hehe~ Julian orang yang baik 'kan? Nggak salah pilih kamu kerja di sini,” bisik Helena sepeninggalan Julian.
Serena mengangguk berulang kali sambil mengacungkan jempol. Lega sekaligus bersyukur telah menemukan pekerjaan dengan lingkungan yang nyaman.
Ini bisa menjadi motivasi Serena untuk bekerja dengan gigih dan ulet supaya tidak mengecewakan Helena dan Julian selaku Boss barunya yang baik hati.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 179 Episodes
Comments
May Keisya
ortunya bakal nyesel...gitu bgt ya JD ortu 😭
2025-02-06
0