CEO Dingin Kau Milik Ku
“Eh, ayoo buruan nanti ga dapat tempat strategis kita.” Tiga orang siswi melintas dengan cepat di depan Hanum.
“Gilaaa, aku tadi lihat loh pas mereka turun dari mobil. Beeuhh, keren abis.” Dua orang siswi berikutnya lewat di hadapannya dengan tergesa.
Semua mengarah ke satu lokasi yang sama, aula sekolah mereka.
Hanum melihat tidak hanya cewek-cewek itu yang menuju ke arah aula, tapi hampir semua siswa sedang berjalan ke arah aula.
Hanum mengikuti langkah mereka, berdesakan masuk melewati pintu aula yang sempit. Cacian dan sumpah serapah siswa lainnya, tidak ia hiraukan saat ia menginjak dan menyenggol mereka.
Ia hanya ingin tahu apa yang menyedot perhatian teman-temannya.
Hanum berusaha menerobos hingga barisan terdepan walau harus menerima berbagai macam umpatan kasar, ia sama sekali tidak peduli.
Mata Hanum tertuju pada sekelompok pria berkaos team basket, yang sedang bersiap untuk bertanding.
Mereka adalah Mahasiswa yang sedang melaksanakan pertandingan persahabatan, untuk mempromosikan kampus mereka di beberapa SMU termasuk sekolah Hanum.
“Itu … ituuuu yang namanya Alexander, duuh cakep banget ya.” Salah satu cewek yang berdiri di belakangnya berbisik pada teman di sebelahnya.
“Emang paling cool abiss, ya ampun meleleh hatiku, Sin,” timpal cewek yang lain.
Hanum mengikuti arah pandang mereka, ia memperhatikan cowok yang di maksud cewek-cewek tersebut.
Dalam sekejap seorang Hanum yang selalu cuek dengan penampilan dan selalu berpakaian norak, jatuh cinta pada Alexander Putra Prasojo.
Pria itu terlalu memukau dan bersinar di antara kawan-kawannya yang lain.
Tidak banyak berbicara, sorot mata yang tajam, postur tubuh yang tinggi dan dada yang bidang. Wanita mana yang tidak tertarik, apalagi untuk cewek-cewek ABG macam Hanum dan teman-temannya.
Pluit sudah dibunyikan tanda pertandingan basket akan segera dimulai. Sorak sorai penonton semakin semarak, beberapa suara wanita meneriakan beberapa nama cowok yang bertanding di tengah lapangan.
Nama Alexander ternyata yang paling sering dan keras diserukan oleh para wanita.
“Waah, dia idola rupanya,” gumam Hanum seraya membetulkan kacamatanya yang melorot, karena tersenggol siswa yang berdiri di sebelahnya.
“Diih, ngapain loe ngikut nonton di sini. Cari apaan?! emang ngerti tentang basket?” cela Berlin, salah satu siswi yang cukup populer di sekolah.
“Yee, emang kenapa? Suka-suka aku lah,” sahut Hanum cuek.
Hanum memang bukan tipe cewek yang mudah ditindas, sifatnya yang terlampau cuek membuatnya tidak peduli dengan penampilan.
Hanum seorang anak yatim piatu, sejak bayi di tinggal di panti asuhan oleh orang tuanya, tapi hal itu tidak membuat ia menjadi rendah diri. Pembawaannya yang riang dan optimis membuat ia menjadi kesayangan Ibu Anita, pengasuh di panti tempat ia tinggal.
Otak Hanum yang cerdas dan kreatif, membuat ia mendapatkan beasiswa dan dapat diterima di sekolah favorit yang ada di daerahnya.
Babak demi babak pertandingan basket sudah terlewati, suasana semakin tegang. Mata Hanum hanya tertuju pada satu pemain, ia merasa kasihan dan simpati pada perjuangan Alexander dalam mencetak point.
Melihat keringat Alex yang bercucuran, ingin rasanya Hanum berlari ke tengah lapangan lalu mengusap peluh pria itu dengan tangannya sendiri.
“Alex … Alex …Alex.” Suara dalam aula bergema saat Alexander menggiring bola.
Alex berhenti sesaat di tengah lapangan dan bersiap melompat, saat akan mengarahkan lemparan bola ke arah keranjang basket tiba-tiba, “I LOVE YOU ALEXANDER!” suara cempreng bak anjing yang dilempar sandal, menonjol di antara teriakan yang menambah semangat.
Bola yang seharusnya melambung tinggi mengarah ke keranjang basket dan masuk dengan sukses, seperti kehilangan tenaga dan menggelinding begitu saja.
Sontak semua mata yang di dalam aula mengarah padanya dengan tatapan menuduh.
Alex sempat kehilangan fokus dan terkejut saat akan mengarahkan tembakan ke arah keranjang basket, karena suara melengking yang sangat mengganggu pendengarannya.
Namun dengan cepat ia mampu menguasai keadaan. Alex kembali bermain dengan baik walaupun sempat gagal menambah point akibat teriakan gadis aneh itu, tapi tidak dengan rekan satu teamnya dan para pendukung Alex.
Mereka memandang Hanum dengan tatapan marah, menuduh, bermacam cacian keluar dari mulut mereka.
“Gu*oblok!”
“Bodoh!”
“Ngaca wooiii!”
“Udiikk!”
Bisik–bisik dan tawa mencela dari tribun atas hingga bawah, seperti dengungan lebah yang memenuhi aula.
“Siapa sih itu?”
“Astaga cari masalah tuh udik.”
“Dia kira Alex bakalan nanggepin gitu?”
Apakah Hanum tersinggung dan marah?
Ia sama sekali tidak peduli dengan sekitarnya, matanya tetap tertuju pada satu mahkluk indah yang sedang berlari di tengah lapangan.
Tangannya tertangkup di depan dada, dengan wajah memuja. Bola matanya tidak lepas kemana Alex berlari.
“Lex, cewek aneh itu lihatin loe terus tuh,” celetuk teman satu teamnya, saat mereka istirahat duduk di sisi lapangan menanti pergantian babak selanjutnya. Alex hanya sedikit melirik tak acuh.
“Gilaaa, tatapannya kayak superman. Tajam banget hahahahaa ….” Salah satu temannya yang lain ikut menimpali.
Mungkin teman satu teamnya baru saja menyadari, tapi sebenarnya Alex sudah tahu sejak mereka masih bermain karena tatapan mata Hanum seakan menembus kaos basketnya dan membuat punggungnya bolong.
“Loe ganggu konsentrasi mereka deh,” Salah satu siswi memandang Hanum kesal.
“Gue ga ngapa-ngapin kok,” sahut Hanum.
“Mending keluarin deh anak ini dari aula, ganggu aja.”
“Iya, bikin sakit mata.”
“Kalo kakak-kakak Mahasiswa itu lihat ada cewek model Hanum di sekolah ini, bisa rusak image kumpulan bidadari sekolah kita.”
“Keluar loe!”
Suara-suara penolakan semakin santer terdengar. Hanum memberontak saat ada seorang siswi menariknya keluar dari aula.
“GA MAU!” Hanum bersikukuh tetap bertahan di tempatnya berdiri.
Namun semakin banyaknya yang menariknya keluar dari ruangan, membuat Hanum kalah kekuatan.
Ia dilempar begitu saja oleh teman-temannya keluar dari aula.
“AARRGHHHHH, AWAS KALIAN!” Hanum berteriak dari luar aula dengan tangan mengepal.
Hanum duduk di sisi aula menunggu hingga pertandingan selesai. Tidak sia-sia Hanum masih bertahan di luar aula. Setelah lebih dari tiga jam, pintu aula terbuka dan para pemain berjalan keluar termasuk Alex dengan diikuti para suporter.
“Kak Alex!” Hanum berlari mendekat.
Beberapa teman sekolahnya berusaha menahannya agar Hanum tidak dapat mendekat dengan para pemain.
“Masih di sini aja, loe tuh bikin malu sekolah kita tau!” seru Berlin seraya mendorongnya menjauh.
“Apaan sih!” Hanum tetap merangsek maju.
“Kak Alex, foto bareng ya,” ucap Hanum dengan pandangan berharap, saat ia berhasil mendekat pada Alex.
“Ga pa-pa, biarkan aja,” ucap Alex saat Berlin ingin kembali menarik Hanum.
Hanum dengan gembira langsung mengeluarkan dari sakunya, ponsel jadul yang beresolusi sangat rendah.
“Senyum, ya Kak,” ucapnya dengan percaya diri, saat mengarahkan kamera foto ke hadapan wajah mereka berdua secara selfie.
Semua tertawa melihat Hanum yang tersenyum lepas sedangkan Alex hanya meringis kaku.
...❤❤...
Hai terima kasih sudah mampir ke karya ke tiga aku 🙏🤗
Mohon jgn lupa like tiap babnya ya.
Tokoh pria utama di cerita ini Alexander adalah putra sulung dari Beny prasojo, yang sudah baca novel pertama aku "CINTA JANGAN DATANG TERLAMBAT" pasti tau kan ya.
Ingatkan lagi aahh ..
Love/favorite ❤
Komen bebas asal santun 💭
Like / jempol 👍
Bunga 🌹
Kopi ☕
Rating / bintang lima 🌟
Votenya doong 🥰
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 152 Episodes
Comments
KUCING GEMBUL
ngakak banget sih astagaa, dia yang foto aku yang malu /Sob//Sob/
2023-10-17
0
KUCING GEMBUL
gilaaaa langsung di senggol sama pemeran ceweknya wkwkw
2023-10-17
0
abdan syakura
Assalamu'alaikum
Mampir nih Kak Aveii
2023-04-20
1