Baret Biru
Menjadi sebuah kebahagiaan bagi keluarga yang memiliki anak-anak yang berprestasi, sholeh dan sholehah, juga berbakti pada kedua orang tuanya. Kebahagiaan dan nikmat berupa keluarga yang harmonis juga dirasakan oleh Bagus Wijaya. Selain karena memiliki seorang istri yang setia, baik hatinya dan begitu cantik, Bagus Wijaya juga dikaruniai dengan dua orang anak yang sangat membanggakan.
Anak pertamanya bernama Adnan, Adnan Dzaki Pratama. Didikan tegas penuh kedisiplinan darinya benar-benar membuahkan hasil. Adnan sejak kecil selalu menjadi juara kelas. Dia tidak pernah turun dari ranking 3 besar di sekolahnya. Selain itu, di mata para guru dia dikenal sebagai murid yang sopan dan berbudi pekerti.
Setelah lulus dari sekolahnya, alih-alih kuliah dia lebih memilih masuk ke akademi kepolisian dan berniat menjadi polisi persis seperti ayahnya. Anak itu berhasil lulus, dan ditempatkan di korps samapta. Walaupun dia sekarang bekerja di luar jawa, tapi anak itu selalu saja menyempatkan diri untuk paling tidak menanyakan kabar keluarganya. Terutama adik perempuannya, Kirana.
Kirana saat ini sedang menempuh bangku kuliah. Sudah 2 tahun sejak anak itu menjadi seorang mahasiswa. Dia sedang menempuh pendidikan di bidang ilmu manajemen bisnis. Tidak berbeda jauh dengan abangnya, Kirana adalah seorang gadis yang pantang menyerah dan pekerja keras. Sikap tegas dan disiplin yang tinggi membuat gadis ini tidak tersentuh oleh kenakalan remaja sama sekali.
Seperti kebanyakan hubungan kakak dan adik, Adnan dan Kirana juga sering bertengkar. Mereka selalu merebutkan apapun entah hal-hal kecil sampai hal yang besar. Ada satu perdebatan yang menurut kedua orang tuanya tidak akan pernah berujung adalah perdebatan tentang siapa yang lebih disayang oleh Papa. Entah sedang berhadap-hadapan atau hanya melalui telepon keduanya pasti berdebat.
“Mending abang nggak usah pulang ajalah. Rumah serasa surga nggak ada abang,” kata Kirana dengan maksud meledek.
“Eih enak saja kau. Mulut boleh bicara begitu. Tapi rindumu pada abang pasti sudah meronta-ronta kan? Abang tahu, bilang saja lah,” kata Adnan.
“Dih, rindu katanya. Nggak sudi. Rinduku itu buat Keenan nggak buat abang,” jawab Kirana lagi.
“Keenan lagi Keenan lagi. Bosan abang dengarnya.”
“Halah cemburu kan pasti.”
“Dih cemburu katanya, nggak sudi.”
Begitulah kalau dua bersaudara ini sedang saling menghubungi. Terhalang jarak tidak membuat perdebatan mereka mengalami kendala. Malah justru semakin hari semakin sering mereka berdebat. Terkadang keduanya akan saling mengejek di twitter, atau lewat chat, atau adu pamer di story.
Intinya dimana tempat semua bisa menjadi arena untuk keduanya. Namun begitu, kedua orang tuanya diam saja melihat tingkah Adnan dan Kirana karena mereka tahu begitulah cara kakak adik ini mengungkapkan perasaan sayangnya. Akhirnya perdebatan mereka malah menjadi musik yang indah untuk kedua orang tuanya. Sehari saja Adnan dan Kirana tidak adu argumen, sepi rasanya.
“Awas aja kamu nanti. Minggu depan Abang pulang. Siap-siap karmamu akan datang,” kata Adnan pada adiknya.
“Oh…, dengan kedua tangan terbuka akan kusambut saudara Ipda. Adnan Dzaki, akan kusiapkan istana yang megah dan mewah biar abang puas!” kata Kirana.
Walaupun dia berkata begitu, Kirana tetap saja berjingkrak. Hampir saja dia jatuh dari kursi jika bukan karena Keenan memegangnya. Keenan Raditya Ghifari adalah kekasih Kirana. Kirana dan Keenan sudah pacaran sejak duduk di bangku kelas 9 SMP. Keenan yang ketika itu adalah seorang ketua OSIS jatuh cinta pada wakilnya sendiri dan begitu lepas masa jabatan langsung saja dia pacari. Takut diserobot orang katanya.
Keenan adalah mahasiswa ilmu komunikasi di kampus yang sama dengan Kirana. Dari sekian banyak pemuda yang ingin dekat dan pacaran dengan Kirana ya hanya Keenan ini yang berhasil memenangkan hati Kirana. Keenan adalah sosok berhati lembut yang mampu melunakkan hati Kirana. Ketika pacarnya itu sedang dalam suasana hati yang tidak biasa, Keenan pasti punya cara untuk menghiburnya. Itulah kenapa kedua orang tua Kirana akhirnya merestui hubungan mereka berdua.
“Kan kebiasaan. Jadi cewek kalem dikit kenapa sih?” kata Keenan.
“Ya maaf sih,” kata Kirana yang barusan hampir terjatuh.
“Gitu ya, jauh kangen-kangenan kalau dekat cakar-cakaran. Nggak baik sama abang sendiri berantem mulu,” kata Keenan lagi.
“Ya dia yang mulai kok. Aku mah kalau nggak disenggol nggak akan ngebacok,” jawab Kirana dengan nada cuek tapi di wajahnya penuh dengan senyum.
Keenan hanya bisa geleng-geleng. Bagaimana dia tidak heran, kedua kakak beradik ini memang agak aneh. Dia punya satu kakak perempuan tapi tidak pernah tuh dia dan kakak perempuannya bertengkar. Mereka malah akur sekali seperti orang pacaran katanya.
“Jadi habis kelas mau survey?” tanya Keenan.
“Jadi.”
“Mau ke mana emangnya?”
“Legenda coffee,” kata Kirana membuat Keenan heran. Dia mau survey pasar atau mau nongkrong sih.
Jadi Kirana ini memiliki mimpi, dia ingin punya cafe sendiri yang bukan hanya nyaman dipakai untuk nongkrong tapi juga nyaman dipakai untuk bekerja. Cafe yang memiliki suasana produktif dan enak dipakai diskusi. Cafe yang akan menjadi sumber inspirasi untuk banyak ide ide cemerlang setiap yang datang.
“Yaudah aku jemput jam 2 ya. Aku kelas dulu,” pamit Keenan hanya diangguki oleh Kirana.
Setelah berpisah dari Keenan, Kirana menuju ke foodcourt kampus dan ikut bergabung dengan Lucy dan Ningrum yang sedang ghibah di salah satu mejanya. Kirana begitu saja duduk di samping Ningrum kemudian memeluk tubuh gembul gadis itu sambil memejamkan mata. Kedua sahabatnya ini sih sudah tidak kaget dengan tingkah Kirana karena memang begitulah tingkah gadis itu dari SMA. Lengket.
“Ki, habis ini lu jadi survey kan ya?” tanya Lucy.
“Jadi. Sama Keenan,” kata Kirana.
“Ye…, ini mah namanya sambil menyelam minum air dong, mau sekalian pacaran kan lo,” kata Lucy yang sudah paham gelagat Kirana.
“Yoi,” jawab Kirana sambil menaik turunkan sebelah alisnya.
“Inget lho jam 5 ngumpul di rumah Lucy. Lu hari ini survey ke Legenda sama Normal cafe,” kata Ningrum mengingatkan.
“Iya santai inget kok inget, nanti kalau ada waktu aku sekalian mau ke kopiku yang katanya rasa kopi di sana enak,” kata Kirana.
“Bawain sekalian buat gue. Nih duitnya, varian apa aja yang penting manis, sisanya lo pake buat beliin Ningrum, elo, sama Keenan. Pokoknya tuh duit abisin aja sekalian buat snack. Bahasan kita bakal panjang hari ini. Sekalian juga lo pada bawa alat mandi biar sekalian ntar malem nginep. Parno gue di rumah sendirian, temenin gue ya,” kata Lucy sambil memberikan selembar 100 ribuan.
“Bokap nyokap kemana Cy?”
“Bokap masih di luar kota dan belum pulang, nyokap balik ke Sukabumi karena nenek sakit padahal tante masih liburan di Korea,” kata Lucy.
“Buset, nggak terus pulang gitu tante lu? Masih tetep jalan-jalan aja di Korea padahal mamanya lagi rumah sakit?”
“Ya gitu, habis denger kabar kalau sakitnya nenek nggak parah lanjut deh mereka liburannya. Keluarga gue emang aneh, udah jangan disamain sama keluarga kalian berdua,” kata Lucy.
Lucy, Kirana, dan Ningrum memang bersahabat dekat sejak masih SMA. Ketiganya bersahabat dekat bahkan walau memiliki latar belakang keluarga yang berbeda. Ningrum, ayahnya adalah seorang pekerja kantoran biasa di bagian marketing. Hidup pas-pasan namun begitu harmonis. Sedangkan Lucy sebaliknya.
Dia adalah putri tunggal seorang keluarga kaya raya. Papanya punya perusahaan property yang mana cakupannya sudah tidak hanya di satu kota saja. Dia terbiasa di rumah seorang diri dengan pengasuhnya sejak kecil karena Papa yang lebih sering kerja di luar kota dan Mama yang sibuk dengan keluarga besarnya yang katanya sih dekat tapi isinya hanya tentang pamer kekayaan.
Kalau untuk Kirana, dia sendiri tidak mampu mendefinisikan keluarganya itu tergolong keluarga yang bagaimana. Mau dibilang menengah kebawah tidak juga. Papa selain sebagai seorang perwira kepolisian beliau punya 2 buah rumah kos kosan yang dikelola oleh Mama juga satu warung makan di lantai 1 setiap kosannya. Keluarga dia terbilang cukup mampu.
Kalau soal keharmonisan, dia sendiri tidak bisa mendefinisikan bagaimana yang disebut harmonis itu. Keluarganya itu keluarga yang lurus. Setiap anggotanya sudah paham akan hak dan kewajibannya masing-masing. Papa bekerja mencari nafkah, Mama mengelola rumah, kakak yang menjadi pengayom bagi adik dan adik yang menurut pada semuanya. Ya hanya begitu.
Kirana, Lucy, dan Ningrum memulai ide untuk membuka cafe ini ketika masih di bangku SMA. Sama seperti kebanyakan siswa kelas 3 yang ada lingkaran kebingungan mau lanjut kemana, mereka juga sama. Suatu sore setelah kelas pengayaan, ketiganya mampir dulu di cafe menemani Lucy yang sedang malas berada di rumah karena kedua orang tuanya sedang berada di rumah.
Di cafe itu mereka mendapatkan service yang tidak memuaskan, sudah pesanan mereka lama datangnya, waitersnya tidak ramah, ya mereka akui makanannya enak tapi suasananya ramai bak pasar tumpah, ditambah lagi areanya yang full outdoor membuat asap rokok dimana-mana.
Dari sana ketiganya tiba-tiba nyeletuk kalau mereka ingin mempunyai cafe sendiri yang cozy, tenang, dan memahami apa mau pelanggan. Nekatlah ketika orang itu mengatakan niatnya pada orang tua masing-masing. Ningrum jelas ditentang oleh orang tuanya karena pasti tidak akan sanggup memberi modal. Kalau Lucy malah ditantang balik oleh Papanya. Sedang Kirana ya biasa Papa hanya bilang, “Ya sudah dicoba saja.”
Akhirnya mereka bertiga menantang diri mereka sendiri dengan berjanji akan masuk dalam jurusan yang sesuai dengan kebutuhan cafe dan mempelajari sebanyak mungkin ilmu yang diperlukan untuk merealisasikan mimpi mereka itu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 111 Episodes
Comments
Berbieliza
semngat thor udah mmpir, klau berkenan mmpir
2023-05-23
0
lamps 2
baguss thor❤❤lanjutkan ❤❤
2022-07-17
0