Mereka sudah sampai di arena kemah sekarang. Adnan, Raihan, dan Keenan langsung mendirikan tenda sebelum gelap sedangkan Lucy, Ningrum, dan Kirana pergi ke tepi pantai untuk foto-foto dan main air. Adnan sebagai yang mengajak hanya bisa menghela nafas. Dia sudah tahu sih kalau adik perempuan dan teman-temannya itu tidak akan membantu, tapi masih saja dia mengharapkan mereka membantu.
Satu jam kemudian semua keperluan mereka sudah selesai disiapkan. Dua tenda berukuran sedang sudah terpasang. Lucy, Ningrum, dan Kirana menggelar salah satu tikar yang mereka bawa di depan tenda kemudian mulai menyalakan kompor. Angin malam mulai berhembus, jadi sebelum hari benar-benar gelap Adnan menemani adik-adik perempuannya ke kamar mandi terdekat agar mereka bisa membersihkan diri.
Sambil menunggu kedua teman Kirana yang belum selesai mandi, Kirana menyusul kakaknya untuk duduk di warung dekat dengan kamar mandi. Kakaknya duduk di sana ditemani segelas teh hangat. Kirana sudah biasa merebut makanan kakaknya, jadi dia santai saja menandaskan teh yang tersisa separuh gelas itu tanpa dosa sama sekali.
Adnan tiba-tiba membuka jaketnya kemudian dia taruh begitu saja ke pangkuan sang adik. Kirana sudah paham, dia memberikannya untuk Kirana pakai. Walau doyan berantem dan selalu berdebat, tapi Adnan tetaplah seorang kakak yang begitu mencintai adiknya. Selisih usia Adnan dan Kirana cukup jauh, dan sejak adiknya itu masih belum mampu menopang tubuhnya sendiri Adnan sudah selalu disampingnya siap untuk menjaga adiknya.
“Ya Allah lo mandi lama banget tuh karena keramas? Dari Kirana mandi, terus gue mandi lu baru keluar Cy,” kata Adnan protes.
“Ya elah Bang, kan udah biasa cewek mandinya lama,” kata Lucy.
“Kirana mandinya nggak lama,” jawab Adnan.
“Emangnya Kirana cewek?” Ningrum malah balik bertanya pada Adnan.
Kedua orang itu kalau hanya dengan Adnan memang sudah tidak canggung. Sejak mereka berteman, mereka sering main ke rumah masing-masing untuk nongkrong. Kadang di rumah Lucy, kadang di rumah Ningrum, kadang juga di rumah Kirana. Mama bilang mending mereka nongkrong dan ramai di rumah dibanding di tempat lain.
Di tenda, Raihan dan Keenan yang sudah lapar mulai misuh-misuh, “Adnan kemana anjir nggak balik-balik,” gumam Raihan.
“Pasti nungguin Lucy makanya lama,” kata Keenan.
“Oh iya, lo lama sahabatan sama mereka bertiga?” tanya Bang Raihan.
“Nggak begitu lama sih, bisa kenal deket sama mereka juga karena pacaran sama Kirana Bang, kalau nggak ogah deket-deket cewek rempong modelan Ningrum apalagi Lucy,” kata Keenan.
Raihan hanya ber 'oh’ ria, dia menarik gitar yang dibawanya kemudian mulai genjreng-genjreng bersama Keenan yang mengikuti melodi yang dia petik.
“Suara lo bagus juga,” puji Raihan.
“Gini gini aku mantan vokalis band Bang,” puji Keenan membanggakan dirinya.
“Mantan? Kenapa nggak dilanjutin?”
“Biasa, konflik internal. Ada salah satu personil yang suka sama Kirana tapi dia main belakang. Nggak suka aja sama caranya, mending dia ngomong langsung di depan apa maunya. Aku lebih seneng diajak bersaing secara sehat ketimbang main tikung,” kata Keenan.
“Lo kayaknya sayang banget ya sama Kirana?”
“Banget Bang. Walaupun secara fisik dia nggak cewek banget, terkesan tomboy, barbar, dan keras, tapi suka aja aku. Dia langka, dia beda dari yang lainnya, dan ada satu sifat dia yang nggak pernah dia perlihatkan selain ke aku sama Bang Adnan, makanya aku bertahan sama dia,” kata Keenan tanpa sadar dia tersenyum.
Raihan ikut tersenyum, kemudian menepuk pundak Keenan, “langgeng ya kalian,” kata Raihan.
“Aamiin Bang, makasih doanya. Nanti kalau aku sama Kirana beneran nikah abang kuundang ke nikahan. Dateng ya Bang,” kata Keenan.
“Nah, kalau lo udah serius sama dia kenapa nggak lo lamar aja sekarang? Kelamaan nunggu apaan?”
“Nunggu restu dari Papanya dia. Papa bilang mau terima lamaranku cuma kalau aku sudah punya kerjaan, paling nggak sudah sarjana lah. Ya bener sih tapi kalau dipikir-pikir. Orang tua mana sih yang rela anaknya dinikahi sama pengangguran. Mau dikasih makan apa nanti. Lagian aku sama Kirana belum genap 20 Bang. Kita berdua masih terlalu kecil,” kata Keenan.
Kalau Raihan diberi kesempatan untuk jujur, dia sebenarnya ingin bilang dia tertarik pada Kirana. Persis seperti yang dikatakan Keenan tadi, Kirana berbeda dari yang lain. Dia memiliki daya tariknya sendiri bak magnet yang mampu menarik apa saja mendekat padanya. Tapi setelah apa yang dituturkan Keenan barusan, Raihan jadi langsung berusaha mengubur perasaannya kembali, jangan sampai tunas itu membesar dan merusak segalanya. Faktanya laki-laki di hadapannya ini sudah memiliki niat serius pada Kirana dan bukan hanya Kirananya saja yang sudah merestui tapi juga seluruh keluarganya. Agaknya tidak pantas kalau tiba-tiba Raihan datang untuk meminta Kirana dari pelukan pemuda ini.
“Kee,” panggil Kirana.
Dia baru selesai mandi, setelah meletakkan alat mandinya kembali ke dalam tas dia langsung duduk tepat di sebelah Keenan. Gadis itu baru saja mandi, tapi tidak keberatan duduk di sebelah Keenan yang Raihan tahu berkeringat banyak sore ini. Dua gadis yang lainnya sedang berada di dalam, dari suara dan wangi parfum yang dia cium dia tahu kalau kedua gadis sahabat Kirana itu sedang bersolek. Kata-kata Keenan terbukti benar, Kirana memang berbeda dengan gadis yang lain. Raihan seolah-olah kembali diingatkan kalau dia harus segera mundur. Dia tidak pantas merebut Kirana dari pemiliknya.
“Kee, mandi gih. Ntar lu balik gue bikinin mie cup,” kata Kirana.
“Oiya lo jadi bawa minyak goreng kan? Lumpia dari Bunda di goreng sekalian aja buat cemilan,” kata Keenan kemudian beranjak berdiri, masuk ke dalam tenda kemudian keluar membawa dua kotak berisi lumpia, “Yang ini biasa, yang ini ada cabenya buat Kirana,” kata Keenan menyerahkan dua kotak itu ke tangan Kirana.
Adnan sudah membuat api unggun agar yang gadis bisa mulai memasak air dan menggoreng. Adnan tetap membantu untuk membuat dudukan agar wajan yang mereka bawa tidak gosong terbakar api. Keempat orang itu mengelilingi api sedangkan Keenan pergi mandi bersama Raihan.
Malam itu mereka semua menikmati terangnya malam ditemani mie cup dan lumpia buatan ibunya Keenan. Raihan yang fasih bermain gitar terus menerima request dari kedua teman Kirana. Dia duduk di antara Lucy dan Ningrum di depan tenda yang perempuan sedang Keenan dan Adnan duduk mengapit Kirana di depan tenda satunya.
“Uh uh uh, nguapnya gede amat neng,” kata Keenan melihat Kirana di sebelahnya menguap.
“Ngantuk,” jawab Kirana kemudian menyandarkan tubuhnya ke bahu sang kakak.
“Tidur sekalian di dalem sana,” kata Adnan.
“Ogah ah yang lain aja masih di si…,”
“Uhuk…, uhuk…,” tiba-tiba terdengar suara orang tersedak membuat semua mata tertuju pada sumber suara yang tidak lain dan tidak bukan adalah Raihan.
“Kenapa lo?” tanya Adnan.
“Gila ini lumpia apa omongan tetangga woy pedes banget buset.”
“Bang Raihan salah ambil punya Kirana ya?” kata Lucy sambil menyodorkan sebotol air.
“Gimana nggak pedes isinya campur cabe rawit,” kata Keenan.
“Kok bisa kemakan sih perasaan udah aku pisah Bang,” kata Kirana yang merasa bersalah, “Abang nggak papa?” tanya Kirana.
“Nggak kok nggak papa,” kata Raihan sambil tersenyum.
Fiks, gadis ini memang berbeda. Ini sih bukan hanya sekedar pedas, mulutnya terbakar ini. Untuk menghilangkan rasa pedasnya Raihan sampai harus menghabiskan setengah botol besar air mineral.
“Bang, aku bawa susu nih. Di minum aja, biar perut Abang nggak sakit,” kata Kirana menyerahkan satu kotak kecil susu strawberry.
“Makasih ya, besok Abang ganti deh,” kata Raihan.
“Nggak usah Bang. Aku bawa banyak kok,” kata Kirana lagi sambil tersenyum.
Raihan meraihnya. Sekali lagi dia berterima kasih dan langsung meminumnya sampai habis. Dia bahkan tidak perlu sedotan. Dia lebih memilih membuka lipatan di ujung botolnya kemudian mengguntingnya agar kotak itu bisa terbuka.
Keenan memandangi tingkah Raihan. Cara laki-laki itu minum susu kotak persis dengan cara Kirana. Gadis itu tidak pernah menggunakan sedotannya. Bukan hanya pada susu kotak, kalau gadis itu minum es juga tidak menggunakan sedotan. Dia lebih suka meminumnya langsung dari mulut gelas. Dalam hatinya ada satu titik kecemburuan sekarang dan dia tidak begitu suka dengan perasaannya yang satu ini.
Keenan itu bukan pencemburu, dia tidak peduli mau Kirana dekat dengan siapa saja. Tapi kali ini dia merasakan firasat yang tidak mengenakkan melihat mereka sedang membicarakan cara unik itu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 111 Episodes
Comments