“Ningrum, Kirana mana sih?” tanya Lucy yang sejak pagi tidak melihat di mana sahabatnya itu berada.
“Hari ini kan Keenan berangkat ke Bali. Ya wajarlah dia nggak ada di sini. Kan dia juga udah bilang di grup, dia hari ini mau ke rumah Keenan,” kata Ningrum.
“Oh iya aku lupa,” kata Lucy sambil menepuk jidat.
...***...
“Bawaanmu dikit amat ay?” tanya Kirana yang duduk di atas kursi yang biasa Keenan pakai untuk belajar.
“Emang aku harus bawa apa? Baju ganti udah, alat mandi udah, semir sepatu, sandal jepit. Selesai,” kata Keenan yang sedang menata kopernya.
“Ya nggak mau bawa apa gitu, skin care kek atau apa,” kata Kirana.
“Ada sih satu yang pengen aku bawa, tapi nggak bisa,” kata Keenan.
“Apaan?”
“Kamu.”
Kirana tersipu. Akhir-akhir ini Keenan sering melontarkan kata-kata manis. Dia yang tidak begitu suka memperlihatkan kemesraan dimuka umum juga mulai biasa memperlihatkannya. Dia bahkan tidak segan membelikan phone case yang sepasang dengan miliknya dan dia berikan pada Kirana. Seakan-akan dia memang ingin mengumumkan hubungannya dengan Kirana.
“Keenan, Kirana, kalau sudah selesai beres-beresnya sini turun kita sarapan bareng-bareng dulu,” panggil Bunda dari lantai satu.
“Ya Bunda…,” jawab Keenan dan Kirana bersamaan.
Keduanya turun, setelah memastikan semua keperluan Keenan sudah rapi di dalam koper, Keenan menenteng tas ranselnya dan menyeret kopernya ke bawah sedangkan Kirana mengikuti di belakang sambil membawakan jaket yang nanti akan dibawa oleh Keenan.
“Nah ini pengantin barunya udah turun. Bi, sini Bi kita makan dulu,” panggil Mbak Ayu pada suaminya.
“Bun, ini lumpia yang nggak ada cabenya yang mana?” tanya Keenan melihat dua piring lumpia buatan Bunda tergeletak di atas meja.
“Yang di piring putih punya Kirana,” kata Bunda.
“Banyak amat Bunda, Kirana mah makan 2 atau 3 cukup nggak perlu sebanyak ini,” kata Kirana.
“Sisanya kan bisa kamu bungkus di bawa pulang,” kata Bunda pada Kirana, calon menantunya.
Hari ini Keenan akan berangkat ke Bali untuk mengikuti Pimnas yang merupakan ajang bergengsi untuk mahasiswa di seluruh Indonesia dan Keenan diberi kehormatan untuk bisa mewakili kampus kebanggaannya ke perlombaan itu. Dua orang tim yang mewakili kampus akan berangkat ke Universitas Udayana bersama-sama. Mereka sudah janjian untuk bertemu di bandara.
Ayah, Bunda, dan Kirana mengantar Keenan ke bandara selesai sarapan. Sesampainya di sana, Kirana langsung berjalan menuju ke salah satu tenant yang menjual boba dan dia membeli satu gelas matcha milk tea boba ice ukuran large.
“Kirana minum es segitu banyak apa nggak batuk Ki?” tanya Bunda.
“Dia emang aneh Bun, lidahnya mati rasa kali. Itu kalau Bunda nyobain esnya Kirana juga nggak akan doyan,” kata Keenan.
“Ledekin aja terus. Sebel banget sih. Ayah, Keenan tuh nyebelin banget sih,” kata Kirana mengadu pada Ayahnya Keenan yang hanya bisa tertawa. Pasalnya beliau melihat sendiri, Keenan beberapa waktu lalu minta esnya Kirana.
Setelah menunggu sekitar 30 menit, akhirnya seluruh rombongan berkumpul dan mulai check in. Ayah, Bunda, dan Kirana masih menunggu sampai pesawat Keenan lepas landas baru ketiganya keluar dari area bandara. Kirana yang gabut akhirnya memajukan duduknya agar dia bisa melihat jalan melalui celah antara kursi kemudi dan kursi yang diduduki Bunda di sebelah kiri.
“Kirana, katanya cafe kamu mau grand opening, kapan sayang?” tanya Bunda.
“Hari Sabtu Bun,” jawab Kirana.
“2 hari lagi dong berarti?” tanya Ayah.
“Iya Ayah.”
“Sayang banget Keenan nggak bisa datang,” kata Bunda.
“Nggak papa Bun habis cafe ini kan aku bukanya joinan sama temen, nggak enak kalau mau diundur cuma biar Keenan bisa dateng,” kata Kirana.
“Nanti Ayah sama Bunda saja yang datang mewakili Keenan, nggak papa kan?”
“Nggak papa banget Yah, nanti Kirana traktir deh. Buat Ayah sama Bunda pesan apa aja gratis, asal datangnya pas grand opening, he…, he…,” kata Kirana lagi.
...***...
Ayah dan Bunda memenuhi janji mereka untuk datang ke grand opening YellowSun cafe rintisan Lucy, Kirana, dan Ningrum. Dalam acara grand opening itu banyak teman-teman mereka yang datang, juga kedua orang tua dari Ningrum, Lucy, dan Kirana. Tidak ketinggalan Ayah dan Bundanya Keenan juga datang. Beberapa ada juga yang mengirim karangan bunga sebagai ucapan selamat. Sebagai ceremonial, Kirana, Lucy, dan Ningrum memutuskan untuk menanam sebuah pohon di depan cafe mereka selain mereka juga melakukan acara potong pita dan tumpengan.
Hari itu pelanggan tidak berhenti berdatangan. Lucy dan Ningrum sibuk menyiapkan seluruh pesanan dibantu dengan seorang waiters part time bernama Dimas. Kirana juga sesekali membantu jika urusan di meja kasir sudah beres. Selepas makan siang cafe sedikit lengang. Keluarga mereka juga sudah undur diri semua. Hanya ada 3 meja terisi dan 4 sisanya masih kosong saat ini.
Kirana baru selesai melayani meja 2 ketika sebuah mobil patroli terparkir di parkiran depan dan dua orang laki-laki berjalan keluar dari mobil itu. Kirana mengenali salah satunya sebagai Bang Raihan, sahabat kakaknya. Dia langsung berjalan membukakan pintu dan mempersilahkan tamu pentingnya itu untuk masuk.
“Silahkan Bang, mau pesan apa? All item diskon 50%,” kata Kirana.
“Rekomendasi dong. Best sellernya apa?” tanya Bang Raihan.
“Baru buka Bang, belum punya best seller lah. Eh tapi ada sih yang paling sering dipesan. Lucya set itu isinya ada random baby macaron sama latte, bisa request mau hangat atau ice, rainbow crepes cake kita juga enak. Kalau tidak begitu suka manis kami punya menu kebab, burger, atau pizza,” kata Kirana.
“Bro, lo yang bawa gue ke sini berarti lo yang traktirin gue kan?” tanya rekan Bang Raihan.
“Tenang. Udah pesen aja apa yang lo mau. Itung-itung ucapan selamat gue istri lo udah isi,” kata Bang Raihan.
“Nah gitu dong, sebagai teman se-letting lo harus peduli sama gue,” katanya lagi.
“Aku pesan beef kebab plus telur sama summer ice ya,” rekan Bang Raihan menyebutkan pesanan.
“Abang pesan burger no cheese saja sama americano,” kata Bang Raihan.
Kirana langsung mencatat pesanan kemudian kembali ke meja bar untuk menyerahkan pesanan itu pada Ningrum agar bisa langsung dia buat. Setelah Ningrum masuk ke dapur, Kirana langsung berdiri di depan mesin kopi. Beberapa waktu lalu dia mendapatkan sertifikat barista makanya urusan perkopian menjadi tugas Kirana. Tangannya bergerak lincah membuatkan kopi pesanan Bang Raihan. Kirana juga membuatkan summer ice dan setelah pesanan siap dia bawa ke meja tempat Bang Raihan dan rekannya duduk.
Selesai sudah tugasnya, dia kembali ke meja kasir dan langsung membuka handphonenya. Dia sedang mencari informasi tentang kejuaraan pimnas yang diikuti Keenan tapi bukannya dia mendapatkan informasi, sudah lebih dulu dia tahu dari akun sosial medianya yang di tag dalam postingan Keenan yang terbaru.
Postingan itu berisi foto Keenan yang mengenakan almamaternya dengan medali perak dikalungkan di leher juga sebuah piala besar di hadapannya. Keenan menggenggam secarik kertas bertuliskan “Kirana, selamat ya atas grand opening cafemu. Maaf aku nggak datang tapi semoga ini bisa mengobati kekecewaanmu, I Love You”. Begitu melihatnya Kirana berjingkrak. Dia senang bukan main. Lucy yang tadinya sedang mencuci piring saja sampai ikut berjingkrak karena melihat postingan itu.
Ningrum belum sempat memeluk sahabatnya, dia masih memiliki tugas untuk mengantar pesanan Bang Raihan ke mejanya. Bang Raihan bisa melihat rona bahagia di wajah Kirana makanya Bang Raihan menanyakan apa yang sedang terjadi pada Ningrum.
“Keenan juara 2 di pimnas Bang, dan dia barusan nge-tag Kirana di postingan terbarunya, nih…,” kata Ningrum sambil memperlihatkan foto yang menjadi alasan bahagianya Kirana saat ini.
“Keenan ikut pimnas? Selamat ya, sampaikan salamku juga untuk Keenan kalau dia ke sini,” kata Bang Raihan dengan senyum yang agak dipaksakan.
Selepasnya dari cafe, Raihan hanya diam. Dia dan rekannya masih melanjutkan patroli namun Raihan seperti sudah setengah hati melakukannya. Rekannya itu sadar dengan perubahan Raihan, makanya dia bertanya.
“Bro, lo kenapa sih?”
“Kepo amat lo,” jawab Raihan.
“Lo keliatan nggak suka waktu liat cewek di cafe tadi dapat pesan cinta dari pacarnya. Lo suka sama tuh cewek?” tanya rekan Raihan.
“Apaan sih, kagak. Random amat lo jadi orang,” kata Raihan.
“Lo nggak bakal bisa bohongin gue Han. Bilang aja lo suka, tapi lo telat karena dia udah jadi punya orang. True or true?”
“Lo kenal Adnan nggak?”
“Adnan Dzaki maksud lo?”
“Iya. Adnan Dzaki yang sekarang tugas di Surabaya. Cewek itu adeknya Adnan. Namanya Kirana,” kata Raihan membuat rekannya kaget.
“Waw. Tiati lo, salah melangkah dikit aja lo bisa musuhan sama si Adnan. Kalau udah bahas soal keluarganya dia bisa jadi garang banget dan gue yakin lo nggak akan mau berurusan sama Adnan Dzaki,” kata Raihan.
“Itulah kenapa gue takut melangkah…,” kata Raihan sambil menghela nafasnya kasar. Mau bagaimana lagi, dia memang tidak bisa melakukan apapun sekarang.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 111 Episodes
Comments