Bab 3

Setibanya di kelas, Sachinta langsung menghempaskan tas di atas meja dan meletakkan kepala di atasnya. Masih terasa kesal dan ingin marah, karena ponsel yang merupakan sebagian dari hidupnya harus dipisahkan begitu saja.

"Kenapa Lo?" tegur Ria duduk di samping Sachinta dan menatap terheran.

"Si killer, masa HP gue engga salah apa-apa main sita aja sih? rese banget kan tuh orang?" kesal Sachinta bercerita, tetap merebahkan kepala di atas tas ransel miliknya.

"Lah, kok bisa? Lo simpan film film aneh kali di ponsel Lo, terus ketahuan deh" santai Ria dengan mengunyah coklat di mulutnya.

"Emangnya Lo?! enak aja, gini-gini gue manusia baik-baik" sahut Sachinta memalingkan wajah ke arah lain.

"Gue kenapa? gue cuma punya film drama Korea aja di HP gue" polos Ria yang sedikit lemot.

"Tau lah" singkat Sachinta kesal.

"Kiki tuh" seru Ria melihat ke arah laki laki yang melintas depan kelas, menggoyangkan lengan sahabat baiknya.

"Bodo, palingan juga mau ketemu ceweknya yang ganjen itu" tambah kesal Sachinta berucap.

Rizki atau lebih akrab dipanggil Kiki, adalah cinta pertama Sachinta dari ia mulai pra MOS. Tapi cinta tulus yang diberikan hanya mendapat satu jawaban selama ini, yaitu bertepuk sebelah tangan. Tragis dan sangat menyakitkan untuk diingat kembali. Pasalnya Kiki sudah mengincar satu cewek populer di sekolah bernama Girli.

Cewek cantik, tinggi, seorang model yang memiliki kulit seperti susu. Bahkan lalat saja bisa bercermin sebelum terpeleset, ketika hinggap di kulitnya. Terlalu sempurna untuk menjadi seorang gadis SMA, apalagi perlakuan semua murid dan guru terlalu pilih kasih padanya.

Kiki dan Girli sudah jadian semenjak mereka duduk di bangku kelas dua awal. Terang terangan Kiki mengutarakan perasaan di hadapan semua murid sewaktu jam makan siang di kantin, tepat di hadapan Sachinta juga. Tidak perlu lama, Girli langsung menerima ungkapan perasaan dari idola basket tersebut.

Semenjak hari itu, Sachinta seolah tak memiliki hasrat untuk ke sekolah dan tidak pernah lagi ke kantin untuk makan. Hatinya tidak sanggup melihat kemesraan serta kedekatan yang ditunjukkan Girli dan Kiki bersama. Seperti tersayat dengan benda tajam, lalu di berikan air perasan jeruk nipis. Itulah perasaan Sachinta ketika melihat kedekatan keduanya.

Bel waktu istirahat usai pun berbunyi, mata pelajaran satu persatu di lalui dengan malas tanpa konsentrasi. Pikirannya melayang pada game yang belum terselesaikan pada ponselnya. Matanya juga sayup sayup tak mampu terbuka, mendengar penjelasan Guru seperti sebuah dongeng yang lembut mengantarkannya terlelap.

Sampai saat jam sekolah berakhir, Sachinta berusaha membuka mata kuat dan berlari ke arah kantor wakil kepala sekolah kembali untuk mendapatkan HP miliknya. Napasnya sudah terengah berlari menuruni anak tangga, namun tak di dapati Arman di ruangannya.

"Sial! kemana lagi sih nih orang?!" jengkel Sachinta menghentakkan satu kaki di atas lantai, tepat di hadapan ruangan Arman.

Mondar mandir menunggu Guru yang telah menyita ponselnya, Sachinta terlihat gusar dalam penantian. Hingga lima belas menit berlalu, tidak terlihat juga batang hidung lelaki berwajah dingin dengan sorot mata menyeramkan itu. Tanpa putus asa, Sachinta menunggu di depan ruangan, terus berdiri dan berjalan kesana kemari.

"Lo engga pulang?" tegur salah seorang laki laki teman kelas Sachinta mendekat.

"Gue kan telat, jadi harus nunggu hukuman. Lagipula HP gue di sita, gue engga bisa pulang tanpa HP gue" sahut gadis tetap berdiri tersebut santai.

"Pak Arman udah pulang kali Sa, Lo pulang aja" ucap Nino, mengejutkan Sachinta menoleh ke arahnya.

"What?!" terkejut Sachinta.

"Iya, dia udah pulang dari sebelum jam pulang tadi. Mendingan lo pulang aja, besok juga bakal ketemu" jelas Nino selaku ketua OSIS, melemaskan tubuh Sachinta seketika.

"Lo tau rumahnya gak?" memelas Sachinta.

Nino meraih ponsel dan menunjukkan GPS lokasi rumah Arman, dan dihapal berulang oleh Sachinta. Mengangguk seolah mengerti, tapi melihat lagi dan lagi.

"Lo tau gak sih?" tanya lelaki masih memegang ponsel di samping Sachinta.

"Hehehehe, engga tau" cengengesan memasang wajah bodoh, Sachinta menggaruk kepalanya.

"Aduh!" Nino menepuk jidatnya keras, kembali Sachinta cengengesan.

"Udah lah Lo tunggu aja besok, lagian hukuman Lo belum ditentuin juga kan? pulang aja sana" ucap Nino mematikan ponsel dan memasukkan pada saku celana.

"Lo anterin gue dong, entar gue kasih upah deh. Janji!" merengek dan mengangkat dua jari memasang wajah sok imut.

"Males banget gue, upah Lo paling mahal juga gorengan seribu perak!" malas Nino melangkah pergi, dikejar oleh Sachinta menarik lengannya.

"Please dong, itu game belum tamat bentar lagi gue menang. Kalau nunggu besok, otak gue keburu jongkok duluan" merengek kembali menarik lengan Nino dan menggoyangkan berulang.

"Hmmmm" Nino menghela napas panjang, menatap gadis di sampingnya tengah mengedipkan mata berulang kali sambil wajah di pasang imut.

"Oke lah, Lo ikutin gue dari belakang. Tapi gue ke kantor dulu antar tugas" pasrah Nino tidak bisa menolak.

"Yeeeee, makasih banyak Abang Nino" berlompatan kegirangan.

Ingin memastikan jika Nino benar benar mengantar, Sachinta mengikuti dari belakang sampai ke ruang guru. Setelah selesai menyerahkan tugas, keduanya berjalan bersama menuju tempat parkir untuk mengambil kendaraan masing masing.

Nino kerap kali datang ke rumah Arman, karena memang mereka adalah saudara sepupu. Lagipula jalan rumah Nino juga satu arah dengan rumah Arman, rumah mereka pun berdekatan. Jadi tidak ada salahnya sekalian membawa Sachinta bersama.

Satu jam lebih lima belas menit, keduanya tiba di sebuah rumah mewah dengan pagar besi menutupi. Nino menekan bel rumah yang terdapat banyak mobil di teras tersebut. Sachinta hanya diam menunggu di atas motor, tidak lagi berpikir apa yang akan di hadapi karena baginya ponsel adalah hal paling berharga untuk ia dapatkan saat ini.

"Masuk aja sendiri, gue mau pulang" seru Nino setelah melihat seorang pembantu berlari hendak membuka pagar.

"Lah, temenin gue bentar aja dong. Kan upah Lo belum gue kasih" tersenyum memainkan mata, lagi lagi Nino hanya bisa menghela napas panjang.

"Eh mas Nino, kenapa engga langsung masuk aja?" tegur pembantu rumah Arman sambil membuka pagar, mengejutkan Sachinta.

"Bang Arman ada bi? bilangin nih ada yang mau ketemu" sahut Nino makin mengejutkan Sachinta dan berjalan mendekat.

"Lo panggil Abang?" tanya Sachinta heran.

"Lah emang Abang sepupu gue, masa gue panggil om? yang salah aja Lo?!" celoteh Nino santai, berjalan masuk kedalam rumah meninggalkan Sachinta bengong.

"Yang bener aja!" teriak Sachinta mulai tersadar dan berlari mengejar Nino ke dalam, merangkul pundak Nino hingga lelaki lebih tinggi itu kehilangan keseimbangan dan hampir terjatuh.

Terpopuler

Comments

Mila Adzkia

Mila Adzkia

KY nya rada gesrek nh ank...tomboyyy abiss

2021-11-22

1

࿅xena_wild ˡⁱᵒⁿあᬊ𝄞༗

࿅xena_wild ˡⁱᵒⁿあᬊ𝄞༗

🤣🤣🤣🤣🤣sachinta dudul

2021-10-23

0

Rizky Aidhil Adha

Rizky Aidhil Adha

+ seru☺️

2021-07-13

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!