Bab 2

Di sekolah, Sachinta baru tiba dan di sambut oleh dua pasang mata sinis ke arahnya. Seorang lelaki bertubuh tegap, dengan kemeja warna putih juga celana Chino warna krem. Wajah dingin dengan sorot mata tajam, melipat tangan di balik pagar yang perlahan tertutup oleh satpam.

"Yah Pak, kan saya belum masuk? kenapa di tutup?" memelas Sachinta di balik pagar.

"Siapa suruh kamu telat setiap hari?!" tegas Arman selaku wakil kepala sekolah.

"Bukan saya yang mau Pak, takdir hidup saya yang mau" berkilah Sachinta dengan wajah meyakinkan.

Membuang napas kasar, tetap pada wajah dingin dengan sorot mata mematikan. Arman berdiri di balik gerbang melipat tangan, menggelengkan kepala berulang kali mendengar jawaban Sachinta. Sedangkan Budiono, satpam sekolah hanya bisa menahan tawa akan jawaban gadis tetap duduk di jok motor tersebut.

"Tunggu diluar sampai jam istirahat!" tegas Arman dalam nada dingin.

"Pak, saya ini siswa loh. Aturannya kan saya datang ke sekolah buat belajar, bukan nunggu gerbang sekolah" ucap Sachinta, ditinggalkan oleh Arman.

"Pak! Pak!" teriak Sachinta memanggil lelaki sudah berjalan masuk kedalam lingkungan sekolah.

"Udah neng, pasti neng belum kerjain PR juga kan?" tersenyum Budiono ke arah Sachinta yang juga melebarkan senyum.

"Hahaha, akting sedikit dong Pak" tawa Sachinta gembira.

"Ya udah, neng main game saja di depan. Saya masuk dulu ya, takut Pak Arman marahin saya nanti. Ini buat temannya neng" pamit Budiono, memberikan satu kantong plastik gorengan.

"Terima kasih banyak Pak Budi yang baik hati dan suka menabung" senyum Sachinta meraih kantung gorengan.

Budiono hapal betul kalau Sachinta tidak pernah mengerjakan PR matematika, dan selalu sengaja telat setiap jam pertama matematika. Ia memang jago berakting di depan wakil kepala sekolah, yang sebenarnya dalam hati sangat bahagia. Karena bisa bersantai dengan bermain game diluar sampai puas.

"Ini nih namanya keberuntungan!" tekan Sachinta dalam kata keberuntungan sambil duduk di atas jok motor, mulai memainkan ponsel dengan mulut mengunyah gorengan.

Dari dalam tanpa ia ketahui, Arman masih memperhatikan. Arman tidak pernah habis pikir dengan satu siswi yang di anggapnya bandel tersebut. Tidak pernah ada kapoknya walau sudah sering di hukum, namun masih mengulangi kesalahan yang sama hampir setiap hari. Tangan Arman seolah lelah mencatat nama Sachinta dalam buku hitam, dan memanggil orangtuanya.

Terlihat bahagia duduk santai menikmati gorengan, Sachinta tetap tidak menyadari sorot mata yang mengarah terhadapnya. Marah marah sendiri ketika game harus mati, membuat Arman terkejut akan banyak ekspresi yang keluar dari gadis cantik itu. Terkadang setiap tingkahnya, membuat semua guru hanya bisa menghela napas dan tersenyum Sajam Mungkin jika ia tak ada di sekolah, Guru akan kehilangan hiburan.

Meski bandel, Sachinta adalah murid yang paling bisa diandalkan dalam bidang olahraga. Berulang kali ia membawa harum nama sekolah dengan mengikuti beberapa turnamen, dan membawa kembali piala juara satu. Bagi Sachinta memang ia bisa bandel, tapi ia juga harus memiliki sisi lain yang bisa di banggakan. Walaupun otaknya dalam pelajaran tergolong tumpul, karena selalu tertidur dalam kelas.

***

Bel istirahat pertama pun berbunyi, Arman menghampiri Sachinta di luar gerbang. Matanya membulat terkejut tak percaya, melihat gadis yang tengah di hukum itu malah asik tertidur di atas motor. Untung saja tingkahnya tidak seperti kuda ketika tidur, hingga tidak khawatir terjatuh walaupun sudah satu jam lebih ia terhanyut dalam mimpi.

"Ya Tuhan, malah tidur pulas banget?!" gumam lirih Arman mengamati wajah lelap Sachinta.

"Bangun!" teriak Arman kencang, mengejutkan Sachinta langsung terbangun.

Arman menopang tubuh Sachinta yang hampir terjatuh karena terkejut. Tanpa sengaja, ia memeluk tubuh gadis paling tidak di sukai di sekolah. Gadis yang selalu membuatnya geram setiap kali melihat. Menelan saliva nya kasar, Arman mendorong tubuh Sachinta hingga hampir terjatuh bersama motornya. Untung saja, Arman cepat menahan setir motor dan tak sampai terjatuh.

"Bapak kalau mau peluk peluk itu dilihat dulu, saya ini murid loh Pak. Bisa saya laporkan ini ke Kepala Sekolah" ucap Sachinta mencoba mengumpulkan nyawa.

"Masuk dan isi data kamu di kantor!" tegas Arman berlalu pergi.

"Wangi juga tuh si killer" tertawa kecil, menyalakan mesin motor.

Membawa motornya ke dalam dan meletakkan di tempat parkir, Sachinta melepas jaket dan berjalan ke arah kantor wakil kepala sekolah karena sudah di tunggu Arman di sana. Berjalan santai dengan topi sudah dikenakan, Sachinta seperti anak tanpa dosa menyapa teman temannya dengan melambaikan tangan.

"Permisi Pak, boleh saya masuk?" basa basi Sachinta usai mengetuk pintu.

"Cepat isi dan kembali ke kelas, jalani hukuman kamu sepulang sekolah!" tegas lelaki tengah berdiri melipat tangan depan dada, tepat di samping meja.

"Baik Pak" berjalan masuk dan duduk mengisi data pada buku pelanggaran.

"Buka topi kamu, dan letakkan di meja saya beserta ponsel kamu!" tegas Arman, mengejutkan gadis masih memegang pena berwarna hitam tersebut menoleh cepat.

"Lah, kan yang telat saya Pak bukan topi sama HP saya? kenapa mereka ikut di hukum juga?" sahut Sachinta, di balas mata melotot oleh Arman.

"Iya, iya" pasrah Sachinta mulai melepas topi dan meletakkannya di atas meja, bersama dengan ponsel yang sudah ia ambil pada tas ransel berwarna biru muda miliknya.

Menggerutu dalam hati karena harus terpisah dari dua benda kesayangannya, Sachinta terus mengisi buku pelanggaran. Arman memperhatikan buku yang tengah diisi oleh gadis berambut panjang sampai pinggang tersebut.

"Sudah Pak" ucap Sachinta menyerahkan buku tebal panjang ke arah Arman.

"Pulang sekolah kembali lagi kemari untuk menentukan hukuman kamu!" dingin Arman.

"Baik, Pak" pasrah kembali Sachinta, dengan hati sangat ingin marah.

Ia pun keluar ruangan dengan hati kesal dan mengumpat, memberikan banyak sumpah serapah untuk Arman dalam hatinya. Baru kali ini Arman menyita ponsel juga topi yang menjadi ciri khas Sachinta selama ini. Entah apa yang dipikirkan Arman hingga mengambil semua barang kesayangan Sachinta.

Begitu tidak terlihat lagi Sachinta, Arman mulai duduk dan meraih topi milik Sachinta. Bibirnya tersenyum sengit melihat topi baseball dengan nama Sasa pada bagian samping. Tangannya beralih meraih ponsel dan dilihatnya wallpaper pada ponsel berwarna putih di tangannya.

"Kalau saja tidak bandel, pasti dia akan secantik foto ini" tanpa sengaja Arman bergumam mengamati wajah cantik Sachinta pada wallpaper ponsel.

"Jadi penasaran seperti apa dia sebenarnya" gumam kembali Arman.

Mulai mengecek ponsel milik muridnya, Arman melihat lihat WhatsApp yang isinya hanya guyonan receh, ibu jarinya menggeser pada galeri dan dilihatnya banyak sekali foto foto Sachinta bersama Syibil. Terlihat mirip juga begitu akrab, bibirnya mulai tersenyum melihat galeri foto yang di rasa cukup konyol dengan pose pose Ibu dan anak tersebut.

Terpopuler

Comments

Maulida Umaya S

Maulida Umaya S

kocak banget si sachinta

2022-07-18

1

yanti ryanti

yanti ryanti

lanjut ach

2021-11-22

0

Rizky Aidhil Adha

Rizky Aidhil Adha

Kyax seru nih.....🙄

2021-07-12

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!