Perjalanan Cinta Vanessa
Empat tahun berlalu begitu cepat. Semua anak anak Mario dan Val telah tumbuh menjadi pemuda yang hebat. Ved di usianya yang masih muda sudah mampu memimpin perusahaan Opanya. Begitu juga dengan Veer, Ia memimpin perusahaan menggantikan Mario yang sudah pensiun awal. Anak gadis satu satunya di keluarga, si cantik Van yang cerdas itu kini sudah sukses menjadi Dokter. Kalau Ladit, Pemuda itu juga memimpin perusahaannya sendiri. Papa Ladit memiliki saham di perusahaan Mario. Karena ingin mandiri. Ia memisahkan saham Papanya dan mendirikan perusahaan sendiri. Meskipun tidak terlalu besar. Namun berkat kegigihannya. Ia berhasil menjadikan perusahaan kecil itu berkembang pesat saat ini.
"Assalamualaikum." Van memasuki rumah.
"Waalaikumsalam."
"Mommy mana Dad?" Tanyanya.
"Lagi pergi ke rumah Mami."
"Ih. Kok nggak kasih kabar ke Van. Kok Daddy nggak ikut?"
"Nggak boleh."
"Kasihan. Kak Ved, Kak Veer sama Kak Ladit belum pulang dari kantor?"
"Belum." Jawab Mario dengan malas sambil melanjutkan membaca.
"Dad."
"Haish...Kamu tanya mulu. Daddy lagi baca."
"Iya maaf. Daddy makin galak aja. Kalo gitu Van ke kamar dulu."
"Hm." Jawab Mario tanpa mengalihkan pandangannya.
Sampai di kamar Van langsung membersihkan diri kemudian duduk di balkon kamar sambil menikmati susu kaleng dingin yang dibawanya dari bawah. Suara ketukan pintu membuat gadis itu beranjak dari duduknya untuk melihat siapa yang datang.
"Kak Ladit."
"Van. Ayo makan. Mom sudah nunggu di bawah."
"Mom sudah pulang?"
"Sudah. Tadi sekalian aku jemput."
"Oh. Ayo kalo gitu."
"Iya." Ladit menyusul Van yang sudah berjalan mendahuluinya.
"Mom." Van mencium pipi Mommynya.
"Hy. Ayo duduk. Makan siang."
"Iya."
"Mom tadi ke rumah Oma ngapain?"
"Oma kangen. Makannya suruh Mom kesana."
"Kakak juga?"
"Nggak. Kita ke kantor." Jawab Ved.
"Van. Nanti bisa temani kakak nggak?"
"Kemana?"
"Beli kemeja."
"Izin aja sama Mom."
"Mom." Ladit ingin meminta izin.
"Boleh. Kalian itu sudah dewasa ya. Bisa ambil keputusan sendiri."
"Iya Mom."
"Dad. Kamu nggak pergi ke rumah Pak RT?"
"Kenapa memang?"
"Kemarin dia kan suruh kamu kesana."
"Nggak ah. Aku males. Kalo dia butuh biar kesini aja."
"Kamu. Kebiasaan deh."Kesal Val pada suaminya.
Van dan Ladit sudah berada di mall. Keduanya berjalan santai sambil melihat lihat.
"Kamu mau beli apa Van?"
"Nggak. Lagi nggak pengen apa apa. Kakak aja yang beli."
"Kita langsung ke toko pakaian ya."
"Iya."
Sampai disana Ladit sibuk memilih kemeja sedangkan Van hanya menunggu sambil duduk.
"Van. Ini bagus yang mana?" Tanyanya meminta pendapat.
"Semuanya bagus. Ambil aja semuanya. Tiap hari dipakai juga kan."
"Iya sih." Kata Ladit kemudian mengambil beberapa kemeja dengan warna yang berbeda beda.
"Kita langsung pulang atau kemana dulu Van?"
"Beli dimsum dulu buat Mom yuk."
"Ayo." Ladit menggandeng tangan gadis itu untuk segera pergi.
Dalam perjalanan pulang. Ladit tak berhenti mencuri pandang pada gadis yang tengah duduk sambil memejamkan mata di sampingnya. Ia ingin sekali memperistri Van. Namun Ia takut sekaligus bingung bagaimana cara menyampaikannya pada Mommy dan Daddynya. Rasanya sangat aneh. Hubungan adik kakak yang sudah terjalin dengan baik harus seperti ini. Meskipun mereka tidak ada hubungan darah. Namun tetap saja aneh rasanya.
"Van."
"Ya kak."
"Kamu lagi dekat sama seseorang?"
"Maksud kakak?"
"Kamu sudah punya laki laki idaman?"
"Belum. Memangnya kenapa?"
"Nggak. Aneh aja cewek cantik dan baik kaya kamu belum punya calon."
"Em...Van belum mikir sampai ke situ."
"Kamu ngantuk?"
"Nggak."
"Kalo ngantuk tidur aja. Nanti kalau sampai aku bangunin."
"Nggak kok. Aku nggak ngantuk. Cuman pengen merem aja."
Keduanya baru sampai di rumah sore hari.
"Aku taro ini di kamar dulu ya. Kamu langsung kesana. Nanti aku susulin."
"Iya." Kata Van langsung meninggalkan Ladit menuju ke teras belakang karena Mommy dan para saudaranya berada disana.
"Nah ini yang diomongin baru datang."
"Ada apa memang?"
"Nggak papa. Kak Ladit mana?"
"Lagi di kamar taro belanjaannya."
"Oh..."
"Mom. Aku beliin dimsum buat Mom."
"Makasih. Ngerti aja kamu."
"Sama sama Mom." Van langsung memeluk Mommynya.
Ladit datang langsung duduk di sebelah Van.
"Dit."
"Ya Dad."
"Kamu sudah punya calon? umur kamu sudah 25 lo."
"Belum Dad. Umur segitu juga masih muda."
"Yah. Masa belum kenal cewek sama sekali."
"Halah. Kaya kalian udah pada ada aja."
"Kita kan masih muda banget. Belum mikirin ke arah situ."
"Apa bedanya? Umur kita cuman terpaut 4 tahun."
"Ya beda dong. Kita masih muda banget."
"Van."
"Ya Dad."
"Kalo Daddy suruh kamu nikah gimana?"
tanya Mario membuat semua yang berada di situ melongo tidak percaya.
"Ntar dulu Dad. Van belum punya calon. Lagian umur Van juga baru 18. Van belum siap."
Mario mengamati wajah Ladit yang tampak berbeda. Pemuda itu memaksakan senyum mendengar penuturannya barusan.
"Hari ini pada kenapa sih ngomongin nikah mulu sih." Heran Val.
"Tau tuh si Daddy."
Mario mengajak istrinya duduk berdua di balkon kamar. Dari gelagatnya pria itu akan menyampaikan sesuatu yang serius.
"By." Panggilnya pada sang istri.
"Aku mau ngomong sesuatu sama kamu."
"Ngomong apa?"
"Ini penting."
"Yasudah ngomong aja."
"Begini. Sebenarnya isi wasiat itu masih ada kelanjutannya."
"Apa?"
"Frans minta kita menjodohkan Ladit sama Van."
"Hah?" Val menutup mulutnya karena terkejut.
"Iya. Gimana aku nyampaikannya ke Van ya."
"Kamu kok baru ngomong sekarang sih."
"Ya Maaf. Aku tunggu waktu yang tepat dulu. Aku khawatir Ladit seperti Papanya. Aku juga ragu untuk menjalankan wasiat ini. Aku takut nantinya Van tidak bahagia sama dia. Bagaimanapun juga aku orang tuanya. Aku mau yang terbaik untuk anak anakku."
"Hm. Iya juga. Tapi apa Ladit sudah tau tentang ini?"
"Belum ada yang tau kecuali aku sama kamu."
"Lebih baik kita ngomong aja. Kedepannya gimana biar waktu yang menjawab."
"By."
"Hm."
"Kamu nggak khawatir sama masa depan Van kalau wasiat ini kita jalankan?"
"Ladit anak baik kok. Aku tau itu. Tapi lagi lagi mereka yang menjalankan. Ah gimana ya. Aku juga bingung. Kamu yang ngomong."
"Kamu dong. Mereka kalo kamu yang ngomong kan pasti di dengerin."
"Nanti kita berdua yang ngomong." Putusnya.
"Kalau mereka nolak. Ah bukan. Kalau Van menolak gimana?"
"Maksud kamu? Kok Van?"
"Kamu belum tau kalau Ladit itu sebenarnya suka sama Van."
"Dari tingkah lakunya sih kayanya iya. Tapi aku nggak ambil pusing."
"Dia suka sama Van sudah lama."
"Tau banget kamu."
"Iya lah. Dia kaya Papanya. Kalo beneran suka sama orang tingkahnya aku pasti tau. Kaya dulu Frans suka sama kamu."
"Jangan di bahas lagi."
"By." Mario langsung menyusul istirnya pergi.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 37 Episodes
Comments
Huang jiahong
aku mampir ya kk,,,,semoga jln cerita nya gak mengecewakan kita kita ,,, SEMANGAT 💪💪💪😘🙏🙏
2022-02-24
0
Putri Nazwa
aku datang d ceritamu thor
semangat up thor lanjut
2022-02-24
0