Masih Ada Harapan

Pernikahan Van tinggal seminggu lagi. Gadis itu baru saja pulang dari rumah sakit. Ia membersihkan diri sebentar kemudian ikut duduk bergabung bersama keluarganya yang lain. Van merasa lega sekarang karena melihat Ladit kembali ceria setelah beberapa waktu yang lalu muram. Pemuda itu sering tertawa bersama Mommy dan kedua saudara kembarnya.

"Permisi Tuan. Nyonya. Ada yang bertamu."

"Siapa?"

"Namanya Levin."

"Suruh dia kesini." Jawab Mario tegas.

"Baik Tuan." Mario sudah mendengar berita ini. Namun Ia bungkam. Pria itu membiarkan pemuda sialan itu untuk menyampaikan sendiri pada anak gadisnya.

Sosok laki laki datang dan duduk setelah di persilahkan.

"Katakan."

"Saya mohon maaf yang sebesar besarnya. Pada Van, Om, Tante dan semuanya."

"Langsung saja pada intinya. Jangan bertele tele. Saya beri kesempatan kamu untuk menyampaikannya sendiri pada Putri saya. Saya beri kesempatan kamu untuk hidup karena kamu harus bertanggung jawab."

"Dad. Apa maksudnya?" Tanya Van kebingungan.

"Maaf Van. Kita tidak bisa melanjutkan pernikahan ini."

"Apa maksudmu." Veer yang bereaksi paling brutal. Ia mencengkram kerah kemeja Levin.

"Aku bersalah. Aku minta maaf. Aku tidak sengaja meniduri seorang gadis saat di club' malam."

Diam sedari tadi Ladit langsung menamparnya dengan kencang hingga darah segar keluar dari sudut bibir Levin.

"Bajingan kamu. Beraninya kamu seperti ini."

"Maaf. Aku melakukannya tidak sadar. Aku di bawah pengaruh alkohol."

"Jangan berkepanjangan. Kakak. Bawa dia pergi dari sini. Aku jijik. Aku nggak mau lihat dia lagi."

"Van. Aku minta maaf."

"Pergi."

"Van. Dia harus diberi pelajaran."

"Biar Daddy yang urus. Kamu bawa dia keluar."

"Iya Dad."

Veer langsung menarik Levin untuk keluar.

Sampai di gerbang depan Ia langsung menghempaskan tubuh Levin hingga terjatuh.

"Aku minta maaf." Katanya sambil memeluk kaki Veer.

"Maaf tidak bisa mengembalikan semuanya. Kau membuat adikku bersedih. Setelah kau melangkahkan kaki keluar. Aku akan membuatmu menderita dengan perlahan. Aku peringatkan kamu. Jangan sekali kali membuat masalah dengan keluarga Albert."

Veer masuk ke dalam setelah memberikan Pemuda itu ancaman.

Van menatap Daddynya untuk meminta penjelasan.

"Daddy sudah selidiki. Daddy sudah tau tentang calon suamimu itu."

"Kenapa Daddy nggak bilang sama Van."

"Daddy ingin dia yang bicara sendiri sama kamu."

"Kamu gimana sih Van. Kamu nggak tau kalau dia sering ke club'."

"Aku nggak tau kak."

"Harusnya sebelum mengambil keputusan itu dicari tahu dulu dong. Jangan asal mau saja."

"Sekarang mau bagaimana lagi? sudah terlambat."

"Jangan dibahas dulu. Van mau sendiri." katanya langsung meninggalkan mereka semua.

Val memasuki kamar anak gadisnya. Ia memang memberikan waktu sebentar untuk Van agar merasa tenang.

"Sayang." Panggil Val dengan lembut.

"Mom." Van langsung memeluk Mommynya. Dia mengeluarkan air mata yang sudah di tahannya sekuat tenaga sejak tadi.

"Keluarkan nak. Menangis lah."

"Mom. Van salah apa sih. Semuanya kok jadi begini." Katanya sambil sesenggukan.

"Kamu nggak salah sayang. Memang dia bukan yang terbaik buat kamu. Makannya tuhan kasih tau kamu sekarang biar nggak sakit lebih jauh lagi. Jika kamu menikah dengan dia dan tabiatnya masih seperti itu. Maka rumah tangga kamu tidak akan bahagia. Percaya sama Mom. Akan ada kebahagiaan untuk kamu kedepannya."

"Makasih Mom." Katanya setelah tenang. Bagaimanapun situasinya Mommynya selalu saja bisa membuatnya tenang.

Perasaan Ladit campur aduk antara kesal, marah, sedih dan senang menjadi satu. Ia sangat kesal karena laki laki itu membuat hati gadis yang dicintainya bersedih. Disisi lain Ia juga senang karena Van tidak jadi menikah. Itu berarti masih ada secercah harapan untuk dirinya berjuang. Sebuah senyuman terbit di bibirnya. Ia kemudian langsung berlari ke kamar mandi untuk membersihkan diri sebentar. Selesai dengan itu Ladit memilih pakaian santainya. Ia akan mengajak Van untuk jalan jalan. Seperti yang dilakukan Sang Mommy untuk menghiburnya waktu itu.

Ladit mengetuk pintu kamar Van.

"Kak Ladit." Katanya cukup terkejut saat membuka pintu. Semenjak pengumuman perjodohan itu Ladit sama sekali tidak pernah menghampirinya seperti ini. Dan ini kali pertamanya setelah sekian lama. Jadi wajar saja Van merasa canggung.

"Bisa temani kakak?"

"Hah?"

"Ayo pergi. Kata Mom jika mengurung diri di kamar terus akan tambah sedih. Jadi ayo keluar."

"Em...Baiklah. Aku siap siap dulu."

"Iya. Aku tunggu disini."

"Baiklah." Kata Van sambil menutup pintunya.

Van menghampiri Ladit yang sendang sibuk dengan ponselnya.

"Ayo kak." Kata Van membuat pemuda itu terbengong menatap kecantikan yang ada di depannya. Meskipun setiap hari melihat Van. Namun tak bisa di pungkiri Ia akan selalu terhipnotis dengan pesona gadis itu.

"Ah. Iya. Ayo." Katanya sambil menarik tangan Van untuk menuruni tangga.

Ladit dan Van menghampiri kedua orang tuanya yang sedang duduk bersama.

"Mom. Dad. Kita mau keluar ya."

"Hm Iya." Jawab Mario cuek.

"Kalian mau kemana?"

"Katanya orang sedih butuh jalan jalan. Makannya Ladit bawa Van untuk jalan jalan."

"Oh. Iya. Pergi aja."

"Mom nggak pengen nitip sesuatu?"

"Sebentar." Val meraih ponselnya dan mengetikkan sesuatu.

"Mom." Val terkejut setelah menerima pesan dari Mommynya. Wanita itu ingin dibelikan pizza dan es Boba.

"Pada kenapa?"

"Nggak. Kalian berangkat aja."

"Iya. Kita berangkat dulu ya. Assalamualaikum."

"Waalaikumsalam."

"Kamu kenapa senyum senyum begitu." Mario mengecup pipi istrinya.

"Nggak papa." Jawab Val merubah ekspresi wajah nya menjadi datar kembali.

"Kita mau kemana kak?" Tanya Van saat di perjalanan.

"Kita ke pantai gimana? sudah terlalu sering ke Mall. Bosen."

"Boleh deh."

"Tapi Mom tadi nitip pizza sama Boba."

"Kita nanti beli pas pulangnya aja."

"Iya."

Van dan Ladit duduk bersama sambil menikmati suasana pantai di sore hari. Keduanya masih sama sama canggung sekarang.

"Van. Kakak suka sama kamu." Kata Ladit tiba tiba membuat Van sedikit tersentak.

"Aku tahu kamu tidak bisa membalas. Setidaknya kakak sudah ungkapkan yang sejujurnya."

"Kak. Van..."

"Van. Kakak benar benar mencintaimu. Kakak sudah mencoba melupakan sekuat tenaga. Namun kakak menyerah. Kakak tidak bisa."

"Kak..."

"Kakak mengerti. Kakak akan berjuang." Katanya sambil memeluk Van. Gadis itu bingung. Perasaannya kosong sekarang. Tiada siapapun di hatinya. Bahkan Levin sekalipun.

Keluar sebentar dengan Ladit membuat hati ya merasa tenang. Mereka sampai di rumah pukul 7 malam.

"Assalamualaikum."

"Waalaikumsalam."

"Ini pesanan Mom."

"Wah. Makasih ya."

"Sama sama."

"Kamu kok beliin Mom pizza sih." Ved tidak terima.

"Mom yang mau. Biarin."

"Kamu nggak kasih tau aku By."

"Maaf Dad. Sesekali boleh lah."

"Stop. Jangan dimakan." Cegah Veer.

"Ih. Mubazir."

"Makan nggak sehat mulu. Makan sayur nggak mau." Mario menyindir sang istri.

"Nggak papa. Aku makan pizza juga nggak tiap hari." Kata Val mulai makan dengan lahap.

"By."

"Ututu. Daddy kalo diem tambah ganteng deh."Rayu Val membuat pria itu diam seketika.

"Van."

"Ya Dad."

"Karna pernikahan kamu batal dan undangan sudah terlanjur di sebar. Menikahlah dengan Ladit."

"Dad." Ved dan Veer begitu terkejut dengan apa yang barusan Daddynya katakan.

Terpopuler

Comments

Putri Nazwa

Putri Nazwa

yo ladit gas lah otw pelaminan restu dah dapet
semangat up thor lanjut

2022-02-25

3

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!