Mengungkapkan

Van baru saja sampai di rumah sakit. Ia langsung masuk ke dalam setelah memarkirkan mobilnya di basment.

"Selamat pagi dokter."

"Pagi." Jawab Van dengan senyumnya yang ramah.

Kerumunan orang membuat langkah Van membelok. Ia menghampiri beberapa orang yang ada disana.

"Tolong anak saya." Kata Seorang wanita sambil menggendong anaknya.

"Maaf Ibu. Kami harus cek tanda pengenal Ibu terlebih dahulu."

"Saya lupa tidak bawa suster. Saya tidak sempat bawa."

"Mari ikut saya Bu." Kata Van membuat semuanya diam. Mereka tak mungkin jika harus menentang cucu dari pemilik rumah sakit.

"Dokter. Dia tidak mempunyai tanda pengenal."

"Tidak masalah. Mari ikut saya." Kata Van langsung menggandeng tangan Ibu itu untuk mengikutinya.

Van sampai di ruangan langsung membaringkan anak berusia lima tahun itu ke ranjang. Dengan sigap dokter cantik itu memeriksa dan memandang infus.

"Ibu. Anak Ibu panasnya sudah berapa hari?"

"Sekitar dua hari dok. Panasnya belum turun juga. Saya sudah beri obat dari apotik tapi tetap tidak ada perubahan."

"Gejala lain seperti diare, muntah dan pusing? apa anak Ibu mengalami?"

"Iya dok. Itu juga terjadi."

"Anak ibu terkena tipes. Harus dirawat."

"Tapi dokter..." Katanya sambil menunduk.

"Apa tidak bisa obat jalan saja?"

"Ibu jangan khawatir masalah biaya. Jangan pikirkan tentang itu. Saya akan mengatasinya. Yang penting anak ibu sembuh."

"Terimakasih banyak dokter."

"Sama sama."

"Boleh saya peluk dokter."

"Tentu."

"Dokter sangat baik." Kata wanita itu sambil memeluk Van.

"Untuk obatnya akan diantarkan oleh suster sebentar lagi. Mohon ibu tunggu ya."

"Iya Dok. Sekali lagi terimakasih banyak."

"Sama sama Ibu. Saya permisi."

"Iya dok."

Van duduk di kursinya. Ia begitu lelah karena baru saja melakukan operasi. Memang sudah menjadi rutinitasnya setiap hari. Namun tetap saja. Pekerjaannya yang padat membuat dirinya kelelahan juga.

"Kakak." Van terkejut ketika Veer menerobos masuk ke ruangannya tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu.

"Heh. Kaget begitu. Memangnya kakakmu ini hantu."

"Aku kaget aja. Ada apa?"

"Makan siang dari Mom." Kata Veer sambil menyerahkan paper bag di atas meja kerja adiknya.

"Makasih. Mom memang sangat pengertian." Van langsung membukanya dengan semangat.

"Kakak sudah makan?"

"Sudah tadi."

"Oh."

"Kirimin makan segala. Padahal aku mau beberes buat pulang."

"Kamu sudah selesai?"

"Sudah. Tinggal cek satu pasien lagi aku pulang."

"Halah. Percuma aku dateng."

"Nggak juga. Aku emang nahan laper dari tadi. Untung kakakku yang ganteng ini datang."

"Kamu kalo aku lagi begini aja di baik baikin."

"Iya dong. Em...kak Ved mana?"

"Di rumah."

"Oh. Kirain belum pulang."

"Dia enak. Kerjanya fleksibel kaya Daddy dulu. Lah aku. Pegang perusahaan Daddy dapat kontrol penuh. Sering di marah marahin sama Daddy lagi." Keluh Veer.

"Sabar. Udah jodohnya emang kamu sama Dad. Sikap kalian aja sama."

"Enggak. Aku kaya Mom."

"Enggak. Kakak tuh 100 persen mirip Daddy. Meskipun kalian sering debat tapi kalian itu sama. Sama sama keras kepala, arogan dan sombong."

"Enggak."

"Terserah deh." kata Van menyerah.

Seorang pemuda tengah mondar mandir di depan jendela kaca kamarnya yang besar. Ia berhenti sejenak sambil menatap pantulan dirinya yang terlihat samar. Sudah lama Ia mengumpulkan niat namun tak kunjung berani juga. Perlahan Ladit menarik nafas kemudian menghembuskannya dengan perlahan melalui mulut. "Aku akan bicara. Sudah sangat lama aku ingin menyampaikan namun selalu saja gagal. Kali ini akan aku lakukan." Katanya kemudian pergi.

Ladit menghampiri Val dan Mario yang mengobrol serius di ruang keluarga.

"Mom. Dad." Sapanya sambil duduk di samping Val.

"Ada apa sayang?"

"Em...Ladit mau bicara sesuatu." Katanya dengan tidak enak.

"Katakan saja."

"Ladit bingung Mom. Ladit harus mulai darimana."

"Katakan saja, Mom akan dengarkan."

"Maaf sebelumnya karena Ladit telah lancang. Mom Ladit sempat menolak perasaan ini. Ladit juga sudah berusaha menguburnya dalam dalam tapi Ladit tetap tidak bisa. Mom pernah mengatakan jika Ladit suka dengan seseorang Ladit boleh bercerita sama Mom."

"Iya Mom memang pernah bicara seperti itu."

"Mom. Ladit cinta sama Van." Katanya dalam satu tarikan nafas membuat Mario terkejut. Ia tak menyangka anak almarhum sahabat bar barnya itu berani mengatakan hal seperti ini.

"Mom. Ladit salah ya kalau Ladit suka sama Van?"

"Enggak sayang. Van kan bukan adik kandung Ladit. Tidak ada ikatan darah diantara kalian. Jadi perasaan itu adalah wajar."

"Mom tidak marah?"

"Kenapa Mom harus marah karena kamu mencintai Van. Tidak masalah. Semua orang berhak jatuh cinta."

"Terimakasih Mom."

"Iya."

"Berhubung kamu mengatakan itu. Daddy juga akan mengatakan sesuatu sama kamu."

"Apa Dad?"

"Wasiat Papa kamu mengatakan jika dia mau menjodohkan kamu dengan Van."

"Lalu?"

"Van belum mengetahui tentang ini. Daddy sama Mom lagi cari waktu yang tepat buat ngomong sama dia."

"Ladit. Daddy mau tanya sama kamu."

"Apa Dad?"

"Apa kamu benar benar mencintai Van?"

"Iya Dad. Ladit sudah dewasa. Jadi nggak mungkin perasaan Ladit salah. Ladit sudah mencoba melupakan karena sejak Van kecil sudah bersama sama dengan Ladit. Sudah seperti adik Ladit sendiri. Namun Ladit menyerah. Ladit nggak bisa melupakannya."

"Kamu serius dengan anak Daddy?"

"Iya Dad. Ladit serius. Ladit akan menikahi Van. Seperti yang telah Mommy katakan. Jika Ladit suka sama seseorang maka Ladit harus melamar ke orang tuanya. Ladit sekarang minta izin sama Mom dan Dad untuk menjadikan Van istri Ladit."

"Ladit."

"Dad. Ladit tau Ladit anak dari orang tua seperti apa. Tapi Ladit janji nggak akan sakiti Van nantinya."

"Ladit. Daddy sama Mom juga belum tahu Van nanti bagaimana. Kami akan ngomong sama dia dulu. Kami akan menyampaikan isi wasiat itu sama Van."

"Iya Dad. Ladit akan tunggu." Katanya sambil tersenyum pada Mario.

Suasana makan malam tampak heboh. Veer tak berhenti berdebat dengan Mario.

"Duh. Kalian bisa berhenti nggak sih. Mom pusing."

"Daddy yang mulai Mom."

"Terserah siapa yang mulai dulu, sekarang makan dengan tenang."

"Iya Mom."

"Iya By." Jawab keduanya bersamaan.

"Mom. Tadi kasihan deh ada Ibu ibu bawa anaknya yang sakit tapi nggak ada yang tangani."

"Bukannya rumah sakit layani pengobatan gratis juga?"

"Iya. Tapi dia lagi nggak bawa identitas."

"Oh. Terus gimana? anaknya sakit apa?"

"Sudah aku suruh rawat inap Mom. Anaknya sakit tipes."

"Kasihan."

"Em..Nggak enak banget itu." Sahut Ladit yang pernah mengalami.

"Ah iya. Dulu Kak Ladit pernah tipes ya."

"Iya. Jangan sampai terulang lagi."

"Makannya jaga kebersihan."

"Iya."

"Mom. Besok kan libur. Kita jalan yuk...."

"Nggak. Mom udah ada janji sama Daddy."

"Janji apa?" Tanya Val kebingungan.

"Ada pokoknya. Kamu selalu lupa begitu." Kesal Mario pada istrinya yang tidak bisa diajak berkompromi.

Terpopuler

Comments

Putri Nazwa

Putri Nazwa

apa vanesa menolak ladit penasaran

2022-02-25

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!