Van baru saja selesai menyiapkan segala keperluan pernikahannya dengan Levin. Mereka sedang duduk berdua sambil mengobrol ringan di salah satu cafe.
"Kak Levin nggak balik ke rumah sakit?"
"Enggak. Aku langsung pulang saja."
"Oh. Kalau begitu aku duluan ya. Soalnya ada janji sama Mom."
"Iya. Hati hati."
"Assalamualaikum."
"Waalaikumsalam. Calon istri." Kata Levin membuat Van tersenyum. Gadis itu berjalan cepat menuju parkiran untuk mengambil mobilnya.
Sampai di rumah Van langsung masuk.
"Nona. Nona sudah di tunggu Tuan dan Nyonya di ruang kerja Tuan." Kata salah seorang ART menghampirinya.
"Baik Bi. Saya akan kesana." Kata Van cepat cepat menuju ke ruang kerja Daddynya.
Van membuka pintu perlahan. Disana sudah ada Daddy, Mommy dan Ladit yang sedang duduk bersama.
"Tumben suruh aku ke ruang kerja Daddy. Ada apa Dad?"
"Kamu duduk dulu. Ada yang ingin kami sampaikan."
"iya." Jawabnya langsung susuk di samping Ladit.
"Van. Sebenarnya Daddy mau menyampaikan ini pada hari itu. Namun Daddy terlambat karena kamu sudah mengatakan jika akan dilamar oleh seseorang."
"Menyampaikan apa Dad?"
"Sebenarnya Almarhum Om Frans sudah menjodohkan kamu dengan Ladit." Kata Mario membuat Van menatap Daddynya tidak percaya.
"Namun semua itu tidak berjalan dengan baik. Daddy berpikir mungkin kamu dan Ladit akan bisa bersama karena Ladit mencintai kamu. Namun semuanya tidak berjalan seperti yang Daddy kira. Daddy tidak bisa menjalankan wasiat dari sahabat Daddy. Hanya ini yang ingin Daddy sampaikan. Karena kamu sudah memiliki calon suami dan semua persiapan pernikahan kalian sudah 80 persen. Daddy tidak bisa berbuat apa apa."
"Daddy." Lirih Van.
"Kak Ladit. Maaf." Katanya sambil menatap pemuda yang duduk tegap di sampingnya.
"Tidak masalah. Kakak ikhlas. Berbahagialah. Kita masih bisa jadi saudara kan." Katanya menghibur Van agar gadis itu tidak merasa bersalah.
"Van minta maaf." Van memeluknya erat.
"Aku mengerti Van. Tidak usah merasa tidak enak."
"Sekarang semuanya sudah beres. Mommy sama Daddy sudah lega bisa menyampaikan ini sama kalian. Jika kalian tidak di persatukan setidaknya kalian tau tentang wasiat ini."
"Semoga kak Ladit bisa mendapatkan yang lebih baik dari Van." Kata Van hanya dibalas senyuman oleh lawan bicaranya.
"Ladit." Panggil Val pada pemuda yang sedang duduk di balkon kamarnya.
"Mom."
"Ayo keluar."
"Hah?"
"Ayo keluar jalan jalan." Ajaknya untuk menghibur.
"Mom."
"Mom serius. Kita habiskan waktu hari ini untuk jalan jalan berdua."
"Tapi Mom."
"Kamu nggak percaya. Dulu Mom jagonya hangout sebelum nikah. Anggap saya kita masih sama sama lajang. Kita senang senang. Makan makan berdua."
"Daddy..."
"Biar Mom yang urus."
"Ok." Senyuman terbit di bibir yang semula muram itu.
Val sudah siap dengan gamisnya. Begitu cantik dan casual seperti anak muda. Paras Val yang seperti remaja akan menyangka jika keduanya sedang berpacaran.
Val dan Ladit menghampiri mereka yang tengah duduk bersama di ruang tengah. Tatapan Van dan Ladit bertemu. Gadis itu kemudian menunduk untuk menghentikan kontak matanya. Ada rasa canggung setelah pembicaraan di ruang kerja Daddynya tadi.
"Kalian mau kemana?"
"Jalan jalan dong. Tadi kan sudah izin."
"Aku ikut."
"Nggak. Di rumah aja. Kalian juga nggak boleh ikut. Mom mau pergi sama Ladit aja."
"Wah. Mom kok gitu." Protes ketiganya tidak terima.
"Seharian ini Mom akan habiskan waktu sama Ladit. Nggak ada yang boleh ganggu."
"By."
"Nggak boleh protes. Kita jalan dulu. Assalamualaikum."
"Waalaikumsalam." Jawab mereka memandangi kepergian dua orang itu.
"Daddy nggak cemburu?"
"Hah?"
"Lihat tu Mom sama kak Ladit kaya orang pacaran. Mom masih muda banget."
"Kalian jangan jadi kompor." Mario dengan kesal meninggalkan ketiga anaknya.
Ladit dan Val kini sudah sampai di Mall.
"Kamu mau beli apa aja Mom traktir. Sepuas kamu."
"Nggak Mom. Ladit sudah bisa cari uang sendiri."
"Mom pulang nih kalo kamu nolak."
"Ih. Jangan ngambek gitu dong. Ayo kalo gitu. Ladit minta parfum aja." Katanya menarik tangan Val.
Keduanya tengah memilih parfum. Ladit tak berhenti untuk meminta pendapat Val tentang parfum mana yang cocok untuknya.
"Yang mana Mom?"
"Yang ini enak. Aromanya maskulin tetapi kalem. Nggak nyengat banget."
"Ah. Kemahalan."
"Heh kamu itu. Mom yang bayar."
"Makannya. Ini kemahalan Mom. Yang lain aja."
"Nggak. Ayo bayar." Ladit hanya menggelengkan kepalanya dan mengikuti langkah cepat Mommynya.
Selesai berbelanja mereka singgah dulu di sebuah restoran untuk makan malam.
"Kenapa disini Mom?"
"Kamu belum pernah kesini rugi. Bahannya disini milih sendiri. Kita juga bisa grill sendiri di meja. Seru. Makannya panas panas gitu."
"Mom sering kesini? bukannya Mom nggak boleh keluar sama Daddy ya."
"Mom datangnya sama Mami, Papi. Kalo sama mereka Daddy nggak berani larang."
"Mom punya senjata."
"Ya begitulah."
Val sibuk memilih berbagai macam daging dan seafood sedangkan Ladit membantu membawakan.
Ladit bahagia hari ini. Ia merasa terhibur bisa keluar bersama Val. Sakit hati yang melandanya kini perlahan pudar berkat wanita itu. Ladit sudah ikhlas, benar benar ikhlas.
"Jangan bengong. Nanti kesambet. Ayo makan." Val menyajikan daging di piring Ladit.
"Mom. Ladit nggak bisa pakai sumpit."
"Ah iya. Lupa. Mom suapi mau?"
"Dengan senang hati." Val mulai menyuapi Ladit.
"Setelah ini kita ke makam Papa kamu ya." Kata Val membuat Ladit tersedak.
"Ini sudah malam Mom."
"Kenapa? Kamu takut ke kuburan malam malam?"
"Bukan takut. Hanya sedikit ngeri aja."
"Jangan takut. Mom aja nggak takut."
"Mom bisa aja."
"Setelah dari makam. Kita ke pantai sebentar."
"Mom nggak capek apa?"
"Nggak. Kamu yang masih muda masa capek?"
"Nggak. Aku khawatir aja sama kesehatan Mom."
"Mom Nggak papa." Jawabnya meyakinkan.
Ladit duduk sambil memberikan bunga pada makan Papanya.
"Pa. Ladit patah hati. Untung ada Mom yang menghibur Ladit. Papa nggak mau menghibur Ladit juga?"
"Papa selalu ada buat kamu nak." Kata Val mengusap punggung Ladit dengan lembut.
"Semoga Papa bahagia disana. Terimakasih sudah menjadi Papa yang baik untuk Ladit. Ladit bangga sama Papa."
"Sudah. Papa sudah bahagia disana. Ladit jangan sedih."
"Makasih Mom."
"Iya."
Ladit dan Val meninggalkan area pemakaman.
Ladit menggandeng tangan Van menyusuri tepian pantai. Angin malam yang berhembus begitu menenangkan. Ladit mengehentikan langkahnya dan memeluk Val tiba tiba.
"Terimakasih banyak Mom. Terimakasih sudah selalu ada buat Ladit."
"Sama sama sayang. Sudah kewajiban Mom."
"Rasa sakit hati Ladit hilang sekarang. Karena Mom selalu menghibur dan menguatkan."
"Kamu anak baik sayang. Kamu akan dapat jodoh yang baik juga. Mom selalu mendoakan kamu dan anak anak Mom semuanya agar kalian selalu bahagia."
"Maaf. Ladit belum bisa membalas semua kebaikan Mom."
"Bicara apa kamu. Kamu bahagia saja sudah membuat Mom senang."
"I Love you Mom."
"I Love you too sayang." Val membalas pelukan Ladit dengan hangat. Ia tau hati Ladit pasti hancur. Sebisa mungkin Ia akan menghibur dan membuat pemuda itu lupa akan kesedihannya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 37 Episodes
Comments
Putri Nazwa
dady mario ga curiga gitu sama levin siapa tau ada kesalahan levin agar van dan ladit bersatu
semangat up thor
2022-02-25
0
Huang jiahong
kenapa gak bikin van bersama dgn ladit Thor,,,,jgn sampai Van udah nikah baru di buat Van merasa bersalah kepada ladit ya,,,gak terima aku ya thorr,,,
2022-02-25
0