Secret Love
Kiana menatap langit biru yang melukis keindahan dengan senyum yang mewakili paginya. Hamparan bunga bermekaran menggambarkan suasana hatinya yang tengah berbahagia. Entah itu karena apa. Terlepas Kiana hanya merasakan hal yang berbeda dari dirinya semenjak hampir 2 bulan yang lalu dirinya berhasil mendapatkan pekerjaan untuk pertama kalinya saat merantau ke kota besar.
Beruntung memang. Itu yang selalu dia ucapkan, serta rasa syukur saat ada segelintir orang yang masih peduli padanya.
Peduli? Ralat!
Mungkin bisa lebih mengarah pada mengasihani pada dirinya saat itu. Akan tetapi, Kiana tak henti-hentinya bermunajat pada sang Ilahi atas rasa syukur dan nikmat yang telah di berikan padanya. Terhindar dari kejamnya dunia yang tak berkasih, Kiana sangat berhutang budi pada seorang sosok yang telah sudi mengulurkan tangan untuknya.
Sosok itu yang telah membantu banyak, saat Kiana tak tahu arah dan tujuan saat tiba di kota itu.
"Ya Tuhan... anak jaman sekarang loh ya ga ada sopan santunnya sama sekali! Pendidikan sebagus apapun akan kalah kalau tidak punya etika dan tata krama!" ucap seorang wanita paruh baya terlihat kesal atas apa yang menimpa dirinya sehingga barang-barang yang dibawanya berjatuhan begitu saja.
Kiana hanya tersenyum mendengar kekesalan yang diluapkan oleh wanita itu. Tangannya bergerak dengan cekatan membantu membereskan barang-barang yang berjatuhan.
"Ada anak muda seperti itu, benar-benar tidak punya rasa bersalah sekali. Loh ini orang tua yang dia tabrak!" masih dengan kekesalannya, wanita paruh baya itu terus bersuara tindak dari kekecewaannya pada anak muda yang sudah menabraknya dan pergi begitu saja tanpa mengucapkan rasa bersalah sama sekali.
Hingga tatapannya kini tertuju pada sosok gadis muda cantik yang tengah membantunya dengan tanpa bersuara. Seulas senyum terbit melihat gadis tersebut yang rela membantunya.
"Makasih ya, sudah repot-repot membantu saya." ucap terima kasihnya pada Kiana.
"Sama-sama Bu, senang bila bisa saling membantu." jawab Kiana, tak lupa dengan senyuman ramahnya.
"Walah... sudah cantik, baik, peduli terhadap orang lain. Beruntung sekali kedua orang tuamu, Nak!"
Tiba-tiba senyum ramah tersebut sirna begitu saja saat Kiana diingatkan kembali pada sosok kedua orang tuanya. Namun dengan cepat kiana mengalihkan rasa sedihnya itu dengan wajah yang ramah kembali.
"Sudah selesai, hati-hati Bu. Biar saya bantu ya bawa barang-barang nya," tawar Kiana yang melihat kesusahan dari wanita tersebut.
"Tidak perlu, terima kasih. Kamu memang gadis cantik yang baik." pujinya terhadap Kiana tulus dalam hati. "Oh ya, siapa namamu, Nak?"
Diam sejenak tampak ragu untuk menjawab, namun akhirnya dia pun bersuara, "Kiana," jawabnya dengan malu-malu.
"Nama yang cantik seperti orangnya." kembali pujian diberikan oleh wanita paruh baya itu kepada Kiana, yang membuat semburat rona merah di pipi gadis itu terlihat jelas.
"Saya Bu Ajeng, senang berkenalan dengan kamu." ramahnya kembali tak dibuat-buat. Justru membuat Kiana seolah kagum dengan sosok yang kini ada dihadapannya. "Ngomong-ngomong, kamu dari mana dan mau kemana?" tanya Bu Ajeng yang penasaran saat melihat Kiana membawa tas besar seperti hendak akan pergi ke suatu tempat.
"Eh, ini... saya juga bingung mau kemana Bu." jawabnya penuh kebingungan sembari diselingi dengan kekehan kecil karena memang Kiana tak tahu arah dan tujuan di kota itu. Tak ada sanak keluarga hanya bermodal nekad saja dia datang dengan keberanian yang tak seberapa.
"Loh, memangnya kamu dari mana? Dan mau apa datang ke kota ini jika tidak ada tempat yang kamu tuju?" tanya Bu Ajeng kembali dengan wajah yang serius.
"Saya dari desa, sengaja datang kemari untuk mencari pekerjaan, Bu." jelasnya tanpa harus menutup-nutupi.
"Oalah... begitu rupanya, anak gadis datang ke kota sendirian tanpa ada kenalan satupun, itu bahaya sekali loh." mencoba mengingatkan akan bahaya yang mungkin terjadi sewaktu-waktu pada Kiana.
Kiana hanya mampu tersenyum, tak bisa menjawab karena itu pun yang dia takutkan selama menginjakkan kaki di sana. Namun, sudah menjadi konsekuensinya atas tekad bulat yang dia miliki.
Melihat kebingungan Kiana, Bu Ajeng pun kembali bersuara.
"Begini saja, bagaimana kalau kamu ikut dengan saya." ajaknya membuat Kiana mendongak untuk menatap Bu Ajeng.
"Maksudnya gimana, Bu?" tanya Kiana penuh selidik.
"Kamu butuh pekerjaan bukan? Nah, kamu bisa ikut ke rumah saya untuk bantu-bantu pekerjaan rumah. Bagaimana, kamu mau?"
Kiana bingung harus menjawab apa. Di sisi lain dirinya merasa senang karena tetiba saja ada tawaran pekerjaan dengan begitu mudah padanya. Di sisi lain pula Kiana merasa khawatir atas tawaran yang diberikan oleh orang yang baru saja di temui dan tak pernah Kiana kenal.
"Kenapa? Kamu takut?" tanya Bu Ajeng saat melihat diamnya Kiana. "Sudah, jangan yang berpikir tidak-tidak. Saya bukan orang jahat dan tidak akan macam-macam terhadap gadis sebaik kamu. Saya tulus dan ikhlas ingin membantu." jelasnya, mengurai keraguan dari wajah Kiana.
"Entah kenapa, saya suka pribadi kamu meski kita baru saja bertemu." jujurnya seraya melihat arloji dipergelangan tangannya. "Saya akan senang bila kamu bisa bekerja di rumah saya. Jadi, ayo tunggu apa lagi. Apa kamu mau tinggal di sini sendirian tanpa tahu apa yang harus kamu lakukan?"
"Bagaimana jika ada se--" belum sempat Bu Ajeng melanjutkan perkataannya, Kiana dengan cepat menganggukkan kepalanya.
"I-iya, Bu. Saya mau!"
Dengan senyum kemenangan, Bu Ajeng mengajak Kiana untuk segera menaiki mobilnya yang tengah menunggu sedari tadi bersama supir yang berada di dalamnya.
"Ayo, Mbok Sarmi pasti senang jika ada teman di rumah." ajaknya dengan tangan yang kesusahan menenteng barang belanjaannya.
"Saya bantu bawa ya, Bu." Bu Ajeng hanya tersenyum melihat tingkah polos gadis cantik yang begitu bersemangat meski dirinya terlihat kesusahan dengan barang-barang yang ada di tangannya.
Tersadar atas lamunannya, Kiana bergegas kembali masuk ke dalam rumah, dia menghampiri Mbok Sarmi yang tengah bergelut di dapur menciptakan hidangan pagi bagi seluruh penghuni rumah yang mereka tempati untuk mencari nafkah. Wanita paruh baya itu sibuk dengan pekerjaannya, selalu cekatan dan telaten kiana memperhatikannya sepintas dari kejauhan.
"Selesai Ki?" tanya Mbok yang melihat Kiana menghampirinya setelah menyimpan alat kebersihan yang baru saja dia pakai untuk membersihkan bagian belakang rumah.
"Sudah Mbok," jawab Kiana dengan senyuman manis. "Ini sudah di cuci?" tunjuk kiana pada sayuran terlihat sudah dipotong-potong.
"Belum, tolong bersihkan ya. Tanggung ini sebentar lagi matang." jawab Mbok Sarmi tanpa menoleh pada Kiana yang langsung mengerjakan perintah Si Mbok.
"Gimana? Pas belum?" ujar Mbok yang meminta pendapat pada Kiana setelah kembali memperhatikan keahliannya.
"Selalu enak, apapun masakan Mbok mah enggak perlu di ragukan lagi." puji Kiana dengan acungan dua jempol yang membuat Mbok Sarmi tersenyum.
"Bisa saja kamu." Mbok Sarmi terkekeh pelan.
Semenjak ada Kiana datang ke rumah yang sudah memberikannya nafkah selama kurang lebih 30 tahun itu. Dia merasa seperti mempunyai teman saat mengerjakan pekerjaan. Selain cepat selesai, Mbok Sarmi merasa Kiana seperti anaknya sendiri yang masih perlu tuntunan dan arahan dari sosok orang tua seperti dirinya. Terlebih dirinya cukup mengetahui latar belakang kehidupan Kiana saat gadis kecil itu dengan suka rela menceritakan padanya.
Dia sangat prihatin atas nasib yang menimpa gadis sebaik Kiana. Dan keputusan Bu Ajeng untuk membawa Kiana masuk ke dalam rumah ini adalah keputusan yang tepat menurutnya. Karena dia sendiri tahu bagaimana pribadi keluarga di rumah itu, terutama Bu Ajeng yang memiliki hati yang tulus.
"Kamu harus belajar banyak menu makanan yang di sukai orang-orang di rumah ini, Ki." tuturnya saat Kiana dengan serius memperhatikannya.
"Kalau yang ngajarin Mbok mah pastinya aku seneng banget," timpalnya sembari menggoda.
"Ishh, kamu ini."
"Sekarang pindahkan ke piring dan tata di meja makan, sebentar lagi ibu dan bapak pasti turun untuk sarapan."
"Siap, Mbok!" sahutnya bersemangat. Bagai seorang anak yang patuh terhadap ibunya, Kiana dengan senang hati mengerjakan itu semua. Walau bagaimana pun Kiana telah menganggap Mbok Sarmi sebagai sosok seorang Ibu yang patut dia hormati dan patuhi terlepas dari posisi mereka seperti apa di rumah besar itu.
***
Hai, teman-teman readers. Senang bisa menyapa dan berkenalan dengan kalian semua lewat karya pertama aku, novel receh yang mudah-mudahan bisa menghibur para readers di waktu luangnya saat membaca.
Yuk, kenalan dengan tokoh-tokoh dalam cerita "Secret Love" yang akan membawa kalian merasa penuh emosi saat membacanya.
Jangan lupa terus dukung ya!!!
Salam hangat, dan peluk cium jauh dari Othor 😘😘😘
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 140 Episodes
Comments
Ambar Trias Trias
baca sekilas di fb langsung meluncur ke aplikasi, bagus sih menurut ku.. enak dibacanya semoga selanjutnya tetap enak terus
2022-04-29
3
H.R.G.N
Keren!!!
Ceritanya seru ini, semangat terus untuk membuat novel yang bagus dan menghibur para pembaca 😍😍😍
2022-04-23
2