Risih!

Pagi siang menjelang, suasana rumah besar itu begitu lenggang dan tenang. Bagaikan rumah tak bertuan, semua penghuni tak terlihat batang hidungnya satu pun.

Tak terkecuali satu orang. Dia Bian. Laki-laki dewasa itu kembali turun dari peraduannya setelah menghabiskan beberapa jam di kamarnya untuk beristirahat setelah melakukan perjalanan jauh untuk sampai ke tanah air tercinta.

Suara derap langkahnya tak terdengar meski perawakannya tinggi tegap. Bagai semilir angin yang menghembus pelan, kini laki-laki jangkung itu tiba di bagian dapur untuk mengambil sesuatu yang dapat mengganjal perutnya yang tetiba berbunyi minta untuk diisi.

Bian tak sempat atau lebih tepatnya merasa malas saat pagi tadi ditawari sarapan bersama oleh kedua orang tuanya ketika baru saja dia pulang.

"Ma, Pa, Bian pulang nih!" ucapnya saat memasuki ruang makan dengan suara yang menggema ke seluruh ruangan.

Sontak saja membuat Pak Hardi dan Bu Ajeng menoleh pada suara yang begitu mereka kenali seraya menarik senyum merekah saat melihat putra kesayangan mereka kembali pulang.

Tapi, baru saja...

"Masuk ke dalam rumah itu ngucap salam, bukan teriak-teriak gak jelas! Kebiasaan kamu, Bi!" omel Bu Ajeng pada Bian.

Yang di omeli hanya memasang wajah datar, merasa tak berdosa sedikit pun.

"Kok udah dateng aja? Katanya--" ucap Pak Hardi tak selesai, karena Bian cepat menyanggah perkataan Papanya.

"Pulang salah, nggak pulang apalagi! Makin salah aja Bian makin gede." rutuknya, dia mengambil posisi duduk berdampingan dengan Mamanya. Wajahnya terlihat lelah karena sehabis melakukan perjalanan jauh.

"Liat tuh anak Mamah, makin gede makin pinter aja jawab perkataan orang tua." tukas Pak Hardi.

"Anak Papah juga itu," jawab Bu Ajeng santai menimpali suaminya.

Bian hanya terdiam melihat perdebatan kecil kedua orang tuanya. Tubuhnya sangat lelah pagi ini, rasanya ingin saja terbang untuk mencapai kamarnya yang berada di lantai atas karena dirinya terlalu malas untuk sekedar melangkahkan kakinya yang sudah terlanjur nyaman dengan duduknya.

"Pekerjaan lancar?" tanya Pak Hardi yang melihat wajah kusut anaknya. "Papa harap selama di sana kamu memang benar-benar melakukan apa yang harus semestinya dilakukan, Bian." ungkapnya melirik sejenak ke arah anaknya kemudian kembali pada sarapannya.

"Maksud Papah apa?" tanya Bian menjurus pada hal yang Pak Hardi bicarakan. Dia sudah tahu apa yang dimaksud dari ungkapan ayahnya padanya.

"Kamu pastinya lebih tahu apa yang Papah maksud barusan, bukan?"

"Pah, jangan sekarang. Kasian Bian baru pulang, pasti capek." sergah Bu Ajeng menengahi pembicaraan yang sudah dipastikan berujung perdebatan antara ayah dan anak itu.

"Memangnya Bian melakukan apa sampai Papa berfikir seperti itu?" terpancing dengan perkataan ayahnya, Bian mendengus kesal memasang tampang datar meski apa yang dikatakan Papanya memang benar adanya. Tak berani menatap mata lelaki paruh baya yang ada dihadapannya karena Bian yakin dengan sorot mata ayahnya itu akan tahu apa yang sudah Bian lakukan.

Selama ini, Bian selalu menurut pada apa perintah kedua orang tuanya yang selalu di tetapkan padanya. Tak pernah sekalipun Bian menolak bahkan mengecewakan atas apa yang ditanggung jawabkan padanya.

Tapi, dari semua yang sudah menjadi kewajiban terhadap kedua orang tuanya dan juga perusahaan, di usianya yang kini menginjak 27 tahun. Bian merasa sudah merasa cukup dewasa atas apa yang akan dia putuskan untuk masa depannya nanti di luar dari mengurus perusahaan keluarganya.

Masalah percintaan menjadi hambatannya. Sering kali Bian mendapatkan ketidakadilan dari sisi hidupnya itu.

Entah mengapa dan alasan apa kedua orang tuanya itu tak pernah menyukai bahkan secara terang-terangan tidak merestui hubungannya dengan seorang wanita yang dia rasa cukup dia cintai setelah menjalin hubungan selama 1 tahun lebih itu.

Dan disinilah Bian memberontak. Merasa apa yang seharusnya dia pertahankan untuk hubungannya, sehingga dia memperlihatkan sisi kenakalannya bentuk untuk mendapat perhatian.

"Papah sudah katakan berulang kali dan tegaskan sama kamu, Papa nggak--"

"Bian cepek, mau istirahat!" selanya cepat menghindari Papahnya yang dia tahu pasti akan membahas mengenai hubungan bersama kekasihnya.

"Bi... makan dulu, nanti kamu sakit," rayu Bu Ajeng menengahi. Melihat putranya mulai menjauh naik ke lantai atas menghiraukan perkataannya. "Papah sih ah, apa gak bisa kita bahas dilain waktu!" rutuknya pada Pak Hardi.

"Biarkan saja dulu, Mah. Suatu hari nanti Bian pasti akan mengerti apa yang Papah lakukan itu untuk kebaikannya." jawabnya santai melirik sekilas istrinya yang mendengus kesal.

Dan kini beberapa jam berada di kamar hanya berbaring tanpa tertidur membuat perutnya kian meronta terasa perih. Menghindari bertatap muka dengan kedua orang tuanya adalah pilihan Bian pagi itu meski rasa rindu dia rasakan.

Tapi rasa kesalnya pada sang ayah, membuat dia terus berpikir dalam dengan perkataan Papahnya selama ini terhadap hubungannya bersama kekasihnya.

Dan Bian mulai sadar akan hal itu. Dia mulai mengurai benang kusut yang selama ini dia anggap hanya sebatas omong kosong belaka.

Bian pusing dan merasa stres bila menyangkut pautkan itu semua dengan kenyataan yang dia lihat oleh mata kepalanya sendiri tempo hari sebelum jadwal kepulangannya.

Tak tahan dengan perutnya yang semakin dirasa semakin terasa perih.

"Laper banget..." gumamnya pelan seraya melihat-lihat isi kulkas dengan begitu teliti.

Tak cukup lama, akhirnya Bian pun mendapatkan sesuatu untuk dia makan. Mengambil sebuah puding mangga bersaus fla lezat, kini laki-laki itu menyuapkan makanannya dengan begitu lahap ke dalam mulutnya.

"Enak juga, si Mbok tumben pinter masak yang kayak ginian." ucapnya pelan dengan mulut yang penuh memuji makanan yang tengah dia santap.

"Hemm... ini sih nggak ada duanya. Enak, persis sama rasanya yang sering dijual di cafe." Gumamnya seraya menghabiskan satu loyang penuh puding mangga yang sangat dia sukai.

Satu masalah yang dia hadapi kini telah sedikit berkurang. Perutnya kini terisi makanan meski belum sepenuhnya.

Tidak sengaja melihat seseorang datang, Bian memperhatikan gerak dan gesturnya. Kiana berjalan santai sembari membawa teko dan sebuah nampan yang berisi cangkir ditangannya.

Terkejut, sudah pasti saat melihat sosok yang sedang berada di dalam ruangan tersebut. Bian dengan aura dinginnya dan menatap menyelidik seolah sedang menguliti Kiana dengan tatapan tajamnya.

Kiana risih diperlakukan seperti itu oleh anak majikannya, sekaligus takut jika khawatir dia akan mendapatkan lagi omelan dengan nada yang sedikit membuat hati Kiana sakit.

Kepalanya terus menunduk tak berani menatap wajah yang sepertinya terus mengikuti arah geraknya. Mungkin apa yang dia lakukan di dapur tersebut tak luput dari pandangan Bian yang terus memperhatikannya.

"Anak baru kamu?" tanya Bian tiba-tiba dalam keheningan diantara mereka.

Kiana pun menoleh pada Bian yang bertanya pada dirinya. Masih dengan rasa kekhawatirannya, Kiana menjawab dengan terbata, "I-iya, Pak." jawabnya singkat.

"Pantes nggak pernah liat," ucapnya ketus seraya memindai kembali penampilan Kiana yang dinilainya kampungan itu.

Norak! Mungkin itu yang terlintas dipikiran nya saat melihat Kiana.

Entahlah, Bian tak pernah seusil itu pada seseorang. Merasa tertarik pada sosok gadis yang ada dihadapannya untuk dia usili dengan menunjukan sikap arogannya dan menakutinya.

"Dari mana?" tidak disangka Bian kembali melayangkan pertanyaan pada Kiana yang sudah mengambil langkah seribu untuk membangun tembok pertahanannya.

"S-sukabumi, dari desa." jawabnya hati-hati tidak mau melakukan hal bodoh lagi yang membuat dirinya akan mendapat masalah dengan si tuan muda.

Bian menyeringai tersenyum sinis, melihat kembali penampilan Kiana dari ujung kepala sampai ujung kakinya.

"Mbok mana? Saya laper mau makan!" tanyanya ketus seraya menyimpan sendok yang dia pakai untuk memakan puding. Dan anehnya meski sudah memakan begitu banyak, perutnya masih terasa lapar saja.

"Pagi tadi izin pergi keluar menemui keluarganya, Pak." melihat sekilas pada Bian, "Saya siapkan agar Bapak bisa cepat makan," tawarnya dengan cekatan mulai memanaskan makanan yang ada.

"Cepet, saya nggak suka kalau harus nunggu lama!" tukasnya dan bangkit meninggalkan Kiana yang tengah berperang di dapur dengan ketakutannya untuk menyiapkan makanan si tuan muda.

*****

Terpopuler

Comments

re

re

Next

2022-05-10

2

lihat semua
Episodes
1 New Life
2 Aura
3 Risih!
4 Sangat Tajam Menyakitkan
5 Thinking About Her?
6 Obrolan Pagi
7 Debat
8 Sabar Adalah Kuncinya
9 Pembicaraan Dua Lelaki
10 Terciduk
11 Sidang Terbuka
12 Situasi dan Kondisi
13 Temu Kangen
14 The Code
15 Alcohol Free
16 Efek Jerat
17 Not Enough?
18 Kenyataan Pahit
19 Rasa...
20 Drama Baby
21 Maaf
22 Khawatir
23 Shadow
24 Pura-pura, Lupa...
25 Masa Lalu ( 1 ) - Namanya Kiana
26 Asistennya Bapak Bian
27 Trauma
28 Sakit
29 Mendekat
30 Menunggu Kamu
31 Keraguan
32 Memanas
33 Risau Yang Tidak Beralasan
34 Gotcha!
35 Saturday Night
36 Jealous
37 Menduga Sebuah Kemungkinan
38 Two Hearts Worries
39 Masih Sama
40 Menyalahkan Takdir
41 Test Pack
42 Mencari Jejakmu
43 Mengerti Tentang Perasaannya
44 Mie Instan
45 Baper Bikin Laper
46 Kedua Kalinya
47 Masa Lalu ( 2 ) - Menolak Pergi
48 Become a Father
49 Promises
50 Menemukan Jalan Yang Terbaik
51 Keputusan
52 Terpesona
53 Belum Terbiasa
54 Izin Pergi
55 Lebih Peka
56 Bertemu
57 Kesukaan Baru
58 Saya Nggak Marah
59 Kedatangan Syafira
60 Curiga
61 Bertemu Kedua Kalinya
62 Promise For Happiness
63 Spend The Night With You
64 Masih Curiga
65 Kebakaran Jenggot
66 Cemburu
67 Merajuk
68 One Sweet Day
69 Heavy Rain
70 May I?
71 Berkilah
72 Kartu As Terbuka
73 Mengakhiri
74 Miss U
75 Tamu Tak Diundang
76 Sulit Untuk Percaya
77 Pengakuan Bian
78 Menjadi Pilihan
79 Heart Attack
80 Tunggu Aku, Kiana!
81 Pembelaan
82 Akhirnya...
83 Kiana's New Life
84 Penyesalan
85 Berusaha Bangkit
86 Ibu Sayang Al
87 Bisik-bisik Tetanga
88 Kecemasan Seorang Ibu
89 Tidak Enak Perasaan
90 Berharap Itu Kiana
91 My Baby?
92 Aku Ayahmu
93 Kamu Sudah Bangun, Sayang?
94 Penolakan
95 Haru Biru
96 Tidak Mau Kehilangan kamu!
97 You're My Angel
98 Memohon Untuk Pergi
99 Sayang Al?
100 Kekhawatiran Seorang Ibu
101 Aku Sayang Kamu
102 Kejujuran
103 ILY
104 Dilema
105 Alarm Tanda Bahaya
106 Ingin Membawa Pulang
107 Percaya Sama Mas
108 Pulang
109 Penolakan (Lagi)
110 Berubah Seratus Delapan Puluh Derajat
111 Beribadah Bersama
112 Keadaan Canggung
113 Sangat Berharga
114 Memohon
115 Menerima
116 Asupan Nutrisi
117 Pillow Talk
118 Kembali Pulang
119 Langkah Baru
120 Sudah Panggil Mas
121 Rasa Penasaran
122 Kisah Aaric dan Asyilla
123 Kesukaannya Pak Bian
124 Quality Time Bersama Mertua
125 Bertemu Teman Lama
126 Berbicara Sesama Lelaki
127 Tertarik Pada Istri orang
128 Kegundahan Hati
129 Rumah Siapa Mas?
130 Bertemu Keluarga
131 Putri Yang Kembali Pulang
132 Asyilla Audreyca Halim
133 Deep Talk
134 Broken Heart
135 Terima Kasih Cinta
136 Kakak dan Adik Ipar
137 Nasib Seorang Jomblo
138 Adik Ipar
139 Wedding Party
140 Ice Cream
Episodes

Updated 140 Episodes

1
New Life
2
Aura
3
Risih!
4
Sangat Tajam Menyakitkan
5
Thinking About Her?
6
Obrolan Pagi
7
Debat
8
Sabar Adalah Kuncinya
9
Pembicaraan Dua Lelaki
10
Terciduk
11
Sidang Terbuka
12
Situasi dan Kondisi
13
Temu Kangen
14
The Code
15
Alcohol Free
16
Efek Jerat
17
Not Enough?
18
Kenyataan Pahit
19
Rasa...
20
Drama Baby
21
Maaf
22
Khawatir
23
Shadow
24
Pura-pura, Lupa...
25
Masa Lalu ( 1 ) - Namanya Kiana
26
Asistennya Bapak Bian
27
Trauma
28
Sakit
29
Mendekat
30
Menunggu Kamu
31
Keraguan
32
Memanas
33
Risau Yang Tidak Beralasan
34
Gotcha!
35
Saturday Night
36
Jealous
37
Menduga Sebuah Kemungkinan
38
Two Hearts Worries
39
Masih Sama
40
Menyalahkan Takdir
41
Test Pack
42
Mencari Jejakmu
43
Mengerti Tentang Perasaannya
44
Mie Instan
45
Baper Bikin Laper
46
Kedua Kalinya
47
Masa Lalu ( 2 ) - Menolak Pergi
48
Become a Father
49
Promises
50
Menemukan Jalan Yang Terbaik
51
Keputusan
52
Terpesona
53
Belum Terbiasa
54
Izin Pergi
55
Lebih Peka
56
Bertemu
57
Kesukaan Baru
58
Saya Nggak Marah
59
Kedatangan Syafira
60
Curiga
61
Bertemu Kedua Kalinya
62
Promise For Happiness
63
Spend The Night With You
64
Masih Curiga
65
Kebakaran Jenggot
66
Cemburu
67
Merajuk
68
One Sweet Day
69
Heavy Rain
70
May I?
71
Berkilah
72
Kartu As Terbuka
73
Mengakhiri
74
Miss U
75
Tamu Tak Diundang
76
Sulit Untuk Percaya
77
Pengakuan Bian
78
Menjadi Pilihan
79
Heart Attack
80
Tunggu Aku, Kiana!
81
Pembelaan
82
Akhirnya...
83
Kiana's New Life
84
Penyesalan
85
Berusaha Bangkit
86
Ibu Sayang Al
87
Bisik-bisik Tetanga
88
Kecemasan Seorang Ibu
89
Tidak Enak Perasaan
90
Berharap Itu Kiana
91
My Baby?
92
Aku Ayahmu
93
Kamu Sudah Bangun, Sayang?
94
Penolakan
95
Haru Biru
96
Tidak Mau Kehilangan kamu!
97
You're My Angel
98
Memohon Untuk Pergi
99
Sayang Al?
100
Kekhawatiran Seorang Ibu
101
Aku Sayang Kamu
102
Kejujuran
103
ILY
104
Dilema
105
Alarm Tanda Bahaya
106
Ingin Membawa Pulang
107
Percaya Sama Mas
108
Pulang
109
Penolakan (Lagi)
110
Berubah Seratus Delapan Puluh Derajat
111
Beribadah Bersama
112
Keadaan Canggung
113
Sangat Berharga
114
Memohon
115
Menerima
116
Asupan Nutrisi
117
Pillow Talk
118
Kembali Pulang
119
Langkah Baru
120
Sudah Panggil Mas
121
Rasa Penasaran
122
Kisah Aaric dan Asyilla
123
Kesukaannya Pak Bian
124
Quality Time Bersama Mertua
125
Bertemu Teman Lama
126
Berbicara Sesama Lelaki
127
Tertarik Pada Istri orang
128
Kegundahan Hati
129
Rumah Siapa Mas?
130
Bertemu Keluarga
131
Putri Yang Kembali Pulang
132
Asyilla Audreyca Halim
133
Deep Talk
134
Broken Heart
135
Terima Kasih Cinta
136
Kakak dan Adik Ipar
137
Nasib Seorang Jomblo
138
Adik Ipar
139
Wedding Party
140
Ice Cream

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!