Sangat Tajam Menyakitkan

Beristirahat seharian tanpa ada yang mengganggu setelah perut kenyang terisi membuat Bian tidur begitu pulas dan nyaman dalam pembaringannya.

Rasa lelah dan penat membuat laki-laki yang penuh dengan sifat arogan dan sinis itu, merasakan bagaimana artinya tidur yang cukup setelah berbulan-bulan dirinya harus bekerja keras tanpa mengenal waktu.

Dan mungkin beban pikirannya sedikit berkurang, meski ada hal lain yang harus dia pastikan dan selesaikan secepatnya demi kelangsungan masa depannya dalam memilih pasangan.

Berjalan dengan langkah gontai menuruni anak tangga, sesekali tangannya menutupi mulut yang masih saja menguap setelah acara bangun tidurnya.

"Pak, hati-hati! Lantainya masih basah." ucap Kiana memperingatkan pada Bian yang terlihat berjalan tidak memperhatikan langkahnya.

Sontak membuat langkah Bian terhenti pada ujung anak tangga terakhir sebelum kaki kanannya melangkah menyentuh bagian lantai yang masih basah.

"Maaf, Pak..." harus cepat meminta maaf atas keteledoran yang dia buat pada anak majikannya yang Kiana tahu pasti akan mendapatkan masalah.

Hah, sungguh sial Kiana hari ini. Kenapa pula harus bertemu kembali dengan si tuan muda yang arogan itu.

Kiana pasrah jika memang kali ini harus kembali mendapatkan omelan yang pasti akan menyakitkan hatinya.

"Ck," Bian berdecak kesal seraya menatap tajam Kiana yang sedang memegang gagang kain pel. "Untung aja saya nggak kepeleset!" hardiknya memaki-maki atas hal ceroboh dari pembantu baru di rumahnya.

"Kalau saya celaka bagaimana? Kamu mau tanggung jawab? Hah?!" sentak Bian dengan nada tinggi tak memperdulikan perasaan gadis yang ada dihadapannya.

Bian terus menggerutu mengungkapkan kekesalannya yang nyaris hampir saja membuat dia celaka di rumahnya sendiri.

Dia pergi ke arah ruang keluarga seraya menunjuk-nunjuk lantai yang masih basah dengan mulut yang masih terus berbicara.

Kiana hanya mampu diam menunduk meski mendengar perkataan yang pasti menyakitkan hati tapi pasrah tidak ada yang dapat dia lakukan meskipun itu pembelaan untuk dirinya.

"Kamu dengar saya, 'kan? Hah!" sentak kembali Bian semakin merasa jengkel melihat Kiana hanya diam mematung tanpa bersuara. "Jangan cuma diam berdiri di sana saja kamu! Tolol atau kelewat bego sih! Gak guna banget punya pembantu di rumah, kerjaan gak ada yang bener!" Bian tak dapat mengontrol emosinya, sehingga meluapkannya dengan kata-kata. Dan itu sangat menyakitkan Kiana.

"Bisa kerja gak sih!" cecar Bian terus mencari-cari kesalahan Kiana tidak ada hentinya.

Sekilas Bian melihat Kiana yang hanya diam menunduk. Jari tangannya saling menaut meremas kain rok hingga terlihat kusut.

Mulut Bian pun akhirnya berhenti mengeluarkan kata-katanya yang sarkas untuk memaki Kiana.

Kiana akhirnya membuka suara.

"Maaf, Pak..." lirihnya dengan suara yang hampir tenggelam oleh suara tangis yang tertahan.

"Maaf... saya salah tidak berhati-hati, sampai bapak hampir celaka karena kecerobohan saya. Maaf..." ucapnya dengan mata berkaca-kaca. Di sudut matanya hampir saja meloloskan tetesan air mata.

Dia menggigit bibir bawahnya agar suara tangisnya tidak terdengar oleh siapa pun. Terutama Bian. Kiana takut jika Bian akan memarahinya lagi karena mendengar suara tangisannya yang mungkin terdengar memuakkan bagi laki-laki itu.

"Ini, apalagi!" ucap Bian penuh emosi, dia menendang ember yang berisi air kotor yang ada di dekatnya. Seketika tumpahan air bercecaran dimana-mana. Ruangan itu terlihat benar-benar kacau. Bian berkacak pinggang melihat situasi yang disebabkan olehnya.

Bian semakin emosi dengan kebodohan pembantu barunya itu yang tidak memiliki ketidakbecusan dalam bekerja. Dia menggelengkan kepalanya dan kembali menatap tajam Kiana penuh dengan gelora amarahnya.

Arrrgghhh!!! gumamnya menahan emosi agar tidak lepas kendali.

Kiana tak kalah ikut terkejut atas apa yang dilakukan oleh Bian. Apa sebegitu memuakkan dirinya di mata tuan mudanya.

Namun, dirinya berusaha untuk tetap tenang, bersikap menerima dengan lapang dada, dan diam tak perlu menjawab atau melakukan sesuatu yang dapat memicu kembali amarah dari Bian.

Melihat Kiana yang masih diam mematung tanpa menyahutinya, dia melangkah pergi meninggalkan tempat yang dibuatnya kacau oleh dirinya sendiri. Bukan karena oleh Kiana.

Bian! Bianlah yang mengacau!

Laki-laki itu seolah mencari-cari kesalahan orang lain untuk meluapkan kekesalan yang sedang dia hadapi. Dan Kiana adalah target utama atas tindakan Bian untuk menyalurkan itu semua.

Sekilas terlihat Bian menyeringai puas. Dia terkekeh sinis dengan pelan.

Belum sempat langkahnya menjauh pergi. Bian kembali membalikkan badannya menghadap Kiana dengan kedua tangan dia masukkan ke dalam saku celananya.

"Hei!" panggilnya pada Kiana.

"Apa kamu mau terus berdiam di sana seharian seperti patung sampai Mama dan Papa pulang? Hah?!" ucapnya santai tanpa merasa bersalah atas kelakuannya saat itu.

Kiana tak berani menjawab apalagi sampai melihat wajah tuan muda yang sudah berhasil membuatnya hilang kepercayaan diri dalam sekejap, dan semangat untuk bekerja pada hari itu.

"Cepat bersihkan! Gitu aja harus di kasih tahu! Bego amat jadi orang," ucapnya lagi sarkas yang membuat hati Kiana serasa sakit terluka bagai di hantam batu besar. Sesak rasanya Kiana.

Bian merasa puas karena sudah membuat onar di rumah itu. Rasanya sudah sangat lama sekali saat terakhir dia masih kanak-kanak yang selalu bersikap usil dan jahil membuat kegaduhan di rumahnya.

'Ini sangat menyenangkan!' pikirnya, dia menarik senyuman tanda puas melihat Kiana si pembantu baru itu ketakutan setengah mati oleh perbuatannya.

Bian pun benar-benar pergi dari pandangan Kiana dengan santainya tanpa menghiraukan perasaan gadis itu yang mungkin sekarang sudah terlihat menangis sakit hati atas perkataan Bian.

'Ya Tuhan...' gumamnya sembari menitikkan air mata dengan tidak tahu malunya mengalir keluar begitu saja.

"Kenapa aku terus terdiam seperti ini?" tanyanya pada diri sendiri. Dia melihat keadaan yang sangat sudah terlihat kacau.

"Benar apa yang dikatakan oleh Pak Bian, aku seperti orang bodoh yang hanya terus berdiam diri tanpa tahu malu!" tekannya pada diri sendiri. Kiana menyeka air mata yang membasahi pipinya.

Dia mulai bergerak membersihkan kembali kekacauan sebelum Bu Ajeng dan Pak Hardi kembali pulang ke rumah, seperti apa yang diperintahkan oleh Bian sebelum laki-laki arogan itu pergi menghilang dari kekacauan yang dia perbuat.

***

Kini Bian tengah bersantai di depan ruang keluarga, menghadap pada sebuah layar televisi dengan ukuran besar yang memperlihatkan bayangan gambar yang sama sekali tidak ia tonton.

Bian tidak tertarik sama sekali. Dia melakukan itu semua sekedar hanya untuk menghilangkan kejenuhan yang menghampirinya seharian ini.

Tangannya terus memijat-mijat remot untuk memindahkan saluran televisi secara acak. Terus saja seperti itu hingga waktu bergulir begitu cepat.

"Kamu di sini rupanya, Bi?" sebuah suara tetiba terdengar sehingga membuat Bian menoleh.

"Mama dari mana?" tanya Bian yang melihat Mamanya baru saja datang dari urusannya. "Sama Papa juga?" tanya kembali saat Papanya terlihat mengekor dari arah belakang ibunya.

Belum juga sempat menjawab pertanyaan yang di lontarkan anaknya, Bian berdecak kesal terhadap kedua orang tuanya.

"Ck, pantesan Bian merasa sendiri di rumah. Tahu gini mendingan Bian keluar nemuin teman-teman," ungkapnya kesal, dia kembali memposisikan rebahannya di atas sofa dengan bermalasan.

"Udah kayak anak kecil aja ditinggal pergi dikit-dikit ngambek manyun kayak gitu." sindir Mamanya melihat Bian yang merajuk manja seperti anak kecil.

Bian sungguh tidak menggubris apa yang di katakan Mamanya. Sorot matanya fokus melihat layar televisi meski pikirannya melayang entah kemana memikirkan apa.

Sikap kekanakan Bian seperti ini sudah tidak aneh lagi di mata kedua orang tuanya. Meski sudah menjadi pria dewasa. Terkadang sikap Bian yang satu ini selalu membuat gemas Mamanya, Bu Ajeng, yang mengingatkannya pada Bian ketika dia masih kecil.

Dan sekarangpun rasanya Bu Ajeng tak kehilangan sosok Bian yang kekanakannya itu, sehingga dia akan selalu merasa rindu dan dekat dengan putra semata wayangnya itu. Meski sedikit banyak Bian yang semakin dewasa kini selalu saja membuatnya kesal dan mengusap dada dengan sikap arogan dan keras kepalanya.

"Kamu udah makan?" tanya Mamanya perhatian.

"Udah," jawab Bian pendek.

"Loh, Mbok kan pergi keluar. Kamu makan sama siapa, Bi? Masak sendiri kamu? Tumben?"

Pak Hardi hanya diam memperhatikan interaksi antara ibu dan anak itu dengan sesekali mengecek sesuatu yang penting di ponselnya.

"Makan sendirilah Ma, masa disuapin. Udah gede ini Bian. Kayak anak kecil aja." sahutnya dengan nada datar.

"Ya kali kamu makan masih mau disuapin sama Mama. Nggak inget kamu waktu masih SMP aja masih ngerengek minta disuapin sama Mama." hardiknya mengingatkan kebiasaan manja anaknya yang mulai masuk pubertas pada waktu itu.

"Ihh... Mama, itu kan dulu. Sekarang Bian udah gede. Nggak perlu juga mengungkit aib yang udah lama. Malu Ma!" ucapnya kesal sembari melirik sepintas pada Mamanya.

Bu Ajeng hanya terkekeh pelan, puas dengan pernyataannya yang membuat Bian semakin kesal saja.

Namun tidak lama dari tawa kecil yang keluar dari mulut Bu Ajeng. Kiana datang dengan sebuah nampan yang berisi 3 cangkir teh hangat dengan begitu hati-hati menghadap mereka di ruang keluarga itu.

"Maaf, Bu. Ini minumannya." ucap Kiana sembari menaruh cangkir yang terlihat masih mengepul menguarkan asap yang beraroma harum teh segar.

Mendengar suara Kiana yang berada dekat dengannya, sontak saja membuat Bian terlonjak dari posisi tidurannya hingga dia duduk dengan serba salah melihat Kiana yang kini ada di hadapannya.

Bu Ajeng dan Pak Hardi yang melihat gerak-gerik anaknya saling bertukar pandang, dan masing-masing saling mengerutkan dahinya dalam.

*****

Episodes
1 New Life
2 Aura
3 Risih!
4 Sangat Tajam Menyakitkan
5 Thinking About Her?
6 Obrolan Pagi
7 Debat
8 Sabar Adalah Kuncinya
9 Pembicaraan Dua Lelaki
10 Terciduk
11 Sidang Terbuka
12 Situasi dan Kondisi
13 Temu Kangen
14 The Code
15 Alcohol Free
16 Efek Jerat
17 Not Enough?
18 Kenyataan Pahit
19 Rasa...
20 Drama Baby
21 Maaf
22 Khawatir
23 Shadow
24 Pura-pura, Lupa...
25 Masa Lalu ( 1 ) - Namanya Kiana
26 Asistennya Bapak Bian
27 Trauma
28 Sakit
29 Mendekat
30 Menunggu Kamu
31 Keraguan
32 Memanas
33 Risau Yang Tidak Beralasan
34 Gotcha!
35 Saturday Night
36 Jealous
37 Menduga Sebuah Kemungkinan
38 Two Hearts Worries
39 Masih Sama
40 Menyalahkan Takdir
41 Test Pack
42 Mencari Jejakmu
43 Mengerti Tentang Perasaannya
44 Mie Instan
45 Baper Bikin Laper
46 Kedua Kalinya
47 Masa Lalu ( 2 ) - Menolak Pergi
48 Become a Father
49 Promises
50 Menemukan Jalan Yang Terbaik
51 Keputusan
52 Terpesona
53 Belum Terbiasa
54 Izin Pergi
55 Lebih Peka
56 Bertemu
57 Kesukaan Baru
58 Saya Nggak Marah
59 Kedatangan Syafira
60 Curiga
61 Bertemu Kedua Kalinya
62 Promise For Happiness
63 Spend The Night With You
64 Masih Curiga
65 Kebakaran Jenggot
66 Cemburu
67 Merajuk
68 One Sweet Day
69 Heavy Rain
70 May I?
71 Berkilah
72 Kartu As Terbuka
73 Mengakhiri
74 Miss U
75 Tamu Tak Diundang
76 Sulit Untuk Percaya
77 Pengakuan Bian
78 Menjadi Pilihan
79 Heart Attack
80 Tunggu Aku, Kiana!
81 Pembelaan
82 Akhirnya...
83 Kiana's New Life
84 Penyesalan
85 Berusaha Bangkit
86 Ibu Sayang Al
87 Bisik-bisik Tetanga
88 Kecemasan Seorang Ibu
89 Tidak Enak Perasaan
90 Berharap Itu Kiana
91 My Baby?
92 Aku Ayahmu
93 Kamu Sudah Bangun, Sayang?
94 Penolakan
95 Haru Biru
96 Tidak Mau Kehilangan kamu!
97 You're My Angel
98 Memohon Untuk Pergi
99 Sayang Al?
100 Kekhawatiran Seorang Ibu
101 Aku Sayang Kamu
102 Kejujuran
103 ILY
104 Dilema
105 Alarm Tanda Bahaya
106 Ingin Membawa Pulang
107 Percaya Sama Mas
108 Pulang
109 Penolakan (Lagi)
110 Berubah Seratus Delapan Puluh Derajat
111 Beribadah Bersama
112 Keadaan Canggung
113 Sangat Berharga
114 Memohon
115 Menerima
116 Asupan Nutrisi
117 Pillow Talk
118 Kembali Pulang
119 Langkah Baru
120 Sudah Panggil Mas
121 Rasa Penasaran
122 Kisah Aaric dan Asyilla
123 Kesukaannya Pak Bian
124 Quality Time Bersama Mertua
125 Bertemu Teman Lama
126 Berbicara Sesama Lelaki
127 Tertarik Pada Istri orang
128 Kegundahan Hati
129 Rumah Siapa Mas?
130 Bertemu Keluarga
131 Putri Yang Kembali Pulang
132 Asyilla Audreyca Halim
133 Deep Talk
134 Broken Heart
135 Terima Kasih Cinta
136 Kakak dan Adik Ipar
137 Nasib Seorang Jomblo
138 Adik Ipar
139 Wedding Party
140 Ice Cream
Episodes

Updated 140 Episodes

1
New Life
2
Aura
3
Risih!
4
Sangat Tajam Menyakitkan
5
Thinking About Her?
6
Obrolan Pagi
7
Debat
8
Sabar Adalah Kuncinya
9
Pembicaraan Dua Lelaki
10
Terciduk
11
Sidang Terbuka
12
Situasi dan Kondisi
13
Temu Kangen
14
The Code
15
Alcohol Free
16
Efek Jerat
17
Not Enough?
18
Kenyataan Pahit
19
Rasa...
20
Drama Baby
21
Maaf
22
Khawatir
23
Shadow
24
Pura-pura, Lupa...
25
Masa Lalu ( 1 ) - Namanya Kiana
26
Asistennya Bapak Bian
27
Trauma
28
Sakit
29
Mendekat
30
Menunggu Kamu
31
Keraguan
32
Memanas
33
Risau Yang Tidak Beralasan
34
Gotcha!
35
Saturday Night
36
Jealous
37
Menduga Sebuah Kemungkinan
38
Two Hearts Worries
39
Masih Sama
40
Menyalahkan Takdir
41
Test Pack
42
Mencari Jejakmu
43
Mengerti Tentang Perasaannya
44
Mie Instan
45
Baper Bikin Laper
46
Kedua Kalinya
47
Masa Lalu ( 2 ) - Menolak Pergi
48
Become a Father
49
Promises
50
Menemukan Jalan Yang Terbaik
51
Keputusan
52
Terpesona
53
Belum Terbiasa
54
Izin Pergi
55
Lebih Peka
56
Bertemu
57
Kesukaan Baru
58
Saya Nggak Marah
59
Kedatangan Syafira
60
Curiga
61
Bertemu Kedua Kalinya
62
Promise For Happiness
63
Spend The Night With You
64
Masih Curiga
65
Kebakaran Jenggot
66
Cemburu
67
Merajuk
68
One Sweet Day
69
Heavy Rain
70
May I?
71
Berkilah
72
Kartu As Terbuka
73
Mengakhiri
74
Miss U
75
Tamu Tak Diundang
76
Sulit Untuk Percaya
77
Pengakuan Bian
78
Menjadi Pilihan
79
Heart Attack
80
Tunggu Aku, Kiana!
81
Pembelaan
82
Akhirnya...
83
Kiana's New Life
84
Penyesalan
85
Berusaha Bangkit
86
Ibu Sayang Al
87
Bisik-bisik Tetanga
88
Kecemasan Seorang Ibu
89
Tidak Enak Perasaan
90
Berharap Itu Kiana
91
My Baby?
92
Aku Ayahmu
93
Kamu Sudah Bangun, Sayang?
94
Penolakan
95
Haru Biru
96
Tidak Mau Kehilangan kamu!
97
You're My Angel
98
Memohon Untuk Pergi
99
Sayang Al?
100
Kekhawatiran Seorang Ibu
101
Aku Sayang Kamu
102
Kejujuran
103
ILY
104
Dilema
105
Alarm Tanda Bahaya
106
Ingin Membawa Pulang
107
Percaya Sama Mas
108
Pulang
109
Penolakan (Lagi)
110
Berubah Seratus Delapan Puluh Derajat
111
Beribadah Bersama
112
Keadaan Canggung
113
Sangat Berharga
114
Memohon
115
Menerima
116
Asupan Nutrisi
117
Pillow Talk
118
Kembali Pulang
119
Langkah Baru
120
Sudah Panggil Mas
121
Rasa Penasaran
122
Kisah Aaric dan Asyilla
123
Kesukaannya Pak Bian
124
Quality Time Bersama Mertua
125
Bertemu Teman Lama
126
Berbicara Sesama Lelaki
127
Tertarik Pada Istri orang
128
Kegundahan Hati
129
Rumah Siapa Mas?
130
Bertemu Keluarga
131
Putri Yang Kembali Pulang
132
Asyilla Audreyca Halim
133
Deep Talk
134
Broken Heart
135
Terima Kasih Cinta
136
Kakak dan Adik Ipar
137
Nasib Seorang Jomblo
138
Adik Ipar
139
Wedding Party
140
Ice Cream

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!