DRAGON
Demi meneruskan pekerjaannya sebagai seorang ketua mafia, Tuan Gerald terpaksa melatih lima anak lelaki dimana salah-sati dari kelima anak itu adalah putranya sendiri. Tuan Gerald memberikan sebuah pistol kepada kelima anak itu, Tuan Gerald terus mendesak mereka untuk menembak mati merpati yang ada tepat dihadapan anak-anak itu. Meskipun diselimuti rasa takut, mereka berlima memberanikan diri untuk melakukannya. Berlahan-lahan namun pasti suara tembakan mulai terdengar dihalaman belakang.
Tuan Gerald mengalihkan atensinya kearah Alan yang masih tidak menarik pelatuknya. Tangan Alan bergetar, keringat dingin mulai mengalir deras diwajahnya. Keempat sahabatnya mendekati Alan, mereka menyentuh tangan Alan memberikan keberanian padanya untuk segera menarik pelatuk.
Dorr ....
suara tembakan kembali terdengar. Bersamaan dengan suara tembakan terdengar pula suara teriakan putri Tuan Gerald, Elektra yang saat itu hendak menemui Tuan Gerald tidak sengaja melihat kejadian mengerikan itu. Anak prempuan berusia tujuh tahun itu langsung berteriak histris melihat bangkai merpati berlumuran darah.
"Elektra?" Tuan Gerald bergegas mendekati putrinya, didalam dekapan sang ayah tubuh Elektra bergetar hebat. Suara tangisannya bercampur dengan rasa takut. Uh. Bagaimana gadis kecil itu tidak ketakutan, dia menyaksikan sendiri bagaimana Alan menembak mati merpati itu, "Tenanglah putri ku. Tidak akan terjadi sesuatu padamu.”
"Ayah, kenapa mereka membunuh merpati itu?" Elektra mencengkram erat pakaian Tuan Gerald, raut wajahnya terlihat ketakutan setiap kali manik hazelnya bertemu dengan manik kelam milik Alan. "Aku lihat sendiri, Alan membunuh merpati itu.”
"Itu tidak benar, Sayang. Alan tidak sengaja melakukannya. Hanna? Hanna?" Tuan Gerald berteriak memanggil Nyonya Hanna, istrinya. Mendengar suara teriakan Tuan Gerald, Nyonya Hanna bergegas menemuinya dihalaman belakang.
"Ada apa? Kenapa kau berteriak seperti itu euh? Astaga apa yang terjadi disini?” Nyonya Hanna memperhatikan keadaan disekitarnya, bangkai merpati berserakan dimana-mana dan wajah anak-anak terlihat ketakutan.
"Hanna bawa Elektra ke kamarnya dan jangan biarkan dia keluar sebelum aku izinkan." Tuan Gerald memberikan Elektra pada istrinya.
"Apa kau sudah gila, Gerald? Kau ingin mengurung putrimu sendiri? Tidak. Aku tidak setuju," Ibu mana yang akan diam saja membiarkan putrinya dikurung tanpa sebab.
"Jangan membantah perintahku! Kau hanya perlu lakukan seperti apa yang aku perintahkan. Cepat bawa Elektra masuk kedalam," Tuan Gerald mempertegas perkataannya. Tuan Gerald tidak suka setiap kali Nyonya Hanna membangkang. "Aku tidak ingin putri ku sampai mengetahui siapa Ayah mereka sebenarnya. Mereka bisa membenciku.”
"Kau keterlaluan, Gerald! Kalau kau tidak ingin kedua putrimu sampai tahu siapa Ayah mereka seharusnya kau tidak melatih mereka dirumah ini. Kau lupa kedua putri mu juga tinggal dirumah ini?"
Nyonya Hanna sedikit meninggikan suaranya, Ayahanya naik turun tidak beraturan karena amarah. Demi alam semesta, Nyonya Hanna tidak bermaksud meninggikan suaranya tapi melihat sikap suaminya membuat emosinya
keluar begitu saja tanpa bisa dia cegah. Nyonya Hanna membawa Elektra masuk kedalam meninggalkan Tuan Gerald dan anak-anak lainnya.
*****
"Ayah, kenapa kita harus membunuh?” tanya salah-satu anak lelaki itu yang tidak lain adalah Hart's, putra tertua Tuan Gerald.
"Hart's, membunuh dan dibunuh sudah menjadi jalan hidup dragon juga kalian. Kalian tidak bisa mengubahnya, nak. Kelak kalian akan mengerti." Tuan Gerald menepuk pelan bahu putra semata wayangnya itu.
"Tapi Paman, membunuh orang yang tidak bersalah sama sekali itu adalah dosa besar," ujar Fernando yang terus memperhatikan bangkai merpati disekitarnya, entah berapa banyak merpati yang dikorbankan hari ini untuk melatih mereka berlima.
"Paman memahami ketakutanmu, tapi inilah jalan hidup kita. Hidup Paman juga kalian. Kalian adalah calon penerus dragon dimasa depan. Siap ataupun tidak kalian harus melewati semua ini." Salah-satu anak buah Tuan Gerald memberikan sapu tangan pada Tuan Gerald. Tuan Gerald mengambil sapu tangan tersebut dan membersihkan pistol yang ada ditangannya.
Alan menatap takut kearah bangkai merpati. Melihat bangkai merpati yang berlumuran darah dengan penampilan yang mengerikan membuat perut Alan mual, "Tidak! Aku tidak mau menjadi seorang pembunuh. Aku tidak mau Paman! Aku tidak ingin melakukannya!” Suara Alan bergetar, melakukan hal sekeji ini pada hewan saja dia tidak sanggup lalu bagaimana dia bisa melakukannya pada manusia?
"Alan mau ataupun tidak, kau akan tetap melakukannya. Menjadi penerus dragon adalah bagaian dari hidup kalian sama seperti paman juga ayah kalian," Tuan Gerald merangkul Alan, membawanya menyusuri taman
diikuti oleh anak-anak lainnya juga para penjaga. "Dulu Paman dan Ayah kalian juga melewati semua ini, sejak kecil kami dilatih keras untuk menjadi seorang penerus. Baik dulu maupun sekarang kami tetaplah seorang mafia, sekarang giliran kalian yang akan mengantikan kami. Tidak ada yang bisa mengubah takdir yang telah ditentukan untuk kalian, termasuk kalian sendiri. Jangan pernah berpikir untuk melarikan diri dari takdir yang mengikat kalian, karena itu tidak berguna sama sekali.”
"Paman? Apa paman tidak merasa kasihan melihat kesedihan diwajah keluarga mereka, orang yang paman bunuh?" Tuan Gerald tertawa mendengar pertanyaan polos Aldric, saudara laki-laki Alan.
"Dengar nak, tidak ada kata kasihan dalam hidup kita. Jangan pernah mengunakan perasan kalian saat kalian menghabisi musuh. Satu hal yang harus selalu kalian ingat dengan baik, jangan pernah memberikan kesempatan pada musuh kalian untuk hidup lebih lama. Membiarkannya hidup sama saja memberikan peluang baginya untuk membunuh kalian. Disituasi seperti itu kalian hanya memiliki dua pilihan. Membunuh atau dibunuh. Tentukan pilihan kalian."
Aldric menelan salivanya mendengar perkataan Tuan Gerald. Hei mereka hanya anak-anak, diusia mereka sekarang seharusnya mereka bermain bebas bersama teman-teman mereka bukan membicarakan hal berat seperti ini.
*****
Nyonya Andin belari memasuki rumah sambil berteriak memanggil Tuan Gerald dan Nyonya Hanna. Mendengar suara teriakan Andin, mereka segera belari menuju ruang tengah menemui Nyonya Andin.
"Andin ada apa? Apa yang terjadi padamu?" Nyonya Hanna terlihat cemas melihat keadaan adik iparnya yang berantakan, wajahnya terdapat luka memar.
"Kakak ipar? Maafkan aku. Aku mohon maafkan aku, Hiks? Itu?I-tu?" Nyonya Andin menyatukan kedua telapak tangannya, dia menangis memohon maaf sambil terus mengulangi perkataannya.
"Itu? Itu? Apa yang kau bicarakan? Bicaralah yang jelas Andin!?" Tuan Gerald yang kesal mendengar perkataan adiknya yang terbata-bata tanpa sadar membentak adiknya.
"Kakak? Seville?" Nyonya Andin semakin menangis histris mengingat keponakannya yang diculik.
"Ada apa dengan putriku?" Nyonya Hanna yang baru menyadari kalau sejak tadi dia tidak melihat keberadaan Seville dirumah mulai khawatir. "Dimana Seville? Bukankah dia bersamamu tadi?”
"Maafkan aku. Maafkan aku kakak ipar. Aku minta maaf tidak bisa menjaga Seville dengan baik. Orang-orang itu membawa Seville pergi. Aku tidak bisa menolong keponakanku. Hiks," Mendengar jawaban Nyonya Andin menAyahak tubuh Nyonya Hanna lemas. Tuan Gerald dengan sigap meraih tubuh istrinya sebelum terjatuh kelantai, "Kakak Ipar tolong maafkan aku. Aku salah karena tidak bisa menjaga putrimu.”
"BRENGSEK! BAJINGAN MANA YANG BERANI MENCULIKPUTRIKU?" Tuan Gerald meninju meja kaca hingga tangannya berdarah.
"Kak, aku melihat anak buah Jackson berada didalam mobil yang menculik Seville. Kakak, aku yakin mereka adalah orang suruhan Jackson.”
"Suamiku bagaimana jika mereka menyakiti putri kita?" Tangis pilu seorang ibu yang sangat mencemaskan keselamatan putrinya mulai terdengar.
"Mereka tidak akan melakukannya. Jika terjadi sesuatu pada putri kita, aku sendiri yang akan melenyapkan mereka," Tuan Gerald mengepal tangannya menahan amarah. "Tenanglah! Aku akan membawa putri kita pulang.”
Nyonya Hanna menarik ujung pakaian suaminya, "Aku mohon biarkan aku ikut denganmu.”
"Tidak Hanna! Di sana berbahaya, kita tidak tahu apa yang direncanakan oleh Jackson. Sebaiknya kau tetap disini bersama Andin," Nyonya Hanna mengeleng kuat, dia bersikeras untuk ikut pergi. Tuan Gerald tidak menyerah menyakinkan istrinya bahwa dia dan putri mereka akan kembali dengan selamat.
"Aku janji akan membawa putri kita pulang dengan selamat. Percayalah padaku.”
*****
Sementara itu dikediaman keluarga Orlando. Tuan Edward mengeluarkan semua pakaian yang ada didalam koper dan memasukkan kembali pakaian tersebut kedalam lemari. Nyonya Angel merampas kembali pakaian yang ada ditangan suaminya dan melemparnya kelantai, matanya berkaca-kaca menahan liquid bening agar tidak jatuh membasahi wajahnya.
"Ada apa denganmu hah? Kenapa kau bersikap seperti ini?" Tuan Edward berteriak frustasi.
"Seharusnya aku yang bertanya padamu. Aku akan membawa anak-anak pergi dari sini, aku tidak akan menyerahkan putra-ku pada dragon dan membiarkannya menjadi seorang mafia sepertimu, Edward!" Nyonya Angel menatap sendu kearah suaminya. Dia tidak ingin bertengkar dengan suami nya tapi dia juga tidak bisa membiarkan dragon mengambil putranya. Ibu mana yang ingin anaknya menjadi penjahat.
"APA KAU PIKIR AKU MENGINGINKAN INI TERJADI HAH? AKU JUGA TIDAK INGIN PUTRA KU MENJADI SEORANG MAFIA SEPERTIKU!" Tuan Edward meninggikan suaranya membuat Nyonya Angel tersentak bahkan anak-anak yang berada didalam kamar mereka di lantai atas juga terkejut mendengarnya. Selama pernikahan mereka tidak pernah sekalipun Tuan Edward meninggaikan suaranya pada sang istri. Sekarang? Untuk pertama kalinya Tuan Edward membentak istrinya hanya karena dragon.
"Kalau begitu batalkan niatmu menjadikan aldric sebagai penerus dragon. Aku mohon bebaskan Al dari dragon. Jangan biarkan dragon memiliki putra kita, Edward," Nyonya Angel berlutut dihadapan suaminya, tangisnya mulai pecah saat memohon pada suaminya untuk tidak membawa Aldric pergi. "Aku mohon suamiku, jangan jadikan Al sepertimu.”
Hati Tuan Edward seperti diremas paksa melihat wanita yang dicintai berlutut dan memohon padanya seperti ini. Tuan Edward membantu istrinya berdiri, jemari tangannya menghapus butiran liquid bening yang membasahi paras cantik istrinya.
"Maafkan aku Angel? Aku tidak bisa memenuhi keinginanmu. Aku tidak bisa melakukannya, membiarkan Alan memilih jalan hidupnya sendiri sudah merupakan kesalahan besar bagi-?”
"BAGI DRAGON?" Nyonya Angel memotong ucapan suaminya sebelum Tuan Edward sempat menyelesaikan kalimatnya. "Apa yang ada didalam pikiranmu hanya dragon? Aldric adalah putramu. Cukup! Aku tidak kuat lagi menghadapi ini semua. Kau harus memilih, aku dan anak-anak atau dragon?”
"Aku tidak bisa. Tolong jangan paksa aku untuk memilih. Aku sangat mencintai kalian tapi aku tidak bisa melepaskan dragon begitu saja. Maafkan aku! A-ku?" Tuan Edward menatap sendu wajah istrinya, dia tidak ingin menyakiti istrinya tapi dia juga tidak bisa menghianati dragon yang sudh memberikan kehidupan padanya. "Sungguh aku tidak bisa memilih antara kalian dan dragon. Aku mohon Angel mengertilah, aku tidak bisa menghianati dragon."
Nyonya Angel mengelengkan kepalanya, dia tidak percaya suaminya lebih memperdulikan dragon dari pada keluarganya sendiri.
"Apa kau ingin kedua putra-mu saling membunuh hah?" Nyonya Angel memukul kuat Ayaha Tuan Edward, melampiaskan semua kekecewaannya. "Di mana akal sehatmu Edward? Kenapa kau sekejam ini pada anak-anakku? Putra ku Alan ingin menjadi seorang polisi sedangkan Aldric? Kau jadikan seorang penjahat sepertimu. Tidak menutup kemungkinan suatu saat nanti kedua putra ku saling membunuh. Itukah yang kau inginkan, brengsek?" Nyonya Angel berteriak histris mengeluarkan semua amarah yang dia tahan selama ini, air matanya tumpah begitu saja mengingat nasib kedua putranya nanti.
Sebagai seorang ibu, dia hanya ingin kedua putranya hidup dengan baik tanpa harus terlibat kedalam bahaya. Tiba-tiba saja terdengar suara mesin mobil berhenti tepat didepan rumah mereka, beberapa pria mengenakan penutup wajah lengkap dengan senjata menerobos masuk kedalam rumah Tuan Edward. Mendengar langkah kaki mendekati kamar mereka, Tuan Edward mengambil pistol yang dia sembuyikan dilaci nakas. Tuan Edward mengenggam erat tangan istrinya membawa Nyonya Angel keluar dari kamar, Melihat salah-satu dari penyusup tersebut mengarahkan pistol kearah Nyonya Angel, Tuan Edward langsung memeluk Nyonya Angel sehingga peluru mengenai bahu kanannya.
Tuan Edward menahan rasa sakitnya kemudian membalas tembakan penyusup itu hingga tewas. Mendengar suara tembakan, anak-anak langsung belari keluar dari kamar mereka masing-masing. Mereka berteriak histris melihat kedua orang tua mereka tergeletak dilantai berlumuran darah. Salah-satu penyusup itu memukul Alan dan membawa Aldric serta Livia pergi. Dalam keadaan penuh luka Alan berusaha bangkit dan mengejar mobil yang membawa kedua saudaranya pergi. Alan menangis histris karena tidak bisa mengejar mobil yang membawa kedua saudaranya pergi, Alan kembali kerumahnya. Tangisannya semakin kencang saat dia melihat kondisi Nyonya Angel sudah tidak bernafas lagi.
"Ibu?" Alan memeluk erat tubuh dingin sang ibu, darah yang keluar dari tubuh ibunya mengotori pakaian Alan. "Ibu buka matamu. Berhentilah bercanda! Ini sama sekali tidak lucu. Kenapa diam saja eoh? Aku mohon jangan tinggalkan aku, aku takut sendirian. Orang-orang jahat itu membawa Kakak Al dan Livia pergi.”
"A-lan?" Dengan sisa tenaga yang dimilikinya, Tuan Edward menyeret tubuhnya mendekat kearah putranya, air matanya mengalir deras menatap tubuh istrinya. Sebuah perasaan bersalah tiba-tiba muncul mengerogotinya, ini semua kesalahannya. Dia yang telah membuat keluarganya dalam bahaya. "A-lan putra-ku, kau mau mendengarkan ayah-kan? Ayah tahu ini berat untukmu tapi Ayah mohon, jalani hidup sesuai keinginanmu. Ja-ngan pernah menjalani hidup seperti Ayah-mu ini, Nak. Kau harus berjanji satu hal pada Ayah dan Ibu eoh? Apapun yang terjadi jangan pernah kembali ke dragon. Kau harus bisa me-wujudkan impianmu. Berjanjilah kau akan menjadi seorang polisi sesuai keinginanmu dengan begitu kematian Ibu-mu tidak sia-sia.”
"Ayah? Aku akan mendengarkanmu. Aku tidak akan melawan perkataanmu lagi, Ayah. A-ku tidak masalah jika harus kembali kedragon, tapi aku mohon jangan tinggalkan aku. Aku takut hidup sendirian."
Alan menghapus air matanya, Alan melepaskan baju yang dia kenakan kemudian meletakan kepala Nyonya Angel pada baju yang sudah dia gulung, "Ayah harus menemukan Kakak dan Livia. Mereka pasti menunggu Ayah datang. Ayo ayah bangunlah. Kita harus segera mencari mereka." Alan mengenggam tangan Tuan Edward, memaksa sang Ayah untuk berdiri.
"Alan, Ayah minta maaf harus meninggalkanmu sendirian. Dengar nak lupakan kejadian hari ini, jangan pernah berpikir apa lagi memiliki niat untuk membalas dendam atas kematian Ibumu," Tuan Edward memperarat genggaman tangannya pada Alan, cairan berwarna merah pekat mengalir keluar dari mulutnya ketika dia terbatuk. ”Berjanjilah kau akan menjadi seorang polisi, menjauhlah dari dragon, kau harus menemui kedua saudaramu. Ayah mohon bawa kembali kakak dan adikmu. Ma-afkan Ay-ah?!”
"Ayah, aku tidak bisa melakukan semua itu sendirian. Aku mohon bertahanlah.” Jemari tangan Alan sibuk menhapus darah yang keluar dari mulut Tuan Edward.
"Alan setelah Ayah pergi, hubungi kakekmu dan tinggallah bersama mereka." Alan menggeleng keras kepalanya. Tuan Edward membelai wajah putranya sebelum akhirnya jiwanya meninggalkan raga.
"Tidak! Ayah, aku mohon buka matamu. Bagaimana aku bisa membawa kedua saudaraku sendirian tanpa bantuanmu. Ayah? Ibu? Kenapa? Kenapa kalian sekejam ini padaku? Kenapa kalian begitu tega meninggalkan aku? Kenapa?”
Alan menatap kosong meratapi kematian naas kedua orang tuanya. Meski tanpa suara, Alan terus menangisi kepergian kedua orang tuanya. Kemarin mereka masih tertawa bersama tapi hari ini? Hanya dalam satu hari semesta merebut semua keluarganya, memperlakukan anak sekecil ini begitu kejam. Alan menghapus air matanya, dia menarik tungkainya memasuki kamar kedua orang tuanya. Tidak lama kemudian Alan keluar dengan membawa selimut dan menutupi tubuh kedua orang tuanya dengan selimut yang dia bawa. Setelah itu Alan menghubungi kakeknya seperti keinginan sang Ayah, saat Alan hendak menutup telfonnya terdengar suara mobil berhenti didepan rumahnya.
Seorang pria paruh baya yang tidak lain adalah Ayah dari Tuan Edward melangkah masuk menemui Alan, betapa syoknya Tuan Wiliam saat melihat tubuh putra dan menantunya terbaring kaku dilantai yang dingin.
Tuan Wiliam memeluk tubuh kecil Alan, ”Ka-kek? Mereka tidak hanya membunuh orang tuaku tapi juga membawa saudaraku pergi.”
Mendengar perkataan Alan, Tuan Wiliam memberi isyarat pada anak buahnya untuk mencari keberadaan kedua cucunya, "Alan maafkan kakek, kakek terlambat menemuimu. Kalau saja kakek datang lebih cepat, orang tuamu?”
"Tidak kakek, jangan minta maaf. Ini bukan salah kakek. Jika kakek merasa bersalah pada Ayah dan Ibu, tebus saja rasa bersalah itu dengan menemukan Kakak dan adikku.”
"Orang suruhan kakek sedang mencari mereka, jangan khawatir. Aldric dan Livia akan kembali padamu." Tuan Wiliam memukul pelan punggung Alan, hati orang tua mana yang tidak hancur melihat putra dan menantunya meninggal dengan cara tragis seperti ini? Ditambah lagi melihat keadaan cucunya terguncang.
Alan kembali menatap kosong kearah tubuh orang tuanya yangterbaring kaku, ini terlalu kejam untuk anak kecil sepertinya. Bagaimana dia bisa menjalani hidup tanpa keluarganya? Bagaimana dia bisa bertahan tanpa mengingat peristiwa naas ini? Tuan Wiliam ingin membawa Alan pergi bersamanya namun Alan dengan tegas menolak niat baik kakek dari pihak ayahnya. Dia tetap ingin menunggu kedatangan Tuan Betrand, dia hanya ingin memenuhi keinginan sang ayah yang ingin dia tinggal bersama dengan kakek dari pihak Nyonya Angel, Ibunya.
"Aku sudah berjanji pada Ayah akan tinggal bersama Kakek Ben. Kekek pergi saja, aku akan tetap disini menunggu Kakek Ben datang.”
"Kakek akan tetap disini menemanimu.” Tuan Wiliam mengusap lembut surai hitam Alan. Jujur saja dia kecewa dengan keputusan Alan yang ingin tinggal bersama Tuan Betrand dari pada dia.
To Be Continued ....
Catatan : Cerita ini hanya fiksi, nama karakter, negara dan
kota yang ada disini hanyalah fiktif.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 48 Episodes
Comments
evaaylis
semangat, uda ku fav juga👋👋💕💕
2022-03-10
1
alvin Taslim
baru awal aja udh menegangkan thor
2022-02-24
1