NovelToon NovelToon

DRAGON

Chapter 01 : Tragedi

Demi meneruskan pekerjaannya sebagai seorang ketua mafia, Tuan Gerald terpaksa melatih lima anak lelaki dimana salah-sati dari kelima anak itu adalah putranya sendiri. Tuan Gerald memberikan sebuah pistol kepada kelima anak itu, Tuan Gerald terus mendesak mereka untuk menembak mati merpati yang ada tepat dihadapan anak-anak itu. Meskipun diselimuti rasa takut, mereka berlima memberanikan diri untuk melakukannya. Berlahan-lahan namun pasti suara tembakan mulai terdengar dihalaman belakang.

Tuan Gerald mengalihkan atensinya kearah Alan yang masih tidak menarik pelatuknya. Tangan Alan bergetar, keringat dingin mulai mengalir deras diwajahnya. Keempat sahabatnya mendekati Alan, mereka menyentuh tangan Alan memberikan keberanian padanya untuk segera menarik pelatuk.

Dorr ....

suara tembakan kembali terdengar. Bersamaan dengan suara tembakan terdengar pula suara teriakan putri Tuan Gerald, Elektra yang saat itu hendak menemui Tuan Gerald tidak sengaja melihat kejadian mengerikan itu. Anak prempuan berusia tujuh tahun itu langsung berteriak histris melihat bangkai merpati berlumuran darah.

"Elektra?" Tuan Gerald bergegas mendekati putrinya, didalam dekapan sang ayah tubuh Elektra bergetar hebat. Suara tangisannya bercampur dengan rasa takut. Uh. Bagaimana gadis kecil itu tidak ketakutan, dia menyaksikan sendiri bagaimana Alan menembak mati merpati itu, "Tenanglah putri ku. Tidak akan terjadi sesuatu padamu.”

"Ayah, kenapa mereka membunuh merpati itu?" Elektra mencengkram erat pakaian Tuan Gerald, raut wajahnya terlihat ketakutan setiap kali manik hazelnya bertemu dengan manik kelam milik Alan. "Aku lihat sendiri, Alan membunuh merpati itu.”

 "Itu tidak benar, Sayang. Alan tidak sengaja melakukannya. Hanna? Hanna?" Tuan Gerald berteriak memanggil Nyonya Hanna, istrinya. Mendengar suara teriakan Tuan Gerald, Nyonya Hanna bergegas menemuinya dihalaman belakang.

 "Ada apa? Kenapa kau berteriak seperti itu euh? Astaga apa yang terjadi disini?” Nyonya Hanna memperhatikan keadaan disekitarnya, bangkai merpati berserakan dimana-mana dan wajah anak-anak terlihat ketakutan.

 "Hanna bawa Elektra ke kamarnya dan jangan biarkan dia keluar sebelum aku izinkan." Tuan Gerald memberikan Elektra pada istrinya.

 "Apa kau sudah gila, Gerald? Kau ingin mengurung putrimu sendiri? Tidak. Aku tidak setuju," Ibu mana yang akan diam saja membiarkan putrinya dikurung tanpa sebab.

 "Jangan membantah perintahku! Kau hanya perlu lakukan seperti apa yang aku perintahkan. Cepat bawa Elektra masuk kedalam," Tuan Gerald mempertegas perkataannya. Tuan Gerald tidak suka setiap kali Nyonya Hanna membangkang. "Aku tidak ingin putri ku sampai mengetahui siapa Ayah mereka sebenarnya. Mereka bisa membenciku.”

 "Kau keterlaluan, Gerald! Kalau kau tidak ingin kedua putrimu sampai tahu siapa Ayah mereka seharusnya kau tidak melatih mereka dirumah ini. Kau lupa kedua putri mu juga tinggal dirumah ini?"

 Nyonya Hanna sedikit meninggikan suaranya, Ayahanya naik turun tidak beraturan karena amarah. Demi alam semesta, Nyonya Hanna tidak bermaksud meninggikan suaranya tapi melihat sikap suaminya membuat emosinya

keluar begitu saja tanpa bisa dia cegah. Nyonya Hanna membawa Elektra masuk kedalam meninggalkan Tuan Gerald dan anak-anak lainnya.

 *****

"Ayah, kenapa kita harus membunuh?” tanya salah-satu anak lelaki itu yang tidak lain adalah Hart's, putra tertua Tuan Gerald.

"Hart's, membunuh dan dibunuh sudah menjadi jalan hidup dragon juga kalian. Kalian tidak bisa mengubahnya, nak. Kelak kalian akan mengerti." Tuan Gerald menepuk pelan bahu putra semata wayangnya itu.

"Tapi Paman, membunuh orang yang tidak bersalah sama sekali itu adalah dosa besar," ujar Fernando yang terus memperhatikan bangkai merpati disekitarnya, entah berapa banyak merpati yang dikorbankan hari ini untuk melatih mereka berlima.

 "Paman memahami ketakutanmu, tapi inilah jalan hidup kita. Hidup Paman juga kalian. Kalian adalah calon penerus dragon dimasa depan. Siap ataupun tidak kalian harus melewati semua ini." Salah-satu anak buah Tuan Gerald memberikan sapu tangan pada Tuan Gerald. Tuan Gerald mengambil sapu tangan tersebut dan membersihkan pistol yang ada ditangannya.

Alan menatap takut kearah bangkai merpati. Melihat bangkai merpati yang berlumuran darah dengan penampilan yang mengerikan membuat perut Alan mual, "Tidak! Aku tidak mau menjadi seorang pembunuh. Aku tidak mau Paman! Aku tidak ingin melakukannya!” Suara Alan bergetar, melakukan hal sekeji ini pada hewan saja dia tidak sanggup lalu bagaimana dia bisa melakukannya pada manusia?

"Alan mau ataupun tidak, kau akan tetap melakukannya. Menjadi penerus dragon adalah bagaian dari hidup kalian sama seperti paman juga ayah kalian," Tuan Gerald merangkul Alan, membawanya menyusuri taman

diikuti oleh anak-anak lainnya juga para penjaga. "Dulu Paman dan Ayah kalian juga melewati semua ini, sejak kecil kami dilatih keras untuk menjadi seorang penerus. Baik dulu maupun sekarang kami tetaplah seorang mafia, sekarang giliran kalian yang akan mengantikan kami. Tidak ada yang bisa mengubah takdir yang telah ditentukan untuk kalian, termasuk kalian sendiri. Jangan pernah berpikir untuk melarikan diri dari takdir yang mengikat kalian, karena itu tidak berguna sama sekali.”

 "Paman? Apa paman tidak merasa kasihan melihat kesedihan diwajah keluarga mereka, orang yang paman bunuh?" Tuan Gerald tertawa mendengar pertanyaan polos Aldric, saudara laki-laki Alan.

"Dengar nak, tidak ada kata kasihan dalam hidup kita. Jangan pernah mengunakan perasan kalian saat kalian menghabisi musuh. Satu hal yang harus selalu kalian ingat dengan baik, jangan pernah memberikan kesempatan pada musuh kalian untuk hidup lebih lama. Membiarkannya hidup sama saja memberikan peluang baginya untuk membunuh kalian. Disituasi seperti itu kalian hanya memiliki dua pilihan. Membunuh atau dibunuh. Tentukan pilihan kalian."

Aldric menelan salivanya mendengar perkataan Tuan Gerald. Hei mereka hanya anak-anak, diusia mereka sekarang seharusnya mereka bermain bebas bersama teman-teman mereka bukan membicarakan hal berat seperti ini.

*****

Nyonya Andin belari memasuki rumah sambil berteriak memanggil Tuan Gerald dan Nyonya Hanna. Mendengar suara teriakan Andin, mereka segera belari menuju ruang tengah menemui Nyonya Andin.

"Andin ada apa? Apa yang terjadi padamu?" Nyonya Hanna terlihat cemas melihat keadaan adik iparnya yang berantakan, wajahnya terdapat luka memar.

"Kakak ipar? Maafkan aku. Aku mohon maafkan aku, Hiks? Itu?I-tu?" Nyonya Andin menyatukan kedua telapak tangannya, dia menangis memohon maaf sambil terus mengulangi perkataannya.

"Itu? Itu? Apa yang kau bicarakan? Bicaralah yang jelas Andin!?" Tuan Gerald yang kesal mendengar perkataan adiknya yang terbata-bata tanpa sadar membentak adiknya.

"Kakak? Seville?" Nyonya Andin semakin menangis histris mengingat keponakannya yang diculik.

"Ada apa dengan putriku?" Nyonya Hanna yang baru menyadari kalau sejak tadi dia tidak melihat keberadaan Seville dirumah mulai khawatir. "Dimana Seville? Bukankah dia bersamamu tadi?”

"Maafkan aku. Maafkan aku kakak ipar. Aku minta maaf tidak bisa menjaga Seville dengan baik. Orang-orang itu membawa Seville pergi. Aku tidak bisa menolong keponakanku. Hiks," Mendengar jawaban Nyonya Andin menAyahak tubuh Nyonya Hanna lemas. Tuan Gerald dengan sigap meraih tubuh istrinya sebelum terjatuh kelantai, "Kakak Ipar tolong maafkan aku. Aku salah karena tidak bisa menjaga putrimu.”

"BRENGSEK! BAJINGAN MANA YANG BERANI MENCULIKPUTRIKU?" Tuan Gerald meninju meja kaca hingga tangannya berdarah.

"Kak, aku melihat anak buah Jackson berada didalam mobil yang menculik  Seville. Kakak, aku yakin mereka adalah orang suruhan Jackson.”

"Suamiku bagaimana jika mereka menyakiti putri kita?" Tangis pilu seorang ibu yang sangat mencemaskan keselamatan putrinya mulai terdengar.

"Mereka tidak akan melakukannya. Jika terjadi sesuatu pada putri kita, aku sendiri yang akan melenyapkan mereka," Tuan Gerald mengepal tangannya menahan amarah. "Tenanglah! Aku akan membawa putri kita pulang.”

Nyonya Hanna menarik ujung pakaian suaminya, "Aku mohon biarkan aku ikut denganmu.”

"Tidak Hanna! Di sana berbahaya, kita tidak tahu apa yang direncanakan oleh Jackson. Sebaiknya kau tetap disini bersama Andin," Nyonya Hanna mengeleng kuat, dia bersikeras untuk ikut pergi. Tuan Gerald tidak menyerah menyakinkan istrinya bahwa dia dan putri mereka akan kembali dengan selamat.

"Aku janji akan membawa putri kita pulang dengan selamat. Percayalah padaku.”

*****

Sementara itu dikediaman keluarga Orlando. Tuan Edward mengeluarkan semua pakaian yang ada didalam koper dan memasukkan kembali pakaian tersebut kedalam lemari. Nyonya Angel merampas kembali pakaian yang ada ditangan suaminya dan melemparnya kelantai, matanya berkaca-kaca menahan liquid bening agar tidak jatuh membasahi wajahnya.

"Ada apa denganmu hah? Kenapa kau bersikap seperti ini?" Tuan Edward berteriak frustasi.

"Seharusnya aku yang bertanya padamu. Aku akan membawa anak-anak pergi dari sini, aku tidak akan menyerahkan putra-ku pada dragon dan membiarkannya menjadi seorang mafia sepertimu, Edward!" Nyonya Angel menatap sendu kearah suaminya. Dia tidak ingin bertengkar dengan suami nya tapi dia juga tidak bisa membiarkan dragon mengambil putranya. Ibu mana yang ingin anaknya menjadi penjahat.

"APA KAU PIKIR AKU MENGINGINKAN INI TERJADI HAH? AKU JUGA TIDAK INGIN PUTRA KU MENJADI SEORANG MAFIA SEPERTIKU!" Tuan Edward meninggikan suaranya membuat Nyonya Angel tersentak bahkan anak-anak yang berada didalam kamar mereka di lantai atas juga terkejut mendengarnya. Selama pernikahan mereka tidak pernah sekalipun Tuan Edward meninggaikan suaranya pada sang istri. Sekarang? Untuk pertama kalinya Tuan Edward membentak istrinya hanya karena dragon.

"Kalau begitu batalkan niatmu menjadikan aldric sebagai penerus dragon. Aku mohon bebaskan Al dari dragon. Jangan biarkan dragon memiliki putra kita, Edward," Nyonya Angel berlutut dihadapan suaminya, tangisnya mulai pecah saat memohon pada suaminya untuk tidak membawa Aldric pergi. "Aku mohon suamiku, jangan jadikan Al sepertimu.”

Hati Tuan Edward seperti diremas paksa melihat wanita yang dicintai berlutut dan memohon padanya seperti ini. Tuan Edward membantu istrinya berdiri, jemari tangannya menghapus butiran liquid bening yang membasahi paras cantik istrinya.

"Maafkan aku Angel? Aku tidak bisa memenuhi keinginanmu. Aku tidak bisa melakukannya, membiarkan Alan memilih jalan hidupnya sendiri sudah merupakan kesalahan besar bagi-?”

"BAGI DRAGON?" Nyonya Angel memotong ucapan suaminya sebelum Tuan Edward sempat menyelesaikan kalimatnya. "Apa yang ada didalam pikiranmu hanya dragon? Aldric adalah putramu. Cukup! Aku tidak kuat lagi menghadapi ini semua. Kau harus memilih, aku dan anak-anak atau dragon?”

"Aku tidak bisa. Tolong jangan paksa aku untuk memilih. Aku sangat mencintai kalian tapi aku tidak bisa melepaskan dragon begitu saja. Maafkan aku! A-ku?" Tuan Edward menatap sendu wajah istrinya, dia tidak ingin menyakiti istrinya tapi dia juga tidak bisa menghianati dragon yang sudh memberikan kehidupan padanya. "Sungguh aku tidak bisa memilih antara kalian dan dragon. Aku mohon Angel mengertilah, aku tidak bisa menghianati dragon."

Nyonya Angel mengelengkan kepalanya, dia tidak percaya suaminya lebih memperdulikan dragon dari pada keluarganya sendiri.

"Apa kau ingin kedua putra-mu saling membunuh hah?" Nyonya Angel memukul kuat Ayaha Tuan Edward, melampiaskan semua kekecewaannya. "Di mana akal sehatmu Edward? Kenapa kau sekejam ini pada anak-anakku? Putra ku Alan ingin menjadi seorang polisi sedangkan Aldric? Kau jadikan seorang penjahat sepertimu. Tidak menutup kemungkinan suatu saat nanti kedua putra ku saling membunuh. Itukah yang kau inginkan, brengsek?" Nyonya Angel berteriak histris mengeluarkan semua amarah yang dia tahan selama ini, air matanya tumpah begitu saja mengingat nasib kedua putranya nanti.

Sebagai seorang ibu, dia hanya ingin kedua putranya hidup dengan baik tanpa harus terlibat kedalam bahaya. Tiba-tiba saja terdengar suara mesin mobil berhenti tepat didepan rumah mereka, beberapa pria mengenakan penutup wajah lengkap dengan senjata menerobos masuk kedalam rumah Tuan Edward. Mendengar langkah kaki mendekati kamar mereka, Tuan Edward mengambil pistol yang dia sembuyikan dilaci nakas. Tuan Edward mengenggam erat tangan istrinya membawa Nyonya Angel keluar dari kamar, Melihat salah-satu dari penyusup tersebut mengarahkan pistol kearah Nyonya Angel, Tuan Edward langsung memeluk Nyonya Angel sehingga peluru mengenai bahu kanannya.

Tuan Edward menahan rasa sakitnya kemudian membalas tembakan penyusup itu hingga tewas. Mendengar suara tembakan, anak-anak langsung belari keluar dari kamar mereka masing-masing. Mereka berteriak histris melihat kedua orang tua mereka tergeletak dilantai berlumuran darah. Salah-satu penyusup itu memukul Alan dan membawa Aldric serta Livia pergi. Dalam keadaan penuh luka Alan berusaha bangkit dan mengejar mobil yang membawa kedua saudaranya pergi. Alan menangis histris karena tidak bisa mengejar mobil yang membawa kedua saudaranya pergi, Alan kembali kerumahnya. Tangisannya semakin kencang saat dia melihat kondisi Nyonya Angel sudah tidak bernafas lagi.

"Ibu?" Alan memeluk erat tubuh dingin sang ibu, darah yang keluar dari tubuh ibunya mengotori pakaian Alan. "Ibu buka matamu. Berhentilah bercanda! Ini sama sekali tidak lucu. Kenapa diam saja eoh? Aku mohon jangan tinggalkan aku, aku takut sendirian. Orang-orang jahat itu membawa Kakak Al dan Livia pergi.”

"A-lan?" Dengan sisa tenaga yang dimilikinya, Tuan Edward menyeret tubuhnya mendekat kearah putranya, air matanya mengalir deras menatap tubuh istrinya. Sebuah perasaan bersalah tiba-tiba muncul mengerogotinya, ini semua kesalahannya. Dia yang telah membuat keluarganya dalam bahaya. "A-lan putra-ku, kau mau mendengarkan ayah-kan? Ayah tahu ini berat untukmu tapi Ayah mohon, jalani hidup sesuai keinginanmu. Ja-ngan pernah menjalani hidup seperti Ayah-mu ini, Nak. Kau harus berjanji satu hal pada Ayah dan Ibu eoh? Apapun yang terjadi jangan pernah kembali ke dragon. Kau harus bisa me-wujudkan impianmu. Berjanjilah kau akan menjadi seorang polisi sesuai keinginanmu dengan begitu kematian Ibu-mu tidak sia-sia.”

"Ayah? Aku akan mendengarkanmu. Aku tidak akan melawan perkataanmu lagi, Ayah. A-ku tidak masalah jika harus kembali kedragon, tapi aku mohon jangan tinggalkan aku. Aku takut hidup sendirian."

Alan menghapus air matanya, Alan melepaskan baju yang dia kenakan kemudian meletakan kepala Nyonya Angel pada baju yang sudah dia gulung, "Ayah harus menemukan Kakak dan Livia. Mereka pasti menunggu Ayah datang. Ayo ayah bangunlah. Kita harus segera mencari mereka." Alan mengenggam tangan Tuan Edward, memaksa sang Ayah untuk berdiri.

"Alan, Ayah minta maaf harus meninggalkanmu sendirian. Dengar nak lupakan kejadian hari ini, jangan pernah berpikir apa lagi memiliki niat untuk membalas dendam atas kematian Ibumu," Tuan Edward memperarat genggaman tangannya pada Alan, cairan berwarna merah pekat mengalir keluar dari mulutnya ketika dia terbatuk. ”Berjanjilah kau akan menjadi seorang polisi, menjauhlah dari dragon, kau harus menemui kedua saudaramu. Ayah mohon bawa kembali kakak dan adikmu. Ma-afkan Ay-ah?!”

"Ayah, aku tidak bisa melakukan semua itu sendirian. Aku mohon bertahanlah.” Jemari tangan Alan sibuk menhapus darah yang keluar dari mulut Tuan Edward.

"Alan setelah Ayah pergi, hubungi kakekmu dan tinggallah bersama mereka." Alan menggeleng keras kepalanya. Tuan Edward membelai wajah putranya sebelum akhirnya jiwanya meninggalkan raga.

"Tidak! Ayah, aku mohon buka matamu. Bagaimana aku bisa membawa kedua saudaraku sendirian tanpa bantuanmu. Ayah? Ibu? Kenapa? Kenapa kalian sekejam ini padaku? Kenapa kalian begitu tega meninggalkan aku? Kenapa?”

Alan menatap kosong meratapi kematian naas kedua orang tuanya. Meski tanpa suara, Alan terus menangisi kepergian kedua orang tuanya. Kemarin mereka masih tertawa bersama tapi hari ini? Hanya dalam satu hari semesta merebut semua keluarganya, memperlakukan anak sekecil ini begitu kejam.  Alan menghapus air matanya, dia menarik tungkainya memasuki kamar kedua orang tuanya. Tidak lama kemudian Alan keluar dengan membawa selimut dan menutupi tubuh kedua orang tuanya dengan selimut yang dia bawa. Setelah itu Alan menghubungi kakeknya seperti keinginan sang Ayah, saat Alan hendak menutup telfonnya terdengar suara mobil berhenti didepan rumahnya.

Seorang pria paruh baya yang tidak lain adalah Ayah dari Tuan Edward melangkah masuk menemui Alan, betapa syoknya Tuan Wiliam saat melihat tubuh putra dan menantunya terbaring kaku dilantai yang dingin.

Tuan Wiliam  memeluk tubuh kecil Alan, ”Ka-kek? Mereka tidak hanya membunuh orang tuaku tapi juga membawa saudaraku pergi.”

Mendengar perkataan Alan, Tuan Wiliam memberi isyarat pada anak buahnya untuk mencari keberadaan kedua cucunya, "Alan maafkan kakek, kakek terlambat menemuimu. Kalau saja kakek datang lebih cepat, orang tuamu?”

"Tidak kakek, jangan minta maaf. Ini bukan salah kakek. Jika kakek merasa bersalah pada Ayah dan Ibu, tebus saja rasa bersalah itu dengan menemukan Kakak dan adikku.”

"Orang suruhan kakek sedang mencari mereka, jangan khawatir. Aldric dan Livia akan kembali padamu." Tuan Wiliam memukul pelan punggung Alan, hati orang tua mana yang tidak hancur melihat putra dan menantunya meninggal dengan cara tragis seperti ini? Ditambah lagi melihat keadaan cucunya terguncang.

Alan kembali menatap kosong kearah tubuh orang tuanya yangterbaring kaku, ini terlalu kejam untuk anak kecil sepertinya. Bagaimana dia bisa menjalani hidup tanpa keluarganya? Bagaimana dia bisa bertahan tanpa mengingat peristiwa naas ini? Tuan Wiliam ingin membawa Alan pergi bersamanya namun Alan dengan tegas menolak niat baik kakek dari pihak ayahnya. Dia tetap ingin menunggu kedatangan Tuan Betrand, dia hanya ingin memenuhi keinginan sang ayah yang ingin dia tinggal bersama dengan kakek dari pihak Nyonya Angel, Ibunya.

 "Aku sudah berjanji pada Ayah akan tinggal bersama Kakek Ben. Kekek pergi saja, aku akan tetap disini menunggu Kakek Ben datang.”

"Kakek akan tetap disini menemanimu.” Tuan Wiliam mengusap lembut surai hitam Alan. Jujur saja dia kecewa dengan keputusan Alan yang ingin tinggal bersama Tuan Betrand dari pada dia.

To Be Continued ....

Catatan : Cerita ini hanya fiksi, nama karakter, negara dan

kota yang ada disini hanyalah fiktif.

Chapter 02 : Hukuman Bagi Seorang Penghianat"

"Dimana putriku, Bajingan?" Tuan Gerald mengcengkram kera baju Tuan Jackson. Sorot mata Tuan Gerald begitu menusuk namun tidak membuat Tuan Jackson takut.

"Tsk. Kau memang ayah yang baik, Gerald. Hanya dalam waktu sesingkat ini kau bisa menemukan keberadaan putri mu," Tuan Jackson menyeringgai melepaskan cengkraman Tuan Gerald. "Hei tidak perlu cemas. Putri mu baik-baik saja bersama anak buahku, itupun jika kau mau bekerja sama denganku."

Tuan Gerald berkacak pinggang, berbagai macam umpatan keluar dari mulutnya, "Kau? Katakan apa yang kau inginkan?!"

"Sebuah pertanyaan yang bagus, Teman. Ini yang aku suka darimu," Salah-satu anak buah Jackson mendekat dan memberikan sebuah dokumen pada Tuan Gerald. "Ini bukan permintaan yang sulit. Aku hanya ingin kau menyerahkan dragon padaku!"

Tuan Gerald menyeringgai, lalu menjatuhkan dokumen tersebut kedalam api yang berada tidak jauh darinya, "Cih. Jangan pernah bermimpi, bajingan. Sampai kapanpun aku tidak akan pernah menyerahkan dragon pada sampah sepertimu."

Tuan Gerald mengeluarkan pistol yang sudah dia sembuyikan dari balik baju dan melepaskan tembakan kearah Tuan Jackson. Mendengar suara tembakan pengikut Tuan Gerald yang berjaga di luar menerobos masuk untuk membantu ketua mereka. Kelompok mafia yang sama-sama berasal dari dragon kini saling menyerang dan menyakiti demi memperebutkan kekuasaan di dragon. Baku tembak tidak dapat dihindari lagi oleh kedua pihak, baik Tuan Gerald maupun Tuan Jackson keduanya sama- sama terluka.

Melihat Tuan Jackson terluka parah, salah-satu anak buahnya segera membantu Tuan Jackson dan membawa beliau keluar dari tempat itu. Sebelum meninggalkan tempat itu Tuan Jackson memerintahkan anak buahnya membakar gudang sebelah bangunan. Api berkobar disekitar tempat itu, seorang anak prempuan berteriak ketakutan melihat api yang semakin membesar. Hart's yang melihat adiknya berada didalam gudang tersebut langsung berteriak memanggil Tuan Gerald.

"AYAH? AYAH, SEVILLE ADA DIDALAM SANA!!" Tuan Gerald yang mendengar teriakan putranya langsung belari menuju tempat Hart's.

Tuan Gerald mendobrak paksa pintu gudang tersebut, nalurinya sebagai seorang ayah membuatnya bertekad untuk menyelamatkan putrinya tanpa memperdulikan api yang semakin membesar. Tanpa memperdulikan tubuhnya yang terluka parah Tuan Gerald menerobos masuk kedalam kobaran api. Tuan Gerald menyusuri semua tempat untuk menemukan keberadaan putrinya.

Begitu menemukan putrinya Tuan Gerald langsung mengendongnya dan membawanya keluar dari tempat berbahaya itu. Reruntuhan kayu hampir saja menimpa ayah dan anak itu kalau saja Tuan Gerald tidak memiliki reflek cepat. Melihat perjuangan sang ayah membuat Hart's membenarkan perkataan Tuan Gerald dan bertekad untuk lebih kuat agar bisa menjaga dan melindungi kedua adiknya.

*****

Tuan Gerald menepati janjinya pada Nyonya Hanna membawa putri mereka pulang dalam keadaan selamat, Nyonya Hanna segera mengobati luka tembak dilengan suaminya. Air mata Nyonya Hanna seketika mengalir deras tak kala dia melihat luka bakar dibahu suaminya. Luka bakar yang Tuan Gerald dapatkan saat ia menyelematkan putrinya.

"Terima kasih sudah menepati janjimu."

"Hanna, aku akan mengasingkan kedua putri kita keluar negeri." Tuan Gerald mengenggam tangan istrinya.

"A-pa? Lelucon apa lagi ini, Gerland?" Nyonya Hanna terkejut mendengar ucapan Tuan Gerald yang tiba-tiba ingin mengirim kedua putri mereka keluar negeri. "Kau ingin membuang putrimu sendiri? Begitu?"

"Hanna disini terlalu berbahaya untuk mereka. Banyak musuh yang mengincar nyawa mereka hanya untuk menghancurkan ku, menghancurkan dragon. Aku tidak mau apa yang dialami Seville hari ini juga menimpa Elektra dikemudian hari," Tuan Gerald mencoba menyakinkan Nyonya Hanna mengenai keputusan yang dia buat.

"Hanna, aku tidak akan bisa memaafkan diriku sendiri jika terjadi sesuatu pada anak-anak kita. Dengarkan aku Hanna, Hari ini aku bisa menyelamatkan Sevile tapi dihari selanjutnya? Aku tidak tahu apakah aku mampu menyelamatkan putri ku lagi. Hanna mengertilah ini bukan tempat yang aman untuk mereka." tutur Tuan Gerald

"Aku tidak ingin kehilangan mereka." lirih Nyonya Hanna.

"Kau tidak akan kehilangan mereka jika kau setuju untuk ini. Percayalah padaku ini demi kebaikan mereka. Aku juga sama sepertimu, aku tidak ingin hidup berjauhan dari kedua putriku tapi aku harus melakukannya demi melindungi mereka.”

Nyonya Hanna mengenggam ujung pakaiannya mencoba untuk tetap kuat menerima keputusan suaminya, "Baiklah, jika ini bisa membuat mereka tetap aman maka lakukanlah. Aku tidak sanggup berpisah dari mereka tapi aku tidak dapat hidup jika sampai sesuatu yang buruk menimpa mereka.”

Tuan Gerald menarik tubuh Nyonya Hanna kedalam pelukkannya. Membiarkan sang istri menangis, meluapkan kesedihannya, "Mereka akan baik-baik saja. Ini hanya untuk sementara waktu sampai mereka dewasa dan bisa menerima semua ini. Kau harus kuat demi anak-anak juga aku.”

"Suami ku. Berjanjilah kau akan menjaga mereka dengan baik."

"Ya. Orang kepercayaanku yang akan menjaga mereka

selama disana. Aku akan berkunjung untuk melihat mereka. Maafkan aku Hanna. Aku harus melakukan ini karena aku tidak ingin kehilangan kedua putriku. Aku harap kau mengerti.”

Ini adalah awal dari kisah mereka. Kisah seorang anak yang membuang rasa empatinya demi menjadi kuat agar bisa melindungi keluarganya. Ini adalah kisah seorang anak dan saudara yang hidup dengan kebohongan.

Ini adalah kisa seorang anak yang berusaha mencari keberadaan kedua suadaranya dan ini adalah kisa sahabat yang rela mempertaruhkan nyawa demi menepati janji yang dia buat dan Ini hanyalah sebuah kisah sederhana mengenai kepercayaan antara keluarga dan sahabat. Akankah kisah ini berakhir dengan bahagia atau justru sebaliknya? Entahlah tidak ada yang tahu pasti akhir kisah seseorang selain sang pencipta.

...🍁🍁🍁🍁🍁...

Berapa tahun kemudian ...???

Tiga pria tampan turun dari mobil mewah mereka masing-masing, dengan angkuhnya ketiga pria itu berjalan santai memasuki loby hotel. Untuk menghindari kecurigaan orang-orang yang berada dihotel, Mereka bertiga pergi kearah yang berlawanan dan dengan santainya mereka masuk kedalam lift menuju lantai tujuh, ketiga pria tersebut sampai dilantai tujuh dalam waktu bersamaan melalui lift yang berbeda.

Mereka menyusuri koridor mencari kamar dimana Zack berada, begitu menemukan kamar yang dicari mereka langsung menerobos masuk kedalam kamar tersebut. Salah-satu dari pria itu berdecak kesal saat indera penciumannya menangkap aroma menusuk. Bau rokok, alkohol lengkap dengan cairan sisa percintaan berbeda jenis kelamin membuat pria itu mual.

Zack langsung berhenti bersenang-senang saat melihat kedatangan ketiga pria itu. Zack mendorong wanita yang berada diatas tubuhnya dengan kasar. Zack mengambil celana bokser yang berserakan dilantai dan memakainya kembali. Zack meminta wanita itu keluar, karena takut wanita itu langsung mengambil pakaiannya dan bergegas keluar.

"Ternyata kalian? Seingatku ketua tidak pernah memberitahuku kalau kalian akan berkunjung kemari menemuiku.”

"Itu tidak penting. Kami kemari atas perintah langsung dari ketua, jika kau keberatan dengan hal ini kau bisa bicarakan pada ketua!" Pria yang mengenakan jaket kulit itu menarik tungkainya, berjalan melewati Zack menuju jendela, manik coklat miliknya sibuk mengamati situasi dibawah sana melalui jendela kamar tersebut.

"Untuk apa ketua mengirim kalian kemari?" Zack menghisap rokoknya kemudian menghembuskan asap rokok tersebut keudara.

"Mengambil nyawamu!" Hart's menjawab pertanyaan Zack dengan sorotan mata penuh kebencian, sejenak Zack terdiam mendengar ucapan Hart's namun tidak lama kemudian Zack menertawakan jawaban Hart's.

"Haha. Mengambil nyawaku? Jangan bercanda? Atas dasar apa ketua ingin melenyapkanku?”

"Sebuah penghianatan.” Hart's langsung mengambil botol bir yang ada diatas meja dan melemparkannya kearah Zack, beruntung Zack bisa menghindari serangan mendadak dari Hart's. Melihat bos mereka diserang, anak buah Zack ikut melayangkan pukulan kearah Hart's.

Fernando yang melihat hal tersebut langsung melompat menerjang anak buah Zack. Terjadi perkelahian diantara pengikut dragon, inilah dunia yang mereka jalani penuh ambisi, dendam dan berbagai jenis kebencian yang membuat mereka tanpa ragu saling membunuh. Tidak ada satupun diantara mereka yang mau menghentikan perkelahian itu. Tidak! Sampai salah satu dari mereka tewas dan menjadi pemenangnya.

Setelah menghabisi Zack dan anak buahnya, Hart's langsung menghubungi seseorang melalui ponselnya. Orang-orang suruhan mereka yang sejak tadi berjaga di sekitar hotel segera masuk begitu mendapat perintah dari Hart's. Lima pria masuk kedalam kamar dimana Hart's dan teman-temannya berada, kelima pria itu adalah orang kepercayaan Hart's yang sedang melakukan penyamaran.

Pria yang menyamar sebagai cleaning service memasukan tubuh anak buah Zack kedalam kotak yang telah dia persiapkan, sedangkan pria yang menyamar sebagai seorang pekerja kantoran memasukkan tubuh Zack kedalam koper. Sementara tiga pria lainnya membersihkan tempat itu, menghilangkan bercak darah dan barang bukti.

Setelah memastikan orang-orangnya bekerja dengan baik, Hart's dan kedua sahabatnya bergegas meninggalkan tempat itu. Lagi-lagi mereka mengambil jalan berbeda keluar dari hotel tersebut, mereka segera meninggalkan hotel tersebut dengan mengendarai mobil mereka masing-masing. Dipersimpangan jalan raya  Hart's dan kedua temannya berpisah, Hart's mengambil jalur lurus sedangkan kedua temannya memilih jalur lain, dimana Danil's mengambil jalur kanan sedangkan Fernando memilih jalur kiri.

🍂 🍂 🍂

"Bagus. Kalian memang hebat, tidak sia-sia aku melatih Kalian selama ini."Tuan Gerald menyambut kedatangan mereka diruang kerjanya.

"Ketua terlalu berlebihan memuji kami. Kami hanya melakukan tugas kami saja. Benarkan Hart's?" ujar salah satu sahabat baik Hart's, dia adalah Fernando pemilik seribu pesona yang dapat memikat belasan wanita cantik dengan mudah. Jika pria diluar sana harus mengeluarkan uang banyak untuk tidur dengan wanita, namun tidak dengan Fernando. Cukup mengedipkan mata para ****** akan langsung menyerahkan diri mereka dengan mudah.

"Tsk. Dasar mata keranjang, pintar sekali menjilat dihadapan ketua pada hal dia tidak melakukan apapun," umpat Inner Danil's, netranya tidak lepas dari Fernando yang asyik menikmati segelas wine mahal diatas sofa. "Selain bergulat di tempat tidur bersama wanita, keahliannya yang lain adalah menjadi penjilat.”

"Ya. Kau benar Fernando. Hukuman yang pantas bagi seorang penghianat adalah kematian. Tidak ada tempat bagi penghianat didunia ini." Hart's menggenggam erat gelas yang ada ditangannya dengan kuat hingga pecah. Melihat telapak tangan Hart's berdarah membuat Fernando bergidik ngeri.

"Sayang sekali Aldric  dan Alan tidak ada bersama kita," kata Fernando membuat raut wajah kedua sahabatnya menjadi suram seketika termasuk dirinya.

Tolong siapapun ingatkan Danil's untuk menahan amarahnya agar dia tidak lepas kendali dan memukul kepala Fernando. Danil's geram melihat kebodohan Fernando yang tidak bisa membaca situasi. Situasi seperti ini sempat-sempatnya dia membicarakan sahabat mereka yang menghilang tanpa kabar.

"Hei ada apa dengan wajah Kalian berdua? Mereka berdua akan segera kembali, mereka tidak bisa meninggalkan tanggung jawab mereka pada dragon begitu saja. Kalian lupa eoh? Disinilah tempat mereka berada." Danil's mencoba mencairkan suasana, kalau saja Tuan Gerald tidak ada disana mungkin saat ini Danil's sudah memukul Fernando. Jujur saja selain wajahnya yang tampan, Fernando tidak memiliki kelebihan apapun selain mulutnya tanpa filter.

"Sebaiknya Kalian bersiap-siap, seminggu lagi dragon akan kedatangan anggota baru!" Perkataan Tuan Gerald berhasil menarik perhatian ketiga pria itu, mereka bertiga saling bertanya melalui mata mereka.

"Siapa orang itu ketua?" Danil's memberanikan diri bertanya.

"Seseorang yang sangat berarti bagi dragon juga Kalian."Tuan Gerald tersenyum tipis melihat wajah penasaran ketiga pemuda itu.

"Seseorang yang sangat berarti bagi dragon juga kami?" ujar ketiga penerus dragon serentak, mereka bertiga larut dalam pikiran mereka mencari tahu orang yang dimaksud oleh Tuan Gerald.

"Kalian akan mengenalinya saat melihatnya nanti. Tidak perlu khawatir, orang ini sama hebatnya seperti Kalian. Aku menghabiskan separuh waktuku untuk menyelidikinya dan aku yakin Kalian akan senang bertemu dengannya. Sebaiknya Kalian kembali bekerja, selesaikan tugas Kalian.”

"Baiklah. Kami permisi dulu, Ketua.” Fernando dan kedua sahabatnya menundukkan kepala mereka seraya memberi hormat pada Tuan Gerald.

Mereka meninggalkan ruangan Tuan Gerald, berjalan gontai

menyusuri koridor menuju ruangan mereka. Semua karyawan yang berpapasan dengan mereka langsung membungkukkan badan mereka seraya memberi hormat, meskipun dragon adalah sarang mafia namun tidak semua karyawan yang bekerja disini juga seorang mafia. Para penerus dragon terdahulu menjadikan dragon sebagai perusahaan properti untuk menutupi pekerjaan kotor mereka.

...🍁🍁🍁🍁🍁...

Saat melintasi kamar kedua putri kecilnya Hart's tidak sengaja melihat pintu kamar Seville yang berada disamping kamarnya sedikit terbuka. Hart's melangkahkan kakinya memasuki salah satu kamar adiknya, menghampiri sosok wanita paruh baya yang duduk diatas tempat tidur Seville sambil memeluk foto kedua putri kecilnya. Nyonya Hanna segera menghapus air matanya ketika melihat kedatangan putranya.

"Ibu, merindukan mereka?" Hart's mendudukkan bokongnya disamping Nyonya Hanna.

"Ya, sama sepertimu yang merindukan kedua putri kecilmu. Sepuluh tahun? Sudah sepuluh tahun Ibu tidak bertemu mereka. Selama ini Bu hanya bisa melihat mereka melalui layar ponsel. Bagaimana keadaan mereka selama ini? Ibu tidak tahu sama sekali. Sekarang mereka sudah tumbuh menjadi wanita dewasa yang pintar juga cantik.”

"Tapi bagiku mereka tetaplah gadis kecil yang harus aku lindungi," senyum Hart's sambil merangkul pundak Nyonya Hanna. "Mmmh. Aku penasaran, apa mereka masih sama seperti dulu? Apa Seville masih sama seperti sepuluh tahun yang lalu begitu manja dan cengeng? Apa Elektra masih sama keras kepala dan sulit diatur?"

"Mereka tetaplah putri kecilmu, adik-adikmu Hart's.”

"Ya. Putri kecil manja dan keras kepala,” ucap Hart's pelan namun masih tertangkap oleh rungu Nyonya Hanna.

"Sudah malam. Ibu harus segera istirahat, kau juga harus istirahat dan jangan tidur larut. Ibu tidak ingin kau sampai sakit." Nyonya Hanna mencium kening putranya. "Selamat malam.”

Sepeninggalan Nyonya Hanna, Hart's tidak beranjak dari tempatnya. Hart's memperhatikan sekeliling kamar Seville, kamar yang masih sama seperti dulu. Setelah puas berada dikamar Seville, Hart's kemudian pergi kekamar Elektra yang berada tepat didepan kamar Seville. Hart's tersenyum kecil memperhatikan keadaan kamar adiknya, kamar yang telah lama kosong tanpa penghuni.

To Be Continued ....

Chapter 03 : Mereka Kembali

Danil's dan Hart's nampak begitu gelisah menunggu kedatangan Fernando, Hart's sibuk memainkan pulpennya, kedua bola matanya terus memperhatikan arloji yang ada ditangannya. Mereka berdua sangat mencemaskan keadaan Fernando.

Fernando sering membuat honar dengan kelompok mafia lain sehingga membuat mereka berdua selalu kewalahan membersihkan kekacauan yang ditimbulkan oleh Fernando. Mereka berdua sangat mencemaskan Fernando terlebih lagi disaat seperti ini, saat Fernando tidak bisa dihubungi.

"Sudah jam sepuluh, tapi Fernando masih belum juga datang? Ponselnya juga tidak aktif sampai sekarang." Hart's terus berusaha menghubungi Fernando, raut wajahnya mulai kesal kerena Fernando tidak kunjung menjawab panggilannya.

"Hart's tenanglah, Fernando pasti baik-baik saja diluar sana. Mungkin saja saat ini Fernando sedang terjebak macet atau mungkin dia sedang bersenang-senang dengan kekasih barunya ditempat tidur.” Danil's mencoba menenangkan Hart's tanpa mengalihkan tatapannya sedikitpun dari dokumen yang dibacanya.

Fernando belari disepanjang koridor dragon manabrak siapapun yang menghalangi jalannya. Seperti biasanya tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu Fernando menerobos masuk keadalam ruangan membuat kedua sahabatnya terkejut sekaligus berdecak kesal melihat kelakuannya yang tidak pernah berubah sama sekali.

"Sory, aku terlambat?" Fernando mengatur nafasnya yang naik turun tidak beraturan.

"Shitt!  Tidak bisakah kau mengetuk pintu terlebih dulu sebelum masuk keruangan?" gerutuh Danil's yang sangat membenci kebiasaan buruk Fernando ini.

"Oii mana sempat aku malakukannya disaat darurat seperti ini," gerutuh Fernando yang tidak kalah kesalnya. "Hey. Apa Kalian tahu kalau dragon akan kedatangan anggota baru hari ini?"

"Bukankah ketua sudah memberitahu kita soal itu?" Hart's berhenti sejenak memperhatikan kedua sahabatnya satu persatu. "A-pa Hari ini? Bukankah seharusnya tiga hari lagi?"

"Huh. Itu yang membuatku heran sampai sekarang," Fernando memainkan bibirnya dengan jemari tanganya sambil memperhatikan ekspresi heran dari raut wajah kedua sahabat baiknya itu. "Ketua mempercepat kedatangannya dari waktu yang telah ditentukan.”

Telfon dimeja kerja Danil's berdering, Danil's segera menerima telfon itu dan tidak lama kemudian menutupnya.

"Dari siapa?" tanya Hart's sedikit was-was.

"Ketua! Kita harus segera keruang pertemuan sekarang juga." jawab Danil's

"Sebenarnya ada apa ini? Kenapa semuanya serba mendadak seperti ini?” Oceh Fernando yang kesal tidak diperhatikan oleh kedua sahabatnya.

"Seseorang yang berarti untuk kita juga dragon? Danil's, Fernando apa yang paling berarti bagi Kalian juga dragon?” Tiba-tiba saja Hart's melemparkan pertanyaan pada kedua sahabatnya.

"Seseorang yang berarti untukku? Hmm apa ya?" Alis Fernando saling beraut menandakan kalau pria itu sedang berpikir keras. Hart's dengan sabar menunggu jawaban Fernando. "Hah? Tentu saja Wanita cantik dan seksi. Argh! Sakit sialan!" Fernando meringgis saat Danil's memukul kepalanya dengan brutal.

Danil's berkacak pinggang sambil menekan dahi Fernando dengan jari tangannya, "Apa diotakmu ini hanya ada wanita murahan itu hah?”

Mereka segera menuju keruang pertemuan, mereka saling menatap heran ketika melihat semua orang yang berpengaruh didragon berkumpul disana. Mereka segera menuju kursi mereka masing-masing.

"Ada apa ini? Kenapa semua orang penting didragon berkumpul disini? Hei Hart's? Bukankah Kau putranya, apa kau tidak mengetahui sesuatu dari ini semua?" Fernando berbisik pelan pada Hart's yang berada tepat disampingnya. Hart's memutar matanya malas.

"Aku memang putranya, tapi itu bukan berarti aku harus mengetahui semua yang dia rencanakan. Kalau kau begitu penasaran kau bisa tanyakan langsung padanya." Hart's menendang tulang kering Fernando, membuat  Fernando berteriak histris. Semua orang menatap tajam kearah Fernando.

"Kalian berdua sebaiknya diam dan dengarkan saja apa yang ketua sampaikan!" Danil's memijat dahi nya yang tidak terasa sakit. Danil's selalu berpikir mengenai dosa yang dilakukan oleh orang tuanya dimasa lalu sampai dia harus memiliki saudara tidak sedarah seperti kedua pria itu.

"Yak! Jika kau ingin marah maka marahlah padanya?" Fernando menunjuk Hart's dengan jari telunjuknya. Dia tidak bisa terima Danil's memarahinya. "Aku hanya bertanya dan dia? Shiit kakiku, argh!!" Protes Fernando menahan sakit di hadapan semua orang, sebagai salah satu penerus dragon dia tidak ingin terlihat lemah.

Mereka semua langsung berdiri memberi hormat saat Tuan Gerald masuk kedalam ruang pertemuan. Tuan Gerald memberi isyarat melalui tangannya meminta para pengikutnya untuk kembali duduk kekursi mereka masing-masing.

"Hari ini? Hari ini dragon sudah memilih seseorang untuk bergabung bersama dragon seperti kalian. Setelah melalui berbagai tahapan, dragon berhasil menemukan satu orang yang pantas bergubung bersama dragon. Dulu dia adalah bagaian dari dragon sama seperti kalian, sepuluh tahun yang lalu dia memutuskan pergi melepaskan tugas dan kewajibannya pada dragon. Sekarang dia telah kembali." Tuan Gerald menatap semua para pengikutnya tanpa terkecuali.

Tuan Gerald tersenyum tipis menatap kearah Hart's, Danil's dan Fernando. "Alan Orlando masuklah!”

Mendengar nama Alan disebut, ketiga penerus drgaon terkejut dan spontan berdiri dari kursi mereka masing-masing. Seseorang membuka pintu ruangan dan berjalan menuju kearah Tuan Gerald.

"Melihat ekpresi kalian sepertinya masih banyak yang belum mengenalnya. Pria ini adalah Alan Orlando, Putra Edward Orlando dan salah satu pewaris dragon. Mulai hari ini Alan akan bergabung bersama kalian. Semua yang menyangkut dragon akan diserahkan padanya terutama daerah distrik Centra dan Golden Sky.”

"Apa? Tsk. Bagaimana bisa ketua memberikan tanggung jawab sebesar itu pada bocah itu!" Tuan Imanuel berdiri memukul meja membuat semua orang mengalihkan perhatian kearahnya. "Tidak bisa seperti ini ketua. Dia bahkan tidak tahu apa-apa mengenai dragon lalu bagaimana bisa ketua memberikan tanggung jawab sebesar itu padanya? Centra dan Golden Sky adalah dua distrik terbesar penghasilan dragon. Butuh waktu bertahun-tahun untuk bisa mengambil tanggung jawab tempat itu.”

"Sepertinya tua bangkah itu tidak menyukai Alan?" Fernando berbisik pada kedua sahabatnya. Hart's memilih abai, dia terlalu malas menanggapi ocehan Fernando. Sedangkan Danil's? Pria itu lebih memilih memantau keadaan.

"Kalau begitu sama saja paman meragukan pilihan ketua Lagi pula Alan adalah bagaian dari dragon bahkan sebelum paman bergabung. Kami dibesarkan dan melewati pelatihan yang sama ketika kecil. Apa menurut Paman kami juga tidak layak eoh?" Fernando dan Hart's menyeringgai mendengar perkataan Danil's.  Danil's selalu bisa diandalkan dalam situasi seperti ini tidak heran dia menjadi brain dragon sekaligus kesayangan Tuan Gerald.

"Itu dulu. Bagaimana jika dia adalah seorang mata-mata? Dia sudah menghilang selama sepuluh tahun, tidak ada jaminan bahwa dia akan setiap pada dragon." Semua orang mulai saling berbisik membenarkan perkataan Tuan Imanuel, membuat geram ketiga penerus dragon.

"Jaga lidahmu paman?" Hart's memberikan penekanan pada setiap kata-katanya. Suaranya tidak meninggi namun terdengar dalam dan tegas.

"Bravo! Paman, kau bicara seperti itu karena paman takut Alan akan mengeserkan posisi putra mu yang tidak berguna itu bukan eoh?" Fernando menyindir Tuan Imanuel, siapapun yang melihat raut wajah Fernando akan langsung naik darah karena emosi. Bisa-bisanya Fernando mengeluarkan kata-kata kasar dengan wajah polos tanpa dosa seperti itu.

"BOCAH TENGIK JAGA BICARAMU!?” Fernando mengaruk telinga dengan jari tangannya. Dia sama sekali tidak merasa takut dengan amarah Tuan imanuel. Fernando tertawa kecil, bentakan Tuan Imanuel seperti mengelitik telinganya.

"Aeish. Paman tidak perlu berteriak sekencang itu. Cih. Asal Paman tahu saja ya, telingaku masih berfungsi dengan baik." Fernando memanyunkan bibirnya, menujukkan wajah innocent-nya. Semua orang yang berada diruangan itu menutup mulut mereka menahan tawa. "Kita semua tahu betapa tidak bergunanya putramu, Paman. Lagipula ketua memilihnya bukan karena Alan adalah penerus dragon tapi karena Alan berhasil melalui semua ujian yang ketua berikan."

"Apa yang dikatakan Fernando benar. Kau meragukan Alan karena dia lebih muda darimu? Bukankah ketua juga sama? usia ketua jauh dibawahmu tapi posisi ketua lebih tinggi dari mu, Paman. Kau harus mengubah pola pikirmu itu. Cih bukan usia yang menentukan tingkat keberhasilan seseorang malaikan kecerdasan dan kemampuannya." Meski tidak terlihat oleh mata, percayalah Tuan Gerald menarik ujung bibirnya tersenyum kecil mendengar perkataan Hart's.

"Usia kami sama seperti Alan dan berada jauh dibawah paman, tapi lihat pencapaian yang berhasil kami raih selama ini? Diusia kami sekarang, kami berhasil mencapai keberhasilan diatasmu paman." Tuan Imanuel mengepal tangannya mendengar Hart's. Perkataan Hart's benar-benar melukai harga dirinya.

"Diam! Kalian semua dengarkan baik-baik," Semua orang yang berada diruangan tersebut kembali ketempat mereka ketika mendengar suara berat Tuan Gerald. "Alan memang baru saja bergabung bersama dragon, tapi perlu kalian semua ketahui kemampuan Alan diatas kemampuan kalian terlebih lagi kau, Imanuel. Danil's, aku serahkan semuanya padamu.”

"Baik ketua! Aku akan membantu Alan menangani semua urusan dragon." Tuan Gerald dan yang lainnya meninggalkan ruangan itu.

"Paman dengar apa yang ketua katakan eoh? Mulai saat ini Paman harus bisa menghormati Alan. Mengerti paman? Ah satu lagi, sebaiknya paman kurangi marah-marah, aku khawatir darah tinggi paman akan naik. Tentunya Paman tidak ingin mati cepat bukan?"

Para penerus dragon menahan tawa mereka melihat Fernando mengoda tuan Imanuel terlebih lagi saat Fernando menjulurkan lidahnya pada Tuan Imanuel, sejak dulu hubungan antara penerus dragon dan tuan  Imanuel tidak terjalin dengan baik. Jika bukan karena berada dibawa naungan dragon, sudah lama mereka akan saling membunuh.

🍁🍁🍁🍁🍁

Alan memperhatikan sekeliling ruangannya, ruangan para penerus dragon yang dibuat oleh Tuan Gerald dan ayahnya dulu untuk mereka. Ruangan ini dibuat dua lantai, lantai atas tempat dimana mereka bekerja dan lantai bawah mereka gunakan untuk beritirahat. Alan tersenyum memperhatikan foto dirinya sewaktu kecil bersama Aldric juga sahabatnya tertata rapi di rak.

"Kalian masih menyimpan foto ini?" Alan mengambil salah satu figura foto yang berada diatas meja kerja Hart's.

"Ya. Persaudaraan kita tidak akan berhenti hanya karena kau dan Aldric pergi begitu saja. Dulu kita adalah saudara sampai sekarangpun kita akan tetap menjadi saudara, tidak perduli berapa lama kalian menghilang tidak akan ada yang bisa mengubahnya." Ada desiran hangat dihati Alan saat mendengar ucapan Hart's.

Danil's memukul pelan pundak Alan. "Alan? Apa yang terjadi padamu dan Aldric dulu? Kenapa kalian pergi begitu saja tanpa mengatakan apapun pada kami?”

Raut wajah Alan seketika berubah mendengar pertanyaan Danil's, kejadian berapa tahun yang lalu kembali muncul dibenaknya, "Sekelompok mafia menerobos masuk kedalam rumah kami, mereka membunuh kedua orang tuaku dan membawa Aldric dan Livia pergi. Saat itu aku terlalu takut, aku tidak tahu apa yang harus aku lakukan bahkan aku tidak bisa memberitahu kalian ataupun meminta pertolongan pada ketua.”

Danil's sedikit tersentak mendengar penjelasan Alan. Jujur saja dia merasa bersalah membuat Alan kembali teringat pada peristiwa naas itu.

"Meskipun kau kehilangan keluargamu, kau tidak akan kehilangan keluargamu yang lain. Kami adalah keluargamu jika kau lupa," Hart's memperhatikan foto Aldric kecil yang tersenyum hangat. "Di manapun Aldric dan Livia berada saat ini, aku yakin mereka baik-baik saja. Mereka pasti kembali menemui kita sama sepertimu.”

"Aku berharap seperti itu." Nada suara Alan terdengar menyedihkan. Bagaimana tidak, selama bertahun-tahun dia berusaha mencari keberadaan kedua saudaranya namun hingga kini Alan tidak menemukan pertunjuk apapun mengenai keberadaan kakak dan adiknya.

"Alan ini benar-benar kau?" Manik Coklet Danil's berbinar menatap Alan. Alan menghenyitkan dahi merasa aneh dengan tatapan intim yang diberikan Danil's padanya.

Fernando memukul bahu Danil's dengan keras. "Kau buta hah? Kau lihat ini Alan bukan? Kenapa kau masih bertanya ini Alan atau bukan?”

"Aku tahu. Aku hanya tidak percaya saja dengan apa yang aku lihat. Setelah sekian lama kita bisa bertemu kembali, ya walaupun tanpa Aldric." lirih Danil's diakhir kalimatnya.

"Maksudmu?" Fernando merapikan pakaiannya, bergaya sekeren mungkin membuat  Danils mual melihat kelakuan abstrak sahabatnya ini. "Kau masih tidak percaya kalau aku ini tampan? Wanita di luar sana sangat menyukai pria tampan, bertubuh tinggi sepertiku bukan pria pendek sepertimu, Danil's.”

"A-pa? Katakan sekali lagi akan ku robek mulut kurang ajarmu itu. "Danil's membulatkan matanya mendengar perkataan Fernando. Ya meskipun yang Fernando katakan adalah fakta tetap saja menyakitkan saat mendengarnya.

Hei asal kalian tahu saja Danil's paling sensitif jika ada yang membahas tinggi badan. Danil's tidak pendek meski teman-temannya lebih tinggi darinya. Sebenarnya Danil's itu tinggi hanya saja dia salah negara. Hart's nampak acuh melihat pertengkaran mereka berdua.

"Tenang teman, kau tidak perlu iri padaku. Meskipun wajah mu tidak setampan wajahku, aku akan mengenalkanmu dengan wanita seksi." Fernando merangkul Danil's. Danil's menepis tangan Fernando membuat Fernando mengeram kesal.

"Sinting! Kau ini bicara apa eah? Aku sama sekali tidak tertarik dengan para pelacurmu itu. Yak aku sedang membicarakan Alan, kenapa kau membahas wajah menjijikanmu itu?”

Dibalik sikap narsisannya, Fernando mengulas senyum melihat Alan tertawa. Ya terkadang kita perlu bersikap gila demi bisa mendengar suara tawa orang yang kita sayangi.

🍁🍁🍁🍁🍁

Sementara itu didalam ruangannya, Tuan Imanuel melempar semua barangnya kelantai dan mengamuk seperti orang gila.

"Sial! sial! sial! Aku belum bisa menyingkirkan bocah tengik itu dari sini dan sekarang sudah muncul lagi satu bocah penghalang. Aku harus segera menyingkirkan mereka sebelum mereka mengacaukan rencanaku.”

🍁🍁🍁🍁🍁                          

Sementara itu ditempat lain, lebih tepatnya dibandara. Elektra nampak gelisah, sejak tadi yang dia lakukan hanyalah berlalu-lelang seperti strikaan mengelilingi Seville. Kedua saudara itu nampak cemas, mereka sudah menunggu lebih dari dua jam namun sampai saat ini tidak ada yang datang menjemput mereka.

Mereka sudah berusaha menghubungi keluarga mereka namun tidak ada satupun yang menjawab panggilan mereka, mereka bisa saja laangsung pulang kerumah mereka tapi masalahnya tidak ada satupun diantara mereka yang tahu jalan pulang. Terdengar konyol memang tapi itulah faktanya. Ini pertama kalinya mereka menginjakkan kaki ketanah kelahiran mereka setelah sepuluh tahun diasingkan diluar negeri.

"Bagaimana?" Elektra menatap suadaraanya penuh harap.

"Masih tidak ada jawaban sama sekali.”Seville terus menghubungi semua orang rumah namun tidak membuahkan hasil.

"Wow bagus sekali. Kita terdampar disini dan semua ini karena ide gilamu Elektra." Seville menghentakkan kakinya, rasanya ingin sekali Seville memukul, mengumpat kasar suadaranya itu namun setiap kali dia hendak membuka mulutnya Elektra selalu masang wajah innocentnya membuat Seville tidak tega untuk memarahinya. Owh Sial! Elektra selalu tahu kelemahannya.

"Nona Seville Scharllet yang terhormat, tidak bisakah kau menyalahkan dirimu sendiri eoh? Dan berhentilah menatapku seperti itu. Mata besarmu itu seakan-akan ingin menelanjangiku asal kau tahu.”

"Kemana perginya semua orang? Kenapa tidak ada satupun yang mau menerima telfon dariku?" Seville berteriak frustasi membayangkan nasib mereka yang akan bermalam di tempat seperti ini. Seville mengeleng keras menyingkirkan segala pikiran buruk. Tidak! Apapun yang terjadi dia harus berada dirumahnya, dia rindu kamarnya.

"Mungkin saja mereka semua sibuk?” Elektra menjawab seadanya, dia terlalu fokus memperhatilan gadis kecil penjual bunga. Gadis kecil itu begitu semangat menawarkan bungannya kepada orang-orang yang berlalu lelang di dekatnya.

"Hello penghuni di rumah itu terlalu banyak dan tidak mungkin mereka semua sibuk pada waktu yang bersamaan?”

"Uh. Kau ini cerewet sekali," Elektra beranjak dari tempatnya dan berjalan menuju gadis kecil itu. Elektra terlalu bersemangat sampai dia tidak memperhatikan langkahnya. "Aow.!!”

"Elektra?" Seville membantu Elektra bediri. "Kau baik-baik saja? Tsk. Kau tidak malu jatuh diusiamu yang sekarang? Berhati-hatilah dan tolong perhatikan langkahmu.”

"Sialan, berhenti mengodaku. Aku ingin membeli bunga mawar itu. Ibu sangat menyukai bunga mawar.”

"Tetap disini. Biar aku saja yang membelinya. Kau tunggu saja disini.”

"Tapi?”

"Sebaiknya kau dengarkan ucapanku Nona Elektra Scharllet yang terhormat. Aku tidak mau kau sampai kenapa-napa dan malah meyusahkanku nantinya. Tunggu disini, aku akan membeli bunga itu untuk mu. Merepotkan sekali.”

Kembalinya Alan kedragon dan kembalinya kedua saudara ini adalah awal perjalanan hidup mereka yang dipenuhi konflik dan masalah dimulai. Nyonya Hanna dan Nyonya Andin yang baru tiba dirumah terkejut mendengar suara musik dari kamar Elektra, mereka berdua begegas menuju kamar Elektra untuk melihat apa yang terjadi disana. Baru saja Nyonya Hanna membuka pintu kamar sebuah bantal menyapa wajahnya.

"Apa-apaan ini?" Nyonya Hanna meninggikan suaranya.

"Ibu? Tante?" Elektra belari kearah mereka dan langsung memeluk kedua wanita itu dengan erat melepaskan semua kerinduannya pada kedua wanita itu, Seville keluar dari kamarnya dan masuk kedalam kamar Elektra.

"Bisakah kau diam?Aku lelah dan ingin istirahat, sialan!" Seville yang baru menyadari kebaradaan Ibu dan bibinya buru-buru menutup mulutnya. Dia tidak percaya kalau dia baru saja mengumpat dihadapan ibunya."Astaga Ibu? Tante?”

"Seville?" Nyonya Hanna menatap Seville dengan raut wajah yang sulit diartikan. Nyonya Hanna tidak percaya putri kecilnya yang lembut bisa bicara kasar. Nyonya Andin hanya tertawa kecil melihat wajah blank kakak iparnya.

"Kalian sudah pulang? Kenapa kalian tidak mengabari Ibu mh? Apa Ayah kalian tahu soal ini?" Nyonyya Hanna bersedekap dada menelisik kedua putrinya. Seville dan Elektra menelan saliva mereka, tubuh mereka seketika membeku mendengar pertanyaan Nyonya Hanna.

"Aku sudah seribu kali menghubungi ponsel kalian dan rumah, tapi tidak ada jawaban. Sory, kami tidak memberitahu Ayah soal ini. kami takut Ayah akan menghalangi kepulangan kami lagi. "Elektra memberanikan diri menjelaskan situasinya pada Nyonya Hanna. Melihat kakak iparnya kembali membuka mulut buru-buru Nyonya Andin menyela.

"Kakak ipar kita bicarakan ini nanti saja, anak-anak baru saja pulang biarkan mereka istirahat dulu. Aku yang akan bicara dengan kakak mengenai ini.” Nyonya Andin membawa Nyonya Hanna keluar, membiarkan kedua keponakannya beristirahat.

To Be Continued ....

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!