Kisah Tuan Hans
(PERTEMUAN)
Selamat membaca ☺️
Hans adalah pemuda yang sangat sempurna di mata para wanita, banyak sekali wanita yang ingin menawarkan diri padanya. Namun Hans tidak tertarik dengan wanita manapun, jangankan untuk menyentuh tubuhnya. Bahkan untuk menatap mereka saja, Hans enggan untuk melihatnya.
Pagi ini, Hans ada meeting dengan salah satu rekan kerjanya, dia memutuskan untuk bertemu di salah satu restoran.
"Tuan, semuanya sudah saya siapkan. Mari kita berangkat." ucap Roni, asisten pribadi Hans.
"Hm."
Roni melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang, selang beberapa menit akhirnya mereka telah sampai di restoran.
"Tuan, apa perlu memesan ruang VIP?"
"Tidak!" ucap Hans.
Karena ini masih pagi, hanya ada beberapa orang yang datang ke restoran itu. Jadi Hans tak perlu repot untuk memakai masker di wajahnya agar tak terlihat.
Hans menghampiri rekan kerjanya, yang ternyata sudah menunggu di meja mereka.
"Wah, tak ku sangka. Aku lebih cepat dari Tuan Muda Hans." ucap rekan kerja Hans.
"Maaf."
Hanya satu kata yang terlontar dari mulut Hans, rekan kerjanya tertawa terbahak-bahak melihat tingkah Hans.
"Heii ayolah, sudah 3 tahun kau seperti ini. Sungguh sangat menyebalkan!"
"Tuan Bara, sebaiknya anda langsung membahas tentang pekerjaan saja!" ucap Roni, mewakili Hans.
"Hei kau! Roni, aku ini sedang berbicara dengan sahabatku. Bukan kepada atasanmu!" ucap Bara yang memang sahabat Hans.
"Tapikan atasan saya dan juga sahabat anda, adalah satu orang yang sama!" ucap Roni, tak mau kalah.
"Berisik kalian!" ucap Hans dengan tatapan tajamnya.
Roni dan Bara sama-sama membeo, melihat tatapan tajam dari Hans. Mereka seakan mengerti tatapan itu.
"A-anoo sebaiknya kita pesan makan dan minum dulu, benarkan Ron?"
"I--iya, Tuan Bara memang benar."
Mereka berdua kikuk, dan berucap dengan terbata-bata. Karena akan menakutkan sekali, jika Hans marah.
"Pelayan!" panggil Roni.
Salah satu pelayan wanita yang terbilang masih muda, menghampiri ke meja mereka dengan tergesa-gesa.
"Iya Tuan, anda mau memesan apa?" tanyanya.
Roni dan Bara sama-sama menatap kagum, pada wanita dihadapannya. Sampai mereka menganga melihatnya.
"Tuan?"
Hans yang Melihat asisten dan sahabatnya hanya berdiam diri, dia pun mendongakkan wajahnya menatap pelayan itu.
"Biasa saja, kenapa mereka sampai seperti itu." batin Hans.
Brukk..
Hans menggebrak meja dengan tangannya, baik Roni maupun Bara langsung tersadar dari lamunannya.
"Astaghfirullah." ucap gadis itu kaget.
"MasyaaAllah." ucap Roni kagum.
"Allahuakbar." sahut Bara.
"Tch, bisa-bisanya seorang player mengingat Tuhan." batin Hans, menatap ke arah Bara.
"Tuan, jadi mesan atau tidak?"
"Jadi! Siapa namamu?" tanya Bara.
"Hei Tuan Bara, ingatlah dengan ja----"
Bara membekap mulut Roni, bisa-bisanya Roni ingin membuka aibnya di depan wanita cantik seperti ini.
"Nama saya, Airen."
"Nama yang indah, seperti orangnya." ujar Bara menggombal.
"Lemon tea 3, cepat pergilah!" ucap Hans.
"B--baik Tuan."
Setelah kepergian pelayan itu, Roni dan Bara sama-sama diam. Mereka langsung melanjutkan ke inti dari pertemuan mereka. Membahas soal bisnis, Hans dan juga Bara langsung ke intinya, mereka membuat kesepakatan untuk bekerjasama. Baik Hans dan juga Bara langsung menandatangani perjanjian kerja sama tersebut.
Tak lama Airen membawa 3 lemon tea yang tadi dipesan oleh Hans, dia membawa dengan perlahan agar tak tumpah.
Saat Airen sedikit lagi sampai, namun ada rekan kerjanya yang berada tak jauh dari meja Hans. Dia dengan sengaja sedikit menyenggol Airen, agar kehilangan keseimbangannya. Dan benar saja, Airen terjembap ke depan sehingga lemon tea yang dia bawa tumpah ke arah Hans.
Roni dan Bara yang melihat itu langsung melotot seketika. Hans menggertakan giginya, menahan kesal.
"Tuan, to tolong maafkan saya!"
Airen dengan panik berusaha untuk mengelap pakaian Hans yang basah. Hans menepis tangan Airen yang menyentuh tubuhnya. Hans menatap Airen dengan tatapan membunuh.
"Panggil atasanmu!" ucap Hans dengan nada dinginnya.
"Tuan, tolong maafkan saya Tuan."
Airen sangat panik, dia takut dipecat. Karena baru seminggu Airen mendapatkan pekerjaan ini.
"Ada apa ini?" tanya Atasan Airen.
Karena tadi, Nur memberitahu atasannya bahwa ada kerusuhan yang terjadi.
"Pecat dia!"
Airen menangis sendu, memohon di bawah kaki Hans. Harga dirinya sudah ia turunkan serendah-rendahnya demi pekerjaan ini.
"Tuan hikss.. tolong maafkan kesalahan saya. Jangan meminta atasan saya, untuk memecat saya Tuan. Hikss..."
Hans sama sekali tak menghiraukan isak tangis Airen, dia mendorong Airen sehingga terjembap ke belakang.
"Awwhhh." ringis Iren.
Airen memegangi kepalanya yang terbentur di meja, Roni dan Bara menatap tak suka atas perilaku Hans.
Nur tersenyum riang, melihat Airen diperlakukan seperti itu.
"Mampuss, rasain tuh. Makanya jadi orang jangan so kecakepan deh!!" batin Nur puas.
"Hans---"
"Diam kau!" Hans menyela ucapan Bara.
"Pecat dia atau ku tutup restoran ini!" ancam Hans.
"B--baik Tuan, saya akan memecatnya. Airen saya mohon maaf, mulai hari ini kamu saya pecat. Cepat pergi dari sini!"
Airen mengusap air mata yang ada di pipinya, dia menatap Hans dengan tajam. Lalu pergi meninggalkan mereka.
🌹🌹🌹
Airen duduk termenung di salah satu taman, dia menangis sejadi-jadinya mengungkap semua perasaannya.
"Hikss.. kenapa seperti ini, Ibu ayah. aku nggak sanggup hidup tanpa kalian. Hikss.. kenapa kalian tega meninggalkan aku dan Eza?"
Airmatanya membasahi seluruh wajah cantiknya, Dia merasa lelah atas semua penderitaan hidup yang dia alami.
"Huaaa Daddy."
Tangis anak kecil itu, membuat Airen langsung menghapus jejak airmatanya. Dia menatap sekeliling taman, dan menemukan anak kecil yang sedang menangis sendu meneriaki ayahnya. Airen pun menghampirinya.
"Hei, kenapa kamu menangis hm?" tanya Airen lembut.
Anak kecil itu mendongak menatap wajah Airen dengan derai airmatanya yang masih mengalir, Airen tersenyum lalu menghapus airmata anak laki-laki itu.
"Daddy tolong, hikss.. ada yang au nculik aku."
"Hei, k--kakak tidak ingin menculik mu. Kakak hanya bertanya oke, tenanglah."
Iren panik dibuatnya, sungguh dirinya takut jika disangka menculik seorang anak kecil.
"Kakak cantik, ndak au nyulik aku?"
"Nggak, kakak nggak nyulik kamu."
"Kenapa, Kok ndak nyulik aku?"
"Karena kakak bukan penculik."
"Tapi Daddy aku punya banyak uang. Bukan cuma Daddy aja, Uncle aku uangnya lebih banyak dari Daddy. Oma Opa juga punya uang kok."
(Coba dibacanya pake bahasa anak umur 4 tahun, yang masih cadel-cadel gimana gitu hehe)
Iren tertawa pelan melihat tingkah menggemaskan anak kecil itu.
"Kakak nggak mau nyulik kamu, karena kamu terlalu imut. Oiya kenapa kamu menangis disini?" tanya Iren.
"Aku kabul, tadi Daddy gak izinin aku beli esklim."
"Pasti Daddy kamu cemas, dan mencari kamu."
"Bialin aja, nanti juga ketemu kok sama Daddy."
"Tapi lain kali, tidak boleh seperti itu ya. Kalau kamu diculik kasian Daddy dan Mommy kamu. Pasti mereka mengkhawatirkan kamu." ucap Iren memberi nasehat.
"Aku nggak punya mommy." lirih anak kecil itu.
"E--eh maafin kakak ya, kakak nggak tahu. Bukan cuma kamu aja kok, kakak bahkan tidak punya Mommy dan Daddy." ucap Iren.
"Kakak cendilian? Yaudah jadi Mommynya aku aja."
"H--hah? Kakak nggak sendirian kok. Kakak punya adik, namanya Eza. Kalo kamu siapa namanya?" tanya Iren.
"Aku Giblan, kalo kakak cantik namanya ciapa?" tanya Gibran.
"Nama kakak, Airen panggil aja kak Iren oke."
"Oteyy, kak ilen"
"Ihhh kamu lucu cadelnya." ucap Iren.
Saat Iren dan Gibran bercengkrama, bercanda ria menceritakan banyak hal. Mereka dikagetkan dengan seseorang yang meneriaki nama Gibran.
"Gibrann!!"
"Wahh itu cualanya Daddy." gumam Gibran.
Gibran naik ke pangkuan Iren dan menyembunyikan wajahnya di dada Iren. Gibran mendongak menatap Iren dengan puppy eyes.
Iren tersenyum, menggendong Gibran dengan penuh kehangatan. Dia menghampiri laki-laki bekisaran 30tahun itu.
"Maaf Om, ini anaknya ya?" tanya Iren.
Laki-laki itu menoleh ke arah Iren, dia mengangguk cepat dan hendak menggendong putranya.
"Terimakasih, karena telah menemukan putra saya. Ayo Gibran, kita pulang! Daddy masih harus bekerja."
"Ndak au cama Daddy, au nya cama Mommy." ucap Gibran, sambil memeluk erat Iren.
"Gibran, Daddy masih banyak kerjaan di rumah sakit. Kamu nurut, jangan melawan!"
"Hikss.. Daddy jahat, Daddy bentak aku." tangis Gibran.
"Cup.. cup.. udah ya anak ganteng jangan nangis, kakak beliin eskrim ya." ucap Iren berusaha mendiamkan Gibran.
"Iya Mommy, aku auu."
"Gibran, dia bukan Mommy mu! Jangan sembarangan berbicara."
"Hiksss.. Mommy." ucap Gibran mengadu pada Iren.
"Ga apa-apa Om, biarin aja. Moodnya sepertinya sedang tidak baik, sebaiknya Om beli eskrim saja untuknya."
"Baiklah, ayo ikut."
"Tunggu dulu, Om nama nya siapa?"
"Saya, Bima."
"Oke Om Bima. let's go." ucap Iren langsung berjalan sambil menggendong Gibran.
"Heii kauu!!"
"Ayo Daddy, Ndak usah malahin Mommy."
Gibran sangat senang, dia seperti memiliki keluarga yang harmonis. Inilah impiannya sejak dulu, memiliki keluarga yang lengkap.
Bersambung...
terimakasih banyak untuk orang-orang yang sudah mampir dan baca cerita aku.
jangan lupa untuk memberikan dukungannya, melalu like, vote dan komen. tetap sehat dan bahagia kalian❤️.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 134 Episodes
Comments
Endang Priya
suka kalo ada tokoh bocil yg masih cadel.
2022-06-19
0
Adilia Abubakar
lucu banget Gibran nya
2022-06-12
0
Henda Rina
aku mampir 😊
2022-06-11
1