(PERTEMUAN)
Selamat membaca ☺️
Hans adalah pemuda yang sangat sempurna di mata para wanita, banyak sekali wanita yang ingin menawarkan diri padanya. Namun Hans tidak tertarik dengan wanita manapun, jangankan untuk menyentuh tubuhnya. Bahkan untuk menatap mereka saja, Hans enggan untuk melihatnya.
Pagi ini, Hans ada meeting dengan salah satu rekan kerjanya, dia memutuskan untuk bertemu di salah satu restoran.
"Tuan, semuanya sudah saya siapkan. Mari kita berangkat." ucap Roni, asisten pribadi Hans.
"Hm."
Roni melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang, selang beberapa menit akhirnya mereka telah sampai di restoran.
"Tuan, apa perlu memesan ruang VIP?"
"Tidak!" ucap Hans.
Karena ini masih pagi, hanya ada beberapa orang yang datang ke restoran itu. Jadi Hans tak perlu repot untuk memakai masker di wajahnya agar tak terlihat.
Hans menghampiri rekan kerjanya, yang ternyata sudah menunggu di meja mereka.
"Wah, tak ku sangka. Aku lebih cepat dari Tuan Muda Hans." ucap rekan kerja Hans.
"Maaf."
Hanya satu kata yang terlontar dari mulut Hans, rekan kerjanya tertawa terbahak-bahak melihat tingkah Hans.
"Heii ayolah, sudah 3 tahun kau seperti ini. Sungguh sangat menyebalkan!"
"Tuan Bara, sebaiknya anda langsung membahas tentang pekerjaan saja!" ucap Roni, mewakili Hans.
"Hei kau! Roni, aku ini sedang berbicara dengan sahabatku. Bukan kepada atasanmu!" ucap Bara yang memang sahabat Hans.
"Tapikan atasan saya dan juga sahabat anda, adalah satu orang yang sama!" ucap Roni, tak mau kalah.
"Berisik kalian!" ucap Hans dengan tatapan tajamnya.
Roni dan Bara sama-sama membeo, melihat tatapan tajam dari Hans. Mereka seakan mengerti tatapan itu.
"A-anoo sebaiknya kita pesan makan dan minum dulu, benarkan Ron?"
"I--iya, Tuan Bara memang benar."
Mereka berdua kikuk, dan berucap dengan terbata-bata. Karena akan menakutkan sekali, jika Hans marah.
"Pelayan!" panggil Roni.
Salah satu pelayan wanita yang terbilang masih muda, menghampiri ke meja mereka dengan tergesa-gesa.
"Iya Tuan, anda mau memesan apa?" tanyanya.
Roni dan Bara sama-sama menatap kagum, pada wanita dihadapannya. Sampai mereka menganga melihatnya.
"Tuan?"
Hans yang Melihat asisten dan sahabatnya hanya berdiam diri, dia pun mendongakkan wajahnya menatap pelayan itu.
"Biasa saja, kenapa mereka sampai seperti itu." batin Hans.
Brukk..
Hans menggebrak meja dengan tangannya, baik Roni maupun Bara langsung tersadar dari lamunannya.
"Astaghfirullah." ucap gadis itu kaget.
"MasyaaAllah." ucap Roni kagum.
"Allahuakbar." sahut Bara.
"Tch, bisa-bisanya seorang player mengingat Tuhan." batin Hans, menatap ke arah Bara.
"Tuan, jadi mesan atau tidak?"
"Jadi! Siapa namamu?" tanya Bara.
"Hei Tuan Bara, ingatlah dengan ja----"
Bara membekap mulut Roni, bisa-bisanya Roni ingin membuka aibnya di depan wanita cantik seperti ini.
"Nama saya, Airen."
"Nama yang indah, seperti orangnya." ujar Bara menggombal.
"Lemon tea 3, cepat pergilah!" ucap Hans.
"B--baik Tuan."
Setelah kepergian pelayan itu, Roni dan Bara sama-sama diam. Mereka langsung melanjutkan ke inti dari pertemuan mereka. Membahas soal bisnis, Hans dan juga Bara langsung ke intinya, mereka membuat kesepakatan untuk bekerjasama. Baik Hans dan juga Bara langsung menandatangani perjanjian kerja sama tersebut.
Tak lama Airen membawa 3 lemon tea yang tadi dipesan oleh Hans, dia membawa dengan perlahan agar tak tumpah.
Saat Airen sedikit lagi sampai, namun ada rekan kerjanya yang berada tak jauh dari meja Hans. Dia dengan sengaja sedikit menyenggol Airen, agar kehilangan keseimbangannya. Dan benar saja, Airen terjembap ke depan sehingga lemon tea yang dia bawa tumpah ke arah Hans.
Roni dan Bara yang melihat itu langsung melotot seketika. Hans menggertakan giginya, menahan kesal.
"Tuan, to tolong maafkan saya!"
Airen dengan panik berusaha untuk mengelap pakaian Hans yang basah. Hans menepis tangan Airen yang menyentuh tubuhnya. Hans menatap Airen dengan tatapan membunuh.
"Panggil atasanmu!" ucap Hans dengan nada dinginnya.
"Tuan, tolong maafkan saya Tuan."
Airen sangat panik, dia takut dipecat. Karena baru seminggu Airen mendapatkan pekerjaan ini.
"Ada apa ini?" tanya Atasan Airen.
Karena tadi, Nur memberitahu atasannya bahwa ada kerusuhan yang terjadi.
"Pecat dia!"
Airen menangis sendu, memohon di bawah kaki Hans. Harga dirinya sudah ia turunkan serendah-rendahnya demi pekerjaan ini.
"Tuan hikss.. tolong maafkan kesalahan saya. Jangan meminta atasan saya, untuk memecat saya Tuan. Hikss..."
Hans sama sekali tak menghiraukan isak tangis Airen, dia mendorong Airen sehingga terjembap ke belakang.
"Awwhhh." ringis Iren.
Airen memegangi kepalanya yang terbentur di meja, Roni dan Bara menatap tak suka atas perilaku Hans.
Nur tersenyum riang, melihat Airen diperlakukan seperti itu.
"Mampuss, rasain tuh. Makanya jadi orang jangan so kecakepan deh!!" batin Nur puas.
"Hans---"
"Diam kau!" Hans menyela ucapan Bara.
"Pecat dia atau ku tutup restoran ini!" ancam Hans.
"B--baik Tuan, saya akan memecatnya. Airen saya mohon maaf, mulai hari ini kamu saya pecat. Cepat pergi dari sini!"
Airen mengusap air mata yang ada di pipinya, dia menatap Hans dengan tajam. Lalu pergi meninggalkan mereka.
🌹🌹🌹
Airen duduk termenung di salah satu taman, dia menangis sejadi-jadinya mengungkap semua perasaannya.
"Hikss.. kenapa seperti ini, Ibu ayah. aku nggak sanggup hidup tanpa kalian. Hikss.. kenapa kalian tega meninggalkan aku dan Eza?"
Airmatanya membasahi seluruh wajah cantiknya, Dia merasa lelah atas semua penderitaan hidup yang dia alami.
"Huaaa Daddy."
Tangis anak kecil itu, membuat Airen langsung menghapus jejak airmatanya. Dia menatap sekeliling taman, dan menemukan anak kecil yang sedang menangis sendu meneriaki ayahnya. Airen pun menghampirinya.
"Hei, kenapa kamu menangis hm?" tanya Airen lembut.
Anak kecil itu mendongak menatap wajah Airen dengan derai airmatanya yang masih mengalir, Airen tersenyum lalu menghapus airmata anak laki-laki itu.
"Daddy tolong, hikss.. ada yang au nculik aku."
"Hei, k--kakak tidak ingin menculik mu. Kakak hanya bertanya oke, tenanglah."
Iren panik dibuatnya, sungguh dirinya takut jika disangka menculik seorang anak kecil.
"Kakak cantik, ndak au nyulik aku?"
"Nggak, kakak nggak nyulik kamu."
"Kenapa, Kok ndak nyulik aku?"
"Karena kakak bukan penculik."
"Tapi Daddy aku punya banyak uang. Bukan cuma Daddy aja, Uncle aku uangnya lebih banyak dari Daddy. Oma Opa juga punya uang kok."
(Coba dibacanya pake bahasa anak umur 4 tahun, yang masih cadel-cadel gimana gitu hehe)
Iren tertawa pelan melihat tingkah menggemaskan anak kecil itu.
"Kakak nggak mau nyulik kamu, karena kamu terlalu imut. Oiya kenapa kamu menangis disini?" tanya Iren.
"Aku kabul, tadi Daddy gak izinin aku beli esklim."
"Pasti Daddy kamu cemas, dan mencari kamu."
"Bialin aja, nanti juga ketemu kok sama Daddy."
"Tapi lain kali, tidak boleh seperti itu ya. Kalau kamu diculik kasian Daddy dan Mommy kamu. Pasti mereka mengkhawatirkan kamu." ucap Iren memberi nasehat.
"Aku nggak punya mommy." lirih anak kecil itu.
"E--eh maafin kakak ya, kakak nggak tahu. Bukan cuma kamu aja kok, kakak bahkan tidak punya Mommy dan Daddy." ucap Iren.
"Kakak cendilian? Yaudah jadi Mommynya aku aja."
"H--hah? Kakak nggak sendirian kok. Kakak punya adik, namanya Eza. Kalo kamu siapa namanya?" tanya Iren.
"Aku Giblan, kalo kakak cantik namanya ciapa?" tanya Gibran.
"Nama kakak, Airen panggil aja kak Iren oke."
"Oteyy, kak ilen"
"Ihhh kamu lucu cadelnya." ucap Iren.
Saat Iren dan Gibran bercengkrama, bercanda ria menceritakan banyak hal. Mereka dikagetkan dengan seseorang yang meneriaki nama Gibran.
"Gibrann!!"
"Wahh itu cualanya Daddy." gumam Gibran.
Gibran naik ke pangkuan Iren dan menyembunyikan wajahnya di dada Iren. Gibran mendongak menatap Iren dengan puppy eyes.
Iren tersenyum, menggendong Gibran dengan penuh kehangatan. Dia menghampiri laki-laki bekisaran 30tahun itu.
"Maaf Om, ini anaknya ya?" tanya Iren.
Laki-laki itu menoleh ke arah Iren, dia mengangguk cepat dan hendak menggendong putranya.
"Terimakasih, karena telah menemukan putra saya. Ayo Gibran, kita pulang! Daddy masih harus bekerja."
"Ndak au cama Daddy, au nya cama Mommy." ucap Gibran, sambil memeluk erat Iren.
"Gibran, Daddy masih banyak kerjaan di rumah sakit. Kamu nurut, jangan melawan!"
"Hikss.. Daddy jahat, Daddy bentak aku." tangis Gibran.
"Cup.. cup.. udah ya anak ganteng jangan nangis, kakak beliin eskrim ya." ucap Iren berusaha mendiamkan Gibran.
"Iya Mommy, aku auu."
"Gibran, dia bukan Mommy mu! Jangan sembarangan berbicara."
"Hiksss.. Mommy." ucap Gibran mengadu pada Iren.
"Ga apa-apa Om, biarin aja. Moodnya sepertinya sedang tidak baik, sebaiknya Om beli eskrim saja untuknya."
"Baiklah, ayo ikut."
"Tunggu dulu, Om nama nya siapa?"
"Saya, Bima."
"Oke Om Bima. let's go." ucap Iren langsung berjalan sambil menggendong Gibran.
"Heii kauu!!"
"Ayo Daddy, Ndak usah malahin Mommy."
Gibran sangat senang, dia seperti memiliki keluarga yang harmonis. Inilah impiannya sejak dulu, memiliki keluarga yang lengkap.
Bersambung...
terimakasih banyak untuk orang-orang yang sudah mampir dan baca cerita aku.
jangan lupa untuk memberikan dukungannya, melalu like, vote dan komen. tetap sehat dan bahagia kalian❤️.
(BERTEMU LAGI)
Selamat membaca ☺️
🌹🌹🌹
Hari ini, Iren menyiapkan sarapan seadanya untuk di makan Eza. Karena mereka harus menghemat sampai Iren mendapatkan pekerjaan baru.
"Eza, ayo dek sarapan dulu."
Mereka duduk di bawah hanya beralaskan tikar, mereka hanya tinggal di kontrakan sederhana.
"Yah kak, kok cuma ada telur dan tempe aja. Aku pengen makan ayam kak." ucap Eza.
"Eza sabar ya, nanti kalau kakak udah dapet pekerjaan. Kakak janji bakal traktir Eza makan sepuasnya." ucap Iren.
Iren menatap sendu ke arah adiknya itu, sebenarnya harga ayam lebih murah di desa. Bukan cuma ayam, lauk pauk pun masih lebih murah yang ada di desa. Hanya saja, Iren tidak tahu harus tinggal dan mencari pekerjaan dimana. Jika ia masih tinggal di desa. Karena rumahnya sudah diambil paksa oleh paman dan bibinya.
Mereka makan dengan hening, Eza berusaha untuk menerima keadaan. Eza selalu berdoa, jika kelak nanti kakaknya dapat menikah dengan orang yang kaya raya. Agar kakaknya tak perlu capek untuk bekerja.
"Kak, Aku udah selesai. Aku berangkat sekolah dulu ya kak. Assalamualaikum." ucap Eza.
"Wa'alaikumussalam, hati-hati. Yang semangat ya Eza belajarnya." ucap Iren.
Setelah kepergian Eza ke sekolah, Iren menangis sendu di dalam kamar. Dia tidak tega dengan adiknya, karena harus merasakan pahitnya kehidupan di usianya yang masih belia.
🌹🌹🌹
Hans sedang menuju perusahaannya, dia membawa mobil dengan kecepatan yang tinggi. Hans dikejutkan dengan seorang anak laki-laki yang hendak menyebrang.
Ckiitttt..
Hans mengerem mendadak, namun sangat disayangkan mobilnya tetap menabrak anak itu hingga terpental ke aspal.
"Tck si*l." umpat Hans.
Para warga berdatangan menyaksikan kecelakaan mobil itu, mereka mengerubungi anak laki-laki itu yang sudah tak sadarkan diri. Hans keluar dari mobilnya, menghampiri kerumunan itu.
"Minggir!"
Semua orang langsung minggir, Hans dengan santainya menggendong anak yang barusan ia tabrak.
"Pak, cepat bawa ke rumah sakit! itu anaknya udah pingsan ditambah kepalanya berdarah." ucap salah satu warga.
Hans tak menghiraukan ucapan warga tersebut, dia langsung membawa anak itu ke dalam mobilnya untuk langsung dibawa ke rumah sakit.
Di rumah sakit.
"Suster!" panggil Hans dengan suara baritonnya.
Para suster langsung menghampiri, Hans menaruh anak itu di brankar.
"Sediakan ruang VIP untuknya, dan berikan perawatan yang terbaik." ucap Hans.
Hans segera membayar administrasi, dan dia pun duduk di kursi tunggu. Matanya mengedar menatap sekeliling, banyak orang yang memperhatikannya. Hans baru sadar, jika dia tidak menggunakan masker.
Hans langsung bangkit, untuk melihat kondisi anak yang dia tabrak.
Drrddtt.. drddddttt..
📞"Hallo Tuan, kenapa anda belum sampai? Meetingnya sebentar lagi." ucap Roni.
📞"Kau urus saja, aku tidak bisa ke kantor."
📞"Kenapa Tuan?"
📞"Tck, kau ini banyak nanya! Aku menabrak seorang anak kecil."
Tutttt...
Hans mematikan panggilannya, dia pusing dengan Roni. Seperti kartun Dora, yang selalu bertanya banyak hal, lagi dan lagi.
Dokter keluar setelah memeriksa anak laki-laki itu, dia menghampiri Hans.
"Wahh ada sultan nih yang dateng, sampe mesen ruang VIP pula." dokter itu bercanda dengan Hans, yang notabennya adalah adik dari sahabatnya.
"Hn, bagaimana kondisi anak itu?" tanya Hans.
"Dia baik-baik saja, luka di kepalanya juga tidak serius. Lain kali berhati-hatilah."
"Hn."
"Hei kau ini sungguh menyebalkan, bahkan lebih menyebalkan dari kakak mu." ucap dokter itu.
Hans tak menghiraukan ucapan dokter tersebut, dia tahu bahwa Rio adalah sahabat dari kakaknya. Tapi Hans membatasi ruang komunikasinya dengan orang lain, dia tidak ingin banyak berbicara dengan siapapun termasuk orang terdekat di keluarganya.
Hans langsung masuk ke dalam ruangan, dilihatnya anak laki-laki yang bekisar 11 tahun yang tadi dia tabrak, sedang tertidur pulas dibrankar.
"Wajahnya, seperti tak asing." gumam Hans.
"Ughh, kakak." gumam anak kecil itu.
Anak itu perlahan membuka matanya, dia mencari sosok kakaknya.
"Siapa namamu?" tanya Hans.
"Fahreza, Om tadi yang nabrak aku ya?" tanyanya.
Hans hanya mengangguk, sebagai tanda jawaban atas pertanyaan Eza.
"Om, aku mau pulang aja. Nggakmau di rawat di rumah sakit." ucap Eza.
"Diamlah, kau harus beristirahat."
"Om, tolong bawa aku pulang aja. Aku nggakmau ngebebanin kakak dengan membayar perawatan aku." ucap Eza.
"Aku sudah membayarnya."
"Makasih banyak Om, tapi aku mau pulang aja Om." ucap Eza.
"Diam, tunggu orangtua mu datang untuk menjemput mu."
"Aku udah nggak punya orangtua, cuma ada kakak aja." lirih Eza.
"Yasudah tunggu sampai kakak mu datang."
Hans tadi langsung memberitahu bawahannya, untuk mencari keluarga dari korban yang dia tabrak.
🌹🌹🌹
Iren terkejut, mendengar kabar kecelakaan adiknya. Hatinya tak tentu arah, takut jika yang dialami kedua orangtuanya. Akan menimpa adiknya. Iren sangat ketakutan jika harus kehilangan sosok Eza di hidupnya.
"E**za, jangan tinggalin kakak. Kakak janji akan masakin Eza ayam goreng." batin Iren.
Iren sudah sampai di rumah sakit, dia tadi ikut bersama orang yang memberitahu kabar tentang adiknya yang kecelakaan.
Iren tergesa-gesa, mengikuti langkah kaki orang yang mengantarnya untuk ke ruangan adiknya.
Ceklek...
Iren langsung menghamburkan diri, memeluk adiknya dengan erat. Iren menangis sejadi-jadinya tanpa menghiraukan orang yang ada di dalam ruangan itu.
"Hikss.. Eza, maafin kakak dek. Eza ga apa-apa kan? Mana yang sakit dek, kakak panggil dokter sebentar ya." ucap Iren panik.
"Dia baik-baik saja." ucap Hans.
Deg.
Suara bariton yang tak asing dipendengaran Airen, dia memutar tubuhnya memastikan siapa orang dari pemilik suara tersebut.
Mata mereka saling bertemu, bertukar pandang untuk sesaat. Sama-sama menatap dengan tatapan yang sulit diartikan.
"Kauu!!" ucap mereka bersamaan.
Iren langsung memalingkan wajahnya, dia berusaha hanya fokus terhadap Eza. Masa bodo dengan laki-laki arogan yang dia temui tempo lalu.
"Tck, jika aku tau kau adalah kakak dari anak itu. Aku bahkan akan membiarkan dia mati di tempat." batin Hans.
"Kenapa harus laki-laki ini sih, males bangat ketemu modelan yang kayak gini!" batin Airen.
"Kakak sama Om saling kenal?" tanya Eza.
"Tidak!" jawab mereka kompak.
"Wih kata Ibu, kalau sering kompak dan samaan itu tandanya jodoh kak." ujar Eza.
"Heii kauu!!" jawab mereka kompak, ke arah Eza.
"Tuhkan aku bener." Eza terkekeh pelan.
"Tidak!!" jawab mereka kompak.
"Kauu!!" Mereka saling menunjuk satu sama lain.
Eza tertawa melihat tingkah kakak dan Om yang menolongnya, mereka saling pandang dan melirik Eza. Dan akhirnya mereka memilih untuk sama-sama diam.
"Kakak, aku mau tidur dulu ya. Pusing melihat tom and Jerry berantem." ucap Eza.
Iren mengecup singkat kening adiknya dengan sayang, dia menarik selimut itu sampai ke dada Eza.
"Keluar! Aku ingin bicara." ucap Hans.
"Pasti mau minta ganti rugi!" batin Iren.
"Ada apa Om?" tanya Iren.
"Aku bukan Om mu!"
"Ada apa Pak?" ucap Iren mengganti panggilan untuk Hans.
"Panggil aku Tuan!"
Iren menarik nafas dalam-dalam, harus sabar menghadapi laki-laki modelan seperti ini.
"Iya Tuan." ucap Iren.
"Kau tahu? Aku tak sedikit membayar untuk mengobati adikmu. Sebagai ganti rugi atas bajuku yang basah tempo lalu. Kau harus bekerja di perusahaan ku tanpa di gaji dalam sebulan."
"Heh, Lo beneran gak waras ya! Gue udah dipecat. Masa masih minta ganti rugi aja!" teriak Iren, dengan ucapan kasarnya.
Hans membekap mulut Iren dengan tangannya.
"Pelankan suaramu!" ucap Hans.
"Saya tidak mau tahu, pokonya kamu harus bekerja di perusahaan saya menjadi Ob." ucap Hans.
Hans lalu pergi meninggalkan Iren, Iren mendengus kesal atas perilaku pria itu. Dirinya benar-benar benci dengan laki-laki yang seperti itu.
"Gue sumpahin suatu saat lu bakalan cinta mati sama istri lu. Biar di depan orang lain, Lu ngga punya wibawa karena terus manja dengan istri. Gue sumpahin juga, lu termasuk orang yang takut sama istri. Argghhh!" teriak Iren.
"Mba, ngga boleh mengumpat seperti itu. Kalau ternyata mba yang jadi istrinya bagaimana?" ucap Ibu-ibu yang berjarak, tak jauh dari Iren.
Iren mendengus kesal, dia langsung masuk ke dalam ruangan adiknya.
"Dih amit-amit punya suami, modelan kayak gitu!" umpat Iren.
Bersambung...
Terimakasih untuk kalian yang sudah membaca cerita aku, tetap sehat dan bahagia.
jangan lupa untuk selalu memberikan dukungannya, melalui komentar, Vote dan like.
(MAS BIMA)
Selamat membaca ☺️
🌹🌹🌹
Airen membawakan makanan untuk Eza, dia memasak ayam goreng sesuai yang Eza inginkan kemarin. Hari ini, Iren memutuskan untuk bekerja di perusahaan laki-laki kejam yang dia umpat kemarin.
Iren menelusuri koridor rumah sakit dengan semangat sambil menenteng bekal makanan untuk adiknya.
Brukk..
Iren menabrak seorang dokter, untung saja makanan yang dia bawa tidak jatuh ke lantai.
"Maaf Dok, permisi." ucap Iren.
Seakan kenal dengan suara gadis yang menabraknya, dokter itu pun melirik ke arah Iren.
"Kau! Bukankah kau wanita yang ada di taman?" ucap Bima.
"E--eh Om Bima. Iya Om ini saya, Iren. Om dokter ya?" tanya Iren.
Bima hanya mengangguk, dia menatap gadis yang disebut Mommy oleh anaknya. Bima terkekeh pelan dalam hati, bagaimana bisa seorang gadis remaja, yang lebih cocok untuk menjadi kakak dari anaknya. Malah disebut Mommy oleh Gibran.
"Yasudah Om, saya permisi ya." ucap Iren.
"Tunggu!"
Bima menahan tangannya, Iren menatap ke arah Bima seakan bertanya kenapa dia mencegahnya.
"Siapa yang sakit?" tanya Bima.
"Adik saya Om, dia korban kecelakaan." ujar Iren.
"Mm boleh aku ikut melihat adikmu?"
"Iya, boleh Om."
Saat mereka hendak pergi, ada seorang suster yang berlari memanggil Bima.
"Dokter, ada pasien yang harus anda periksa." ucap suster itu.
"Apa keluhan pasien itu?" tanya Bima.
"A a-anoo dok, iritasi pada kulit."
"Panggil dokter Novi, dia spesialis kulit!" ucap Bima datar.
'Duhh kalo dilihat-lihat, Om Bima mirip sama si Tuan X yang kemarin.' batin Iren.
"Maaf Dok, yasudah saya permisi." ujar perawat itu.
Bima langsung pergi sambil menggenggam tangan Iren, meninggalkan suster yang sedang menatap kesal pada Iren.
"Awass saja, kalau perempuan itu berani merebut Dokter Bima dariku!" ucapnya.
Krek..
"Assalamualaikum." ucap Iren.
"Wa'alaikumussalam, kakak lama bangat Eza kesepian tau!" protes Eza.
"Maaf ya Dek, nih kakak masakin ayam goreng serundeng kesukaan Eza."
"Wah beneran kak? Makasih banyak. Aku sayang kakak."
Eza memeluk Iren dengan erat, akhirnya setelah sekian lama dia merasakan ayam goreng kesukaannya.
Ehem..
Deheman Bima, menyadarkan Iren dan Eza yang berlarut dalam kebahagiaannya.
"Kak itu siapa, Pacar kakak?" tanya Eza.
Pletak..
Iren memukul kepala Eza dengan pelan, dia sangat kesal dengan sifat adiknya yang asal jeplak itu.
"Awhhh, sakit kak!" ringis Eza.
"Kamu kalo ngomong kira-kira dong, lagian tau dari mana pacar-pacaran hah! Baru juga kelas 6 SD udah tau pacar-pacaran segala!"
"Dari si Harta kak, dia kan udah punya cewek. Kata dia itu namanya pacaran." ucap Eza polos.
"Ngga ada temen kamu yang namanya Harta! Siapa Harta hah?" teriak Iren.
"Aduh kakak jangan galak-galak dong, malu tuh sama Om. Ntar kakak nggak ada yang naksir kalau galak gini." ucap Eza.
"Siapa Harta!"
"Si Karun kak, kan aku manggilnya si Harta. Biar jadi Harta Karun." ucap Eza cengengesan.
Pletak..
"Lain kali gaboleh kayak gitu! Awas saja kamu kalau ngatain si Karun dengan sebutan Harta Karun." ancam Iren.
"Iya-iya, yauda terus itu siapa?" tanya Eza.
Bima yang sedari tadi hanya diam, melihat pertengkaran adik kakak. Hingga dia akhirnya membuka suara dengan memperkenalkan dirinya.
"Saya, Bima."
"Om Bima salah satu dokter disini." imbuh Iren.
"Wah Om Dokter, keren!" ucap Eza.
Setelah mereka berkenalan dan juga sarapan bersama, akhirnya Iren memutuskan untuk langsung datang ke perusahaan Tuan X.
"Eza, istirahat ya. Kakak tinggal sebentar, besok udah boleh balik kok. Kakak mau bekerja, Eza doain kakak ya." ucap Iren.
"Iya kak hati-hati ya, terimakasih udah masakin ayam goreng untuk Eza."
Airen dan Bima akhirnya keluar dari ruang inap, Bima kagum pada sosok Iren. Diusianya yang masih muda, dia bahkan mampu untuk bekerja dan menjaga adiknya.
"Om, saya permisi ya. Mau langsung kerja soalnya." ucap Iren.
"Iya Air, kamu hati-hati."
"Airen Om." protes Iren.
"Iya Iren, tapi saya suka manggil kamu dengan sebutan Air." ucap Bima.
"Iya deh terserah Om Bima aja, oiya Gibran dimana Om?" tanya Iren.
"Ada, di rumah sama Oma nya. Katanya hari ini, dia mau menemui Unclenya." ujar Bima.
"Om makanya cepet cari istri, kasian Gibran Om." ucap Iren.
Raut wajah Bima langsung berubah menjadi sendu, Iren yang melihat itu langsung dibuat panik karena rasa bersalahnya.
"Maaf Om, saya nggak bermaksud untuk--"
"Kamu tidak salah, nggak usah minta maaf sama saya." Bima memotong ucapan Iren.
Iren menepuk bahu Bima, lalu tersenyum hangat padanya. Berusaha untuk menghibur Bima dengan senyumannya.
'Manis.' batin Bima.
"Om tenang saja, saya percaya kelak Gibran pasti memiliki Ibu sambung yang baik dan mencintainya." ucap Iren.
"Terimakasih, bisakah kamu mengganti sebutan Om dengan kata lain?" ucap Bima.
"Paman? Bapak? Tuan?" tanya Iren.
Bima mendengus kesal pada Iren, apakah dirinya setua itu-_-.
"Bercanda Mas Bima, hehe." Iren tersenyum, merasa geli sendiri dengan panggilanya untuk Bima.
Deg.
Hati Bima menghangat ketika dia mendengar Iren menyebutnya dengan sebuatan Mas.
"Oke, itu bagus" puji Bima.
"Yasudah, saya permisi dulu ya Om, e--ehh Mas Bima. Dahh sampai jumpa."
Iren langsung pergi dari sana, bibir Bima terangkat melukiskan sebuah senyuman indah dibibirnya. Hatinya benar-benar tak karuan saat Iren memanggilnya dengan sebutan Mas.
🌹🌹🌹
"Tck, awas saja jika wanita itu tidak datang!" gumam Hans.
"Tuan, sedang menunggu siapa?" tanya Roni.
Sedari tadi Hans menatap keluar melalui kaca, dia mengamati jalanan dari ruangannya.
'Tck, kenapa aku jadi menunggu wanita itu'
"Tuan kenapa anda diam saja?"
"Diamlah Ron! Sebaiknya kau pergi dari ruangan ku!"
"B--baik Tuan."
Roni langsung keluar, dia memilih mencari aman, agar tidak kena potong gaji dari Hans.
***
Perusahaan LOVMART.
"Neng, kita udah sampe." ucap tukang ojek itu.
"Hah udah sampe bang?"
"Iya neng, ini perusahaannya."
"Wah, ini nggak salah alamat kan bang?"
Iren menatap tak percaya dengan perusahaan yang ada di hadapannya ini.
"Nggak salah Neng, ini udah sesuai sama yang tadi Neng unjukin ke Abang."
"Yauda deh, makasih ya Bang. Nih uangnya."
"Iya neng, sama-sama."
tukang ojek itu pun pergi, kini Iren masih menatap tak percaya perusahaan yang ada di hadapannya itu.
"Astaghfirullah, ini perusahaan segede gaban. Jadi Ob apa nggak capek? ngebersihin perusahaan segede gini." gumam Iren.
Iren melangkahkan kakinya, memberanikan diri untuk masuk. saat sampai di depan perusahaan, ada security yang menghadangnya.
"Maaf Mba, apa Mba karyawan disini?" tanya Security itu.
"Bukan Pak, saya mau bertemu dengan--"
Iren lupa untuk menanyakan nama Tuan X tersebut, dia mengingat-ingat kejadian sewaktu di restoran. akhirnya Iren ingat, teman dari Tuan X memanggilnya dengan sebutan Hans.
"Saya mau bertemu dengan Tuan Hans, Pak." ucap Iren.
Security itu menatap Iren dari bawah hingga atas, memang betul Iren cantik namun pakaiannya terlihat kumuh.
"Ya sudah Mba silahkan masuk, nanti di dalam tanya ke resepsionis."
"Terimakasih, Pak security."
jantung Iren seakan berdegup kencang, semua mata memandang ke arahnya dengan tatapan tak suka.
"Mba, permisi. Saya mau bertemu dengan Tuan Hans." ucap Iren.
"Ada perlu apa ya Mba? Apa Mba sudah membuat janji dengan Tuan Hans?" tanya resepsionis itu.
"Mba, kalau saya tidak disuru ke sini sama atasan Mba. Saya juga ogah kali!"
"Mba yang sopan dong! Security bawa wanita kumuh ini keluar!" ucap resepsionis itu.
"Heh Mba! yang harusnya sopan itu Mba bukan saya. emang ya orang kaya tuh semena-mena, menilai orang dari penampilannya aja. Saya pastiin suatu saat Mba menyesal pernah ngatain saya kumuh!" teriak Iren.
"security usir wanita gila ini!"
"Saya gila? Mba yang gila!"
semua orang langsung menatap ke arah mereka berdua, banyak orang yang berbisik-bisik membicarakan mereka berdua.
"Hei security usir wanita ****** ini! Dia ingin menggoda Tuan Hans."
semua orang tersentak kaget mendengar penuturan Resepsionis itu.
Plak..
Iren menampar Resepsionis yang berkata bahwa dia wanita ******.
Security datang memegang tangan Iren yang hendak memukul lagi, Resepsionis itu.
resepsionis itu membalas perlakuan Iren, dia menendang dan menjambak Iren. Iren hanya pasrah, karena tangannya dipegangi oleh security.
"Bunga, hentikan!" ucap Roni.
"Beraninya kamu melakukan kekerasan di perusahaan ini!" ucap Roni.
"P--pak, dia duluan yang menampar saya!" tunjuk Bunga pada Iren.
"Temui HRD, dan minta surat peringatan untuk kamu!" ujar Roni.
"Security lepaskan dia!" imbuh Roni.
"Pak, saya mohon jangan---"
"Diam! atau Tuan Hans yang akan memecat kamu detik ini juga." ancam Roni.
"B--baik Pak." ucap Bunga pasrah.
"Iren, ikut saya!"
Iren mengikuti langkah kaki Roni, semua orang langsung bubar tak berani untuk melihat. Mereka semua nampak diam membisu.
setelah mereka menaiki Lift, akhirnya mereka telah sampai di ruangan Hans.
"Masuklah, Tuan Hans sudah menunggu." ucap Roni.
"Baik, terimakasih Tuan."
Tok..Tok..Tok..
"Masuk!" ujar Hans.
Iren memberanikan diri untuk masuk ke dalam ruangan itu, dia menelan salivanya kasar. sebenarnya Iren takut jika Hans memarahinya karena dia berbuat rusuh di perusahaan ini.
"Duduk!'" titah Hans.
Iren duduk di kursi yang berhadapan dengan Hans, Iren hanya mampu menundukkan kepalanya. dia enggan untuk melihat Hans.
"Hei, aku tak menyuruhmu untuk mengheningkan cipta. kenapa harus menundukkan wajah seperti itu?"
"Tck, bisa-bisanya dia berkata aku sedang mengheningkan cipta! Kau itu terlihat sangar, aku takut untuk menatapmu tahu!" batin Iren.
"Tuan, bisakah saya langsung bekerja?" tanya Iren.
"Obati dulu lukamu, besok kau baru boleh bekerja!" ucap Hans.
"Wih ternyata ada sisi baiknya juga nih orang." batin Iren.
"Pergi kau dari situ!" ucap Hans.
Iren membulatkan matanya, baru saja dia puji bahkan sekarang sudah mengusirnya.
"Baik Tuan, kalau begitu saya permisi." ucap Iren.
"Siapa yang menyuruhmu untuk pulang?"
"Tadi, Tuan bilang pergi dari situ." ucap Iren.
"Roniii!!!!" teriak Hans.
"Mampuss gue, ketahuan nguping." batin Roni.
"Tuan, tidak ada Tuan Roni." ucap Iren.
"Dia ada di luar pintu, sedang menguping! kalau tidak percaya lihat saja." ucap Hans santai.
Iren melangkahkan kakinya untuk membuka pintu, dan benar saja ada Roni yang masih berdiri di sana.
"Maaf, Tuan. saya tidak bermaksud untuk menguping. saya permisi."
Roni langsung melesat dengan cepat, takut jika Hans semakin marah padanya.
Bersambung...
Terimakasih untuk kalian yang sudah mampir dan mau membaca cerita aku, jangan lupa untuk memberikan dukuangannya. melalui vote komen dan like.
Tetap sehat dan bahagia ❤️
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!