Part 2

"Mikha udah mau magang, ya? Rencana mau magang di mana?"

Uhukk!

Mikha tersedak makanannya sendiri setelah mendengar pertanyaan Anton.

Secara bersamaan, Gavin dan Gilang mengulurkan segelas air putih ke hadapan Mikha.

"Pelan-pelan."

"Pelan-pelan."

Mereka berucap bersamaan, membuat Mikha salah tingkah.

"Minum punyaku sendiri aja." Mikha segera mengambil gelas minumnya sendiri lalu menenggak air putih itu hingga tersisa setengahnya.

"Duh, beginilah kalau kita perempuan berdua di sini, Mikha. Bakalan jadi ratunya para cowok ini. Dulu, sih, cuma ada Mama, ya. Sekarang ada kamu juga."

Mikha hanya tersenyum canggung mendengar penuturan Yunita. Mikha pikir ini bukan bentuk perhatian, kok. Reflek saja naluri penolong mereka muncul karena Mikha sedang kesusahan.

Iya, kan?

Mikha berperang dengan pikirannya sendiri. Tak ingin terlalu percaya diri dengan perlakuan kedua lelaki berinisial G itu.

"Jadi mau magang di mana, Mikha? Udah ketemu tempatnya? Atau butuh bantuan Papa agar mudah masuk ke tempat yang kamu inginkan? Oh, atau mungkin kamu mau magang di kantor Gilang?"

Mikha melirik Gavin yang duduk tepat di seberangnya. Sayangnya, saat itu juga Gavin tengah meliriknya juga. Membuat Mikha seketika mengalihkan pandangannya dan berpura-pura memilah lauk untuk kembali dia masukkan ke dalam mulut.

"Belum tau mau magang di mana. Tapi kalau di kantor Kak Gilang kayaknya enggak, Pa."

"Kenapa?" tanya Anton dengan cepat.

"Takut nggak kerja malah ngerjain yang lain, Pa. Kayak nggak paham pengantin baru aja," sahut Gilang. Tentu dengan jawaban yang ujung-ujungnya membuat pipi Mikha merah menahan malu.

Dalam hati Mikha merutuki Gilang yang berbicara seenaknya saja. Seperti pernikahan mereka normal-normal saja gaya bicaranya.

Terbukti, kini Anton dan Yuni menggoda Mikha dan Gilang habis-habisan.

"Tuh lihat, Gavin! Adik kamu bahagia banget, kan, meskipun menikah muda."

Yang disinggung justru melengos malas. Nafsu makannya hilang seketika saat mamanya kembali menyinggung pernikahan. Apalagi dengan membanding-bandingkan dirinya dengan sang adik yang lebih dulu menikah.

Tanpa menanggapi Yunita, Gavin segera beranjak dari tempat duduknya. Meninggalkan makanannya yang masih tersisa setengah dari porsinya.

"Selalu kayak gitu kalau disinggung soal nikah. Mau sampai kapan, Gavin?" gerutu Yunita kesal. Setiap dia menyinggung pernikahan pada Gavin, Gavin langsung pergi begitu saja tanpa memberi tanggapan sedikit saja.

Hal itu membuat kedua orangtuanya bingung. Bertanya-tanya ada apa dengan Gavin sampai dia begitu tidak suka jika disinggung soal pernikahan? Trauma apa yang dimiliki Gavin sehingga dia menjadi seperti itu sekarang?

***

"Gue tau Lo mau magang di kantor Gavin."

Mikha sempat menunjukkan raut terkejutnya saat mendengar ucapan Gilang. Tapi setelah dia menyadari sesuatu, akhirnya dia terlihat biasa saja.

Sepertinya bukan hal yang baru lagi jika apa yang Mikha lakukan selalu diketahui oleh Gilang. Banyak orang yang diam-diam menjadi mata-mata Gilang meskipun sebenarnya Gilang sendiri tak berminat memata-matai Mikha.

Mereka dengan sukarela melaporkan kepada Gilang tentang apa saja yang dilakukan Mikha. Entah apa motif mereka. Mungkin saja mereka mencari perhatian Gilang.

"Terus kenapa? Masalah buat Lo?"

"Bukan masalah buat gue. Tapi seenggaknya Lo mikir gimana kalau pada tanya kenapa lo malah pilih magang di kantor kakak ipar Lo dari pada kantor suami Lo sendiri."

Tawa sinis tersungging dari bibir tipis Mikha. "Itu juga masalah buat Lo?"

Merasa percuma berdebat dengan Mikha, akhirnya Gilang memilih diam.

🌹🌹🌹

Hari pertama magang. Jantungnya berdebar mengingat sebentar lagi mungkin akan bertemu dengan kakak iparnya, Gavin. Bukan karena jatuh cinta. Tapi karena sifat dingin Gavin yang terkadang membuat Mikha mati kutu. Hanya mendapat tatapan sinis saja, nyali Mikha sudah menciut.

Terlalu nekat saja dia mendaftarkan namanya untuk magang di kantor Gavin. Mikha juga bingung, dari sekian banyak kantor di Jakarta, entah kenapa kantor kakak iparnya yang menjadi tujuan utamanya.

Mikha mematut dirinya di depan cermin. Untuk hari pertama magang, penampilan Mikha cukup sederhana.

Riasan tipis, gaya rambut yang dikuncir kuda. Juga dengan pakaian Hem putih berpadu dengan celana kerja berwarna hitam. Agar tak terlihat terlalu polos, Mikha mengenakan blazer berwarna hitam. Membuat penampilannya yang sebenernya sederhana tapi terlihat begitu menawan.

Apalagi didukung dengan tubuhnya yang tinggi semampai serta bentuk tubuhnya yang body goals.

Tanpa memperdulikan Gilang yang juga baru saja keluar dari kamarnya, Mikha berlalu begitu saja tanpa menyapa Gilang.

Gilang pun sama tak pedulinya. Dia biarkan Mikha melenggang pergi begitu saja tanpa berniat bertanya apapun.

Sepanjang perjalanan Mikha hanya bisa berpikir, kapan pernikahannya itu akan berakhir? Kalau berharap bisa langgeng, sepertinya itu tidak akan mungkin terjadi. Gilang sangat menutup dirinya dari Mikha. Begitupun Mikha yang tak berniat untuk mendekatkan diri dengan Gilang.

"Hahhhh... Kesel sendiri gue kalau ingat Gilang si suami di atas kertas doang itu. Dulu emaknya ngidam apaan, sih, sampai anaknya kayak begitu? Si Gavin juga. Jadi orang kenapa juga dingin begitu? Ih, lama-lama gue bisa jadi es batu nih gara-gara diantara dua kulkas. Di rumah sama kulkas, di kantor sama kakaknya kulkas. Adik kakak sama saja."

Sibuk menggerutu, tanpa Mikha sadari kini mobilnya sudah sampai di parkiran kantor Gavin.

Wajah kesalnya berubah menjadi gugup.

Sebelumnya Mikha dan beberapa rekannya yang juga diterima di kantor Gavin harus mengikuti beberapa kegiatan sebelum akhirnya dibagi untuk ditugaskan di beberapa divisi yang berbeda.

Satu persatu nama mahasiswa yang magang di sama disebutkan. Wajah Fitria selaku mentor mereka di perusahaan Gavin terlihat sumringah.

Namun wajahnya berubah canggung setelah menyebutkan nama Mikhayla Hana Sasmita. Dia segera mengangguk sekilas pertanda hormat membuat rekan-rekannya merasa heran kemudian melirik Mikha yang berusaha terlihat baik-baik saja.

"Untuk Mikha nanti langsung ke ruangan Pak Gavin, ya."

"Kenapa ke Kak, eh, maksudku Pak Gavin." Mikha buru-buru meralat panggilannya untuk Gavin. "Kenapa harus ke Pak Gavin, Kak?" lanjutnya sungkan.

"Saya kurang tau. Saya hanya dititipi pesan seperti itu. Mahasiswa magang atas nama Mikhayla Hana Sasmita diminta untuk menghadap Pak Gavin langsung setelah ini."

Mikha akhirnya mengangguk, mengiyakan ucapan Fitria.

"Kita udah pada tau kalau kamu adik iparnya pimpinan kantor ini. Jadi biasa aja. Nggak usah ngerasa nggak enak gitu. Moga aja kerjaan kita sama, ya. Hihi." Bisikan Livy di telinga Mikha setidaknya membuat pikirannya sedikit lega. Jadi Mikha tidak perlu khawatir mereka akan iri pada Mikha karena Mikha sendiri harus berhadapan dengan CEO kantor ini.

***

Mikha membuka pintu dengan pelan saat perintah untuk masuk dari dalam sudah terdengar. Jelas itu suara Gavin. Membuat jantung Mikha hampir lepas dari tempatnya saking kencangnya dia berlompatan.

Kepala Mikha terus menunduk seiring dengan langkah kakinya yang mulai mendekati meja Gavin.

"Selamat pagi menjelang siang, Pak," ucap Mikha pelan.

Tanpa membalas sapaan Mikha, Gilang langsung menyerukan nama Mikha dengan jelas dan lengkap. "Mikhayla Hana Sasmita. Istri dari Gilang Ramzi, CEO YA group. Kenapa memilih kantor saya?"

Mikha membenarkan blazernya yang sebenarnya baik-baik saja. Dia melakukannya untuk menghindari tatapan tajam dan dingin dari kedua mata Gavin. "Emm, kan, Pak Gavin dulu sudah pernah dengar jawaban dari kak Gilang. Pengantin baru seperti kami tidak baik jika berada dalam satu kantor. Bukan proyek pembangunan yang dibahas, justru proyek pembuatan anak yang dilakukan," jawab Mikha tanpa malu meskipun sebenarnya jijik dengan ucapannya yang terakhir.

Gavin tersenyum sinis. "Gaya bicaramu seperti pernikahan kalian ini baik-baik saja."

"Maksud Pak Gavin apa, ya? Pernikahan kami normal-normal saja. Kami bercanda, makan bersama, tidur bersama. Bahkan kami juga begituan loh, Pak. Pak Gavin jangan sembarangan ngomong."

"Begituan bersama, ya?"

"Hu'uh." Mikha mengangguk pasti untuk kebohongannya.

"Iya. Bersama, kan? Dia sama siapa kamu sama siapa? Yang jelas pasangan dia bukan kamu, kan?"

Mikha mengepalkan kedua tangannya mendengar ucapan Gavin yang seolah menganggapnya telah tidur dengan lelaki lain.

"Maaf, Pak Gavin. Itu bukan urusan Pak Gavin. Saya ke sini mau magang, bukan untuk dikorek masalah rumah tangga saya. Jika saya dipanggil ke sini hanya untuk seperti ini, lebih baik saya keluar dan cari tempat magang yang lain."

"Memangnya masih bisa? Gavin menjawabnya dengan santai.

Pertanyaan Gavin membuat Mikha bungkam. Benar apa kaya Gavin, memang masih bisa cari tempat magang lain? Masih ada waktu? Yang ada waktu magangnya akan habis dan dia tidak mendapatkan apapun.

Mengalah. Akhirnya Mikha pun mengalah.

Dia ambil napas dalam-dalam lalu menghembuskannya perlahan untuk mengatur emosinya.

"Kalau begitu, apa maksud Pak Gavin memanggil saya ke sini?"

Gavin belum ingin menjawab. Dia lebih memilih menatap tajam perempuan yang berstatus adik iparnya, yang kini berdiri dihadapannya.

🌹🌹🌹

karena aku nggak pernah kuliah dan nggak pernah kerja di kantor, jadi aku kurang paham dengan istilah atau apa yang dikerjakan di dalamnya.

aku hanya menulis sesuai kemampuanku dan apa yang aku tau. itupun dari hasil nyari-nyari di internet. jadi aku mohon maaf kalah masih banyak istilah yang salah dalam penulisan.

Terpopuler

Comments

Mimik Pribadi

Mimik Pribadi

Gak papa thor segitu aja udh bgus,,,,terus belajar,terus berkarya dan tetap smangaaattt 💪💪😘😘

2023-08-15

1

Erna Sansan

Erna Sansan

ll
mptlpplll

2023-04-19

0

🌽𝙼𝙸𝚉𝚉𝙻𝚈ᵇᵃˢᵉ

🌽𝙼𝙸𝚉𝚉𝙻𝚈ᵇᵃˢᵉ

dinginnya gilang hanya seperti Kulkas 2 pintu sedangkan gavin mungkin dinginnya seperti kulkas 10 pintu...😂😂😂

2023-04-14

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!