Bukan Istri Idaman
Jelita bergeming sembari mengedarkan pandangannya ke sekeliling pekarangan rumah mewah bergaya modern tropis yang ada di depannya itu.
"Wah, baru di halaman saja sudah sebegini bagusnya, apa lagi di dalam sana," batin Jelita mengagumi keindahan halaman yang penuh dengan bunga-bunga berwarna-warni dan terawat dengan baik, bak sebuah taman bunga.
"Lho, Jelita, kenapa kamu masih berdiri di sana, Sayang? Sini, kita masuk ke dalam!" panggil seorang wanita setengah baya yang masih terlihat sangat cantik dan lebih muda dari usia sebenarnya. Wanita itu ialah Melinda yang merupakan istri dari seorang pengusaha sukses dan merupakan nyonya di rumah mewah yang ada di hadapan Jelita kini.
"Iya, Jelita, jangan diam saja di sana!" kali ini yang bersuara adalah seorang pria yang memiliki suara bariton, dan merupakan suami dari wanita setengah baya itu. Pria sukses yang bernama Ganendra Maheswara itu, memiliki segudang bisnis baik di bidang property, perhotelan, Restoran, Cafe dan pendidikan, yang berada di bawah naungan 'The sky Group'.
"Eh, i-iya, Tan, Om!" sahut Jelita, gugup dan kembali melanjutkan langkahnya, dengan mata yang masih tidak berhenti melihat ke sekeliling.
Sesampainya di depan pintu, mereka disambut oleh dua orang wanita, yang membungkukkan badan dengan hormat, sehingga Jelita ikut-ikutan membungkukkan badan membalas rasa hormat yang dia terima dari dua orang wanita tadi.
"Selamat siang, Nyonya, Tuan!" sapa dua orang wanita itu bersamaan, seperti sudah terlatih.
"Selamat siang juga!" sahut
"Ayo masuk, Sayang!" Melinda, meraih tangan Jelita dan mengajaknya masuk ke dalam.
Benar dugaan Jelita, penampakan di dalam rumah itu sangat indah, mewah dan elegan. Semua material dan ornamen-ornamen yang ada di dalam ruangan itu bisa dipastikan adalah mahal.
"Benarkah, aku akan jadi menantu di rumah ini? atau aku hanya mimpi?" bisik Jelita pada dirinya sendiri dengan mulut yang sedikit terbuka dan mata yang mengedar memindai setiap sudut ruangan.
Ya, itulah alasan Jelita berada di rumah mewah itu, bukan untuk jadi seorang pembantu, tapi akan menjadi menantu Ganendra dan Melinda.
4 hari yang lalu
Jelita kaget melihat ada dua orang sepasang suami istri yang datang mencarinya ke kontrakan kecilnya, yang dulu dia huni bersama almarhum kedua orang tuanya. Kedua orang tuanya baru saja meninggal karena tertabrak sewaktu sedang mengais rezeki memulung di jalanan.
"Cari siapa, Bu, Pak?" tanya Jelita dengan sopan.
Wanita setengah baya itu tampak menelisik penampilan Jelita dari atas ke bawah, sampai akhirnya seulas senyuman terbit di bibir merah itu.
"Emm, apa kamu yang bernama Jelita? anak perempuan pak Sidik dan ibu Nurma?"
"Benar, Bu. Ada apa ya? apa kedua orang tuaku punya hutang yang harus aku lunaskan? kalau iya, untuk sekarang aku belum punya uang, Pak, Bu, tapi Ibu sama Bapak tenang saja, aku tidak akan lari dari tanggung jawab. Aku akan tetap membayar utang mama sama papaku,tapi tolong kasih aku kesempatan buat kerja dulu." cerocos Jelita, panjang lebar tidak memberikan kesempatan pada wanita dan pria di depannya untuk menjelaskan kedatangan mereka sebenarnya.
"Maaf, Nak Jelita! Kami datang ke sini, bukan untuk menagih utang kedua orang tuamu, karena mereka tidak memiliki utang sama sekali kepada kami. Kenalkan nama tante, Melinda dan ini suami tante, Ganendra. Kami adalah orang yang tidak sengaja menabrak kedua orangtuamu, dan kami datang ke sini hanya untuk minta maaf,"
Bagai disambar petir di siang bolong, Jelita terkesiap kaget sembari menutup mulutnya hingga mundur beberapa langkah. Air mata yang sudah sempat kering, kini kembali merembes ke luar, membasahi pipinya. Jelita memejamkan matanya untuk sejenak, kemudian dia membukanya kembali seraya menarik napas panjang.
"Pak, Bu. Aku sudah memaafkan kalian berdua, karena ini memang murni bukan kesalahan Bapak sama Ibu. Bapak sama Ibu juga sudah bertanggung jawab membawa mama sama papa ke Rumah sakit, walaupun akhirnya takdir berkata lain," sahut Jelita, tidak menyalahkan sepasang suami istri di depannya itu. Karena dia tahu,mama dan papanyalah yang tiba-tiba menyebrang, hanya demi sebuah botol minuman mineral yang dibuang seseorang dari dalam mobil yang baru saja lewat, sehingga kecelakaan tidak bisa terelakkan lagi.
"Tapi, Nak, kami tetap merasa bersalah telah membuat kamu jadi hidup sebatang kara. Jadi, tante dan suami tante ini, sudah sepakat untuk membawa kamu ke rumah kami dan menjadikan kamu menantu kami. Kamu mau kan?"
Jelita kembali terkesiap kaget mendengar ucapan wanita yang bernama Melinda itu.
"Maaf, Ibu! aku tidak bisa, di samping aku tidak mengenal anak Ibu dan Bapak, aku juga tidak mau menikah dengan seseorang hanya karena rasa bersalah. Aku tulus memaafkan , Bapak sama Ibu dan aku tidak akan menuntut apa-apa," Jelita menolaknya dengan sopan, dan tetap memanggil kedua orang itu Ibu dan Bapak, karena dia merasa tidak seakrab itu untuk memanggil Om dan tante.
"Tapi, Om dan Tante yang mau kamu menjadi menantu kami, Nak. Ini sudah merupakan janji tante, sebelum orang tuamu meninggal. Please , kamu mau ya menikah dengan anak Tante!" Mohon Melinda dengan wajah memelas.
"Tapi, Bu. Aku sama sekali tidak berharap untuk dijadikan menantu oleh Bapak sama Ibu. Aku juga yakin kalau anak Ibu juga pasti tidak mau menikah dengan wanita sepertiku," Jelita bersikeras untuk menolak.
"Nak, kalau kamu tidak mau menjadi menantu kami, aku akan rela bersujud di depanmu, sampai kamu mau. Kalau masalah putra kami, itu urusan kami. Kami yakin dia pasti nurut dan mau menikah denganmu. Aku mohon, Nak!" Melinda nyaris saja menjatuhkan tubuhnya untuk berlutut. Beruntungnya, Jelita langsung menahan tubuh Melinda dengan raut wajah bingung mau berbuat apa.
"Bu, please jangan seperti ini! aku benar-benar__"
"Tolong, Nak! tante yakin kalau kamulah yang sesuai untuk jadi menantu kami." Melinda memotong sebelum Jelita kembali melontarkan penolakannya.
Jelita, terdiam untuk beberapa saat sembari menatap wajah Melinda yang memelas dan penuh harap. Kemudian, terdengar suara embusan napas dari mulut Jelita yang disusul oleh anggukan di kepalanya.
"Baiklah, Bu! aku bersedia!" pungkas Jelita akhirnya dengan nada pasrah, karena benar-benar tidak tega melihat raut wajah wanita itu.
"Terima kasih, Sayang!" sorak Melinda sembari menarik tubuh Jelita ke dalam pelukannya.
"Sama-sama, Bu!" desis Jelita lirih.
"Mudah-mudahan, aku mengamati keputusan yang benar," Jelita membatin dengan tersenyum tipis terkesan dipaksakan.
"Baiklah, om dan Tante pulang dulu. Kami akan menjemputmu, hari Minggu nanti. Untuk membicarakan hal ini pada anak Gavin anak kami," Pria setengah baya bernama Ganendra yang sedari tadi lebih banyak diam itu, buka suara yang disertai dengan senyuman di bibirnya.
"Baik, Pak, Bu! hati-hati di jalan!"
"Jangan panggil kami bapak dan ibu, tapi panggil kami om dan Tante ya!" ucap Melinda sebelum beranjak pergi. Sisa-sisa rasa bahagia karena kesediaan Jelita masih tampak jelas di wajah wanita setengah baya itu.
"Ba-baik, Bu eh Tante, Om!" jawab Jelita, sembari memamerkan senyum termanisnya, walaupun masih tampak jelas rasa terpaksa di senyum itu.
"Good! kami pamit ya!" Melinda dan Ganendra beranjak pergi dengan perasaan lega.
"Mudah-mudahan, putra kalian berdua yang menolak menikah denganku," batin Jelita penuh harap, sembari menatap jejak bayangan Melinda dan Ganendra yang sudah lenyap dari pandangannya.
Akan tetapi, sepertinya apa yang diharapkan oleh Jelita tidak terkabul, buktinya Sepasang suami istri itu kembali datang dan membawanya ke rumah mewah dimana kakinya menapak sekarang.
"Bi, tolong panggilkan Gavin ke sini!" Jelita tersentak kaget, dan jantungnya langsung berdetak lebih cepat dari detak jantung normal, begitu mendengar suara Melinda yang memerintahkan salah satu asisten rumah tangganya untuk memanggil pria yang digadang-gadangkan akan jadi suaminya itu.
Tbc.
Mohon selalu untuk dukungannya ya, guys..😁
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 81 Episodes
Comments
Julia Juliawati
mampir
2025-04-14
0
Wanti Suswanti
semoga kedua orang tua itu tulus sama jelita..
2023-12-27
0
Anaransi Lumipato
takutnya dia tdk dihargai dlm kel org kaya
2023-12-18
0