Dua jam yang lalu, Jelita dan Gavin sudah sah menjadi sepasang suami istri, baik itu secara agama dan hukum negara. Pernikahan mereka digelar tertutup, karena Gavin menginginkan seperti itu.
Gavin tidak siap untuk menunjukkan siapa Istrinya. Awalnya Melinda tidak setuju dengan permintaan Gavin putranya, karena dia tidak tahu alasan apa yang akan dia berikan pada Jelita nantinya, seandainya Jelita bertanya, kenapa pernikahan itu harus tertutup.
Beruntungnya Jelita tidak terlalu mempermasalahkan pernikahannya yang diadakan secara tertutup, karena pada dasarnya dirinya juga belum sepenuhnya siap untuk menikah dilihat oleh banyak orang.
Jelita yakin kalau pernikahannya diketahui oleh banyak orang, pasti banyak kata-kata yang menyakitkan yang akan dia terima nanti dari orang-orang. Wanita itu yakin kalau banyak orang yang akan menuduhnya wanita yang gila harta.
Jantung Jelita berdebar tidak karuan, sambil mengedarkan tatapannya ke sekeliling kamar yang terlihat maskulin dengan pemakaian panel dinding batu. Ruang tidur ini mencerminkan desain yang elegan dengan penggunaan warna-warna gelap. Interiornya yang modern dan mewah ditampilkan dari dinding paletnya yang berwarna netral.
"Kenapa kamarnya begini? apa tidak bisa dibuat dengan warnanya cerah? pasti itu akan lebih bagus. Tapi, kamar ini sangat besar, bahkan lebih besar dari seluruh ruangan di rumah kontrakanku," batin Jelita, menilai sekaligus mengagumi desain kamar yang merupakan kamar dari Gavin yang sudah sah menjadi suaminya. Itu berarti kamar ini juga akan menjadi kamarnya.
Jelita mendaratkan tubuhnya duduk di atas ranjang dan tersenyum sembari menghentak-hentakkan panggulnya ke ranjang yang baginya sangat empuk itu.
"Wah, empuk sekali! sepertinya aku akan tidur nyenyak di sini, sampai lupa untuk bangun," gumam Jelita, sembari tertawa sendiri, menertawakan pemikirannya yang konyol.
Jelita seketika kembali berdiri dengan gugup, begitu mendengar seseorang yang membuka pintu.
Benar saja Gavin terlihat masuk, dengan raut wajah datarnya. Pria itu tampak berdiri di depan pintu dan menatap Jelita dengan tatapan sinis. Pria itu kembali menatap penuh kritik tubuh Jelita mulai dari atas sampai ke bawah, karena penampilan Jelita yang sudah kembali pada penampilannya yang seperti biasa.
"Kamu sudah datang, Mas?" Jelita mencoba menyapa untuk mencairkan kebekuan yang sempat terjadi.
Bukannya menjawab, Gavin malah berjalan ke arah meja yang ada di kamar itu, dan melepaskan jam tangan dari pergelangan tangannya.Kemudian pria itu dengan santainya melemparkan jas yang dipakainya ke arah ranjang, lalu melepaskan dasinya.
Jelita yang merasa canggung, dan tidak tahu mau berbuat apa, mencoba untuk berinisiatif meraih jas dari atas kasur.
"Jangan sentuh barang-barangku! itu jas mahal. kalau disentuh sama tanganmu, akan berubah menjadi barang murah," celetuk Gavin dengan dingin dan ketus.
Jelita sontak mengurungkan niatnya untuk menyentuh jas itu. "Masa sih, kalau aku sentuh jadi barang murah? kalau gitu nanti aku akan sentuh kamu, biar kamu juga jadi murah," ucap Jelita yang sayangnya hanya berani dia untuk
ucapkan dalam hati. Gadis polos itu tidak seberani itu untuk mengucapkan secara langsung. Bahkan untuk melakukan apa yang ada di pikirannya tadi, belum tentu dia berani.
Jelita terlihat kembali bingung mau melakukan apa. Wanita itu mencoba untuk menarik laci nakas, yang ada di dekatnya, tapi sebelum dirinya berhasil menarik laci itu, lagi-lagi terdengar bentakan dari Gavin.
"Bukannya sudah aku bilang, kalau kamu tidak boleh menyentuh barang-barangku? apa kamu tuli atau pura-pura tidak dengar?" Gavin menatap Jelita dengan tatapan yang sangat dingin, hingga membuat Jelita bergidik ngeri.
"Hmm, jadi sekarang aku mau ngapain?" Jelita bersuara dengan takut-takut.
"Terserah! yang penting jangan dekat-dekat denganku! tubuhku alergi dekat dengan wanita jelek sepertimu." cetus Gavin santai, tanpa memikirkan apa kata-kata yang terlontar dari mulutnya, menyakitkan bagi lawan bicaranya atau tidak.
"Apa aku sejelek itu? hei,asal kamu tahu, jelek-jelek begini banyak yang suka denganku," ucap Jelita yang lagi-lagi hanya berani dia ucapkan dalam hati.
Jelita mengangkat bahunya kemudian mengembuskan napasnya ke udara dengan sekali hentakan. Wanita itu nyaris saja hendak mendaratkan panggulnya kembali ke atas ranjang.
"Hei, jangan duduk di atas ranjang. Nanti ranjang itu penuh dengan virus yang ada di badanmu!"
Jelita mendegus, sambil memejamkan matanya sejenak. Ingin sekali dia menarik pria itu dan memeluknya dengan erat, biar sekalian virus yang katanya ada di tubuhnya menempel di tubuh Gavin suaminya. Namun lagi-lagi itu hanya tinggal niat semata. Untuk melakukannya, Jelita tidak berani sama sekali.
"Jadi aku tidur di mana?" tanya Jelita, berusaha menahan diri untuk tidak marah.
"Terserah! kamu mau tidur di lantai silakan! mau tidur di sofa silakan! yang penting jangan di atas ranjang, mengerti?" bentak Gavin seraya melangkahi kakinya menuju kamar mandi.
"Asal kamu tahu, tadi aku sudah duduk di kasur mu," batin Jelita, sembari menatap punggung Gavin yang baru menghilang di balik pintu kamar mandi.
"Apa kamu sudah mandi?" Jelita yang hendak mengayunkan kakinya, melangkah ke arah sofa, terlonjak kaget, karena suara Gavin yang terdengar tiba-tiba.
"Apa dia mau mengajakku mandi bersama, seperti pengantin baru pada umumnya?" batin Jelita sembari menggigit bibirnya tanpa menoleh ke belakang.
"Hei, apa kamu tuli? aku lagi bertanya, kenapa kamu nggak jawab?" bentak Gavin yang terdengar marah.
Jelita memutar tubuhnya, dan melihat kepala Gavin yang menyembul dari balik pintu. Tatapan pria itu sangat tajam bak belati yang siap menghujam jantungnya, hingga membuatnya Jelita seketika bergidik ngeri.
"Su-sudah tadi, Mas. Apa ,Mas marah karena aku mandi duluan?" tanya Jelita dengan suara pelan dan gugup.
"Siapa yang marah? aku cuma mau tanya,sabun dan handuk mana yang kamu pakai? aku tidak mau memakai barang yang sudah kamu sentuh,"
Gavin melontarkan ucapannya tanpa perasaan, membuat manik mata Jelita, berkilat-kilat penuh dengan cairan bening.
"Apa salahku? segitu jijiknya dia dengan tubuhku? Bukan salahku, aku terlahir tidak secantik bidadari dan miskin kan?" batin Jelita sembari mengangkat wajahnya ke atas untuk mencegah agar air matanya tidak keluar.
Jelita melangkah mendekat ke arah kamar mandi, hingga membuat wajah Gavin berubah panik.
"Mau ngapain kamu ke sini?" Gavin mempertajam tatapannya.
"Aku mau menunjukkan sabun dan handuk yang tadi aku pakai, Mas. Aku lupa apa nama sabun itu, karena aku sama sekali tidak pernah memakai sabun yang seperti itu," jawab Jelita dengan bibir yang bergetar, karena menahan tangis.
"Tapi kamu tidak akan masuk ke sini! apa kamu mau memancingku, untuk menyentuhmu? tidak akan dan jangan mimpi!" Gavin menutup pintu dengan keras tepat di depan wajah Jelita.
Air mata yang dari tadi berusaha dibendung oleh Jelita, akhirnya berhasil menjebol bendungan yang dibangun oleh wanita itu. Pipi Jelita kini sudah banjir dengan air mata.
Tbc
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 81 Episodes
Comments
phoebe
ntar jg bucin
2024-05-19
0
Eity setyowati
sabar ya jelita
2024-04-03
0
mybaby
/Facepalm/
2024-03-13
0