Kepergian Aline dari rumahnya membuat Bu Leli merasa lega. Di belakang Aline, Bu Leli merasa bersyukur anaknya tak lagi pacaran dengan Aline.
Ia lebih setuju Derald bersama Chyntia. Beberapa kali ikut dengan Derald kerumahnya membuat Bu Leli dengan bangganya memperkenalkan Chyntia kepada teman-temannya. Bahwa calon menantunya adalah artis yang sedang banyak di gemari para ibu-ibu sekarang ini.
“Untung Derald enggak jadi sama dia. Kalau benar jadi malu banget ibu, sama teman ibu punya calon mantu enggak ada cantik dan menariknya sama sekali.” Gerutu Bu leli seraya mengintip kepergian Aline dari kaca jendelanya.
“Loh, sudah pulang Kak Aline nya. Ko cepet banget! Ini minumannya kan baru jadi, minum dulu, kek!” ucap Siska heran seraya meletakkan minuman yang akan disuguhkannya untuk Aline.
“Sengaja ibu omongin hubungan kakakmu dengan Chyntia biar cepet pulang. Lagian apa sih yang di lihat Derald ko, mau pacaran sama Aline. Sekarang Ibu bersyukur deh Derald dekat sama Chyntia.”
“Jangan begitu Bu! kasihan Kak Aline. Dia baik banget ‘kan sama kita. Ibu juga terima terus kalau ngasih sesuatu. Bahkan Ibu pernah meminta bantuan dia loh, minjem uang buat lunasin Bank Emok.” Sarah mengingatkan.
“Itu dia yang kasih ya, bukan Ibu yang minta! Ya, Ibu terima saja, namanya juga di kasih. Pamali nolak rejeki.” elaknya.
Siska menggelengkan kepala. Heran dengan sikap ibunya yang langsung berubah di belakang Aline.
“Yeh, itu sih emang maunya Ibu!” Siska meninggalkan Bu Leli dengan nampan di tangannya menuju dapur lalu tinggalkannya gelas berisi minuman itu di atas meja.
Bu Leli kembali duduk di sofa setelah melihat Aline pergi meninggalkan halaman rumahnya.
“Ini minuman kelihatannya ko seger banget ya! Ibu minum aja ya, Sis? Sayang sudah di bikin, enggak ada yang minum!” teriak Bu Leli mengarah ke dapur agar Siska bisa mendengarnya.
Tak mendengar respon dari Siska. Bu Leli segera meneguk minuman jeruk dingin yang tersaji di meja tamu. Bu leli merasa puas sudah membuat Aline patah hati dan pergi dengan cepat dari rumahnya.
***
Aline meninggalkan Rumah Derald dengan rasa kecewa di hatinya. Karena masih penasaran dengan kebenaran yang di ucapakan Bu Leli, ia melanjutkan perjalanan ke tempat syuting di mana Derald berada di sana.
Sebelumnya Derald sering mengingatkan Aline agar tak menemuinya di lokasi syuting karena di sana akan ada saja wartawan yang akan meliput semua gerak geriknya.
Padahal sebelum sibuk seperti sekarang ini, Derald sering menemuinya di tempatnya bekerja meski tak banyak yang tahu pertemuan mereka.
Dengan tekad dan rasa penasaran yang masih memenuhi pikiran Aline, Ia berusaha mencari Derald meminta penjelasan tentang semua ini. Aline sering melihat berita tentang kedekatan Gerald sebagai aktor pendatang baru dengan artis cantik yang menjadi lawan aktingnya di sinetron, tapi dia percaya Derald tidak akan mengkhianatinya.
Sekarang Aline sudah berada di lokasi syuting. Matahari sudah mulai mencondongkan dirinya ke ufuk barat, sehingga suasana di lokasi tersebut terlihat sedikit gelap. hanya beberapa lampu yang menyala sehingga memberikan sedikit pencahayaan.
Para Kru yang membantu saat syuting pun terlihat meninggalkan lokasi satu persatu. mungkin waktu syuting sudah berakhir.
Aline berjalan menyusuri gedung dan taman dengan penerangan lampu yang kurang. Ia terus berjalan menyusuri lokasi syuting itu menuju ruang istirahat yang di tunjuk oleh salah satu kru yang ada di sana. Aline menyebut dirinya saudara dari Derald sehingga kru memberitahu keberadaan Derald.
Aline masih menyusuri setiap ruangan yang di lewatinya sambil menyedot minuman Boba rasa cokelat dengan wafer rasa kacang di tangan kiri yang di beli di jalan saat menuju lokasi syuting. Masih keadaan sedih dan kecewa perasaannya akan lebih tenang jika ia meminum dan ngemil makanan manis bercampur gurih. Itulah sebabnya jerawat yang ada di wajahnya masih betah hadir menghiasi wajahnya.
Di sudut ruangan, saat berbelok mendekati ruang istirahat para artis, Aline menabrak seseorang dan membuat minuman di tangannya tumpah mengotori pakaian orang yang ditabraknya.
Byuurrr
“Aaagrhhh, Sialan! Eh, lu kalau jalan lihat jalan dong, gimana sih! Basah ‘kan baju gue, tanggung jawab enggak lu?” omel Galen tanpa memandang ke arah si penabrak dirinya. Ia sibuk mengibaskan cairan berwarna cokelat menggunakan sapu tangan yang di ambilnya di saku celananya.
Galen Alexander -- Pria berumur 28 tahun, menyukai kebebasan. Berpenampilan urakan dengan beberapa anting di telinganya. Kerap kali di sebut preman karena penampilannya. Ia Pandai menutupi jati dirinya.
Aline langsung menunduk takut, melihat penampilan Galen yang seperti preman dengan dua anting di telinga kanannya.
”Maaf, Aku enggak sengaja,” ucapnya pelan takut orang yang ada di hadapannya bertambah marah kepadanya. Aline sadar kalau dia yang salah di sini.
Galen menegakkan pandangannya setelah membersihkan cokelat dan butiran boba yang menempel di bajunya. “Lu, udah pake kacamata setebal ini, masih aja enggak lihat jalan.” Galen menunjuk kacamata yang di pakai Aline. Membuat orang yang disudutkan itu semakin menundukkan pandangannya.
“Maaf” lirih Aline semakin tertunduk.
“Eh, lu dari tadi Cuma bisa ngomong maaf doang. Kalau ngomong tuh sini lihat lawan bicara lu!” Galen menyentuh dagu Aline lalu mengangkatnya membuat kedua netra milik mereka bertemu.
Galen terpaku saat melihat Netra berwarna cokelat milik Aline dengan bulu mata lentik di balik kacamata besar yang di pakainya. Netra itu terus mengedip kearahnya. dihempaskan kasar tangan yang memegang dagu itu oleh Aline, membuat Galen tersadar sudah mengagumi keindahan mata indah itu.
“Lepasin, aku kan sudah minta maaf!” Aline sedikit menjauhkan dirinya dari hadapan Galen.
“Sini ... ikut gue!” Galen menarik tangan kiri Aline dan menariknya ke belakang gedung tersebut.
“E-eh mau kemana nih, aku lagi nyari orang. Nanti keburu pulang orangnya.” Cegah Aline.
Tanpa mendengar ocehan Aline. Galen mengajaknya ke sudut ruangan menuju toilet pria.
Sesampainya di depan toilet tersebut Galen baru melepaskan genggaman tangannya dengan Aline.
“Lu, tunggu di sini, gadis bermata empat. Awas jangan coba lari dari tanggung jawab. Gue bakalan bikin perhitungan sama lu!” ancam Galen saat hendak masuk toilet pria.
“Apaan si lu, nyebelin banget. Emang gue ngapain lu, sampai harus tanggung jawab segala? Satu lagi jangan pernah nyebut gue gadis bermata empat denger enggak lu! gue punya nama, ALINE ...,Panggil nama itu,” hardik Aline.
Emosinya langsung naik saat mendengar Galen menyebutnya gadis bermata empat. Ia menjadi teringat dengan ejekan dari teman sekolah kepadanya. Ia selalu mendapatkan panggilan gadis bermata empat saat mereka memanggil dirinya.
Galen terkejut dengan sikap Aline yang langsung berubah seketika. Gadis penakut yang di lihatnya tadi berubah ganas saat ia menyebut gadis bermata empat.
“Waw ... bisa galak juga nih cewek. Berani nyebut lu, gue” batin Galen.
“Kenapa lu bengong cepetan masuk, gue enggak bakalan kabur. Apa mau gue anter lu kedalam” berang Aline. Bicaranya masih dengan nada emosi.
“Engga usah. Gue bisa sendiri.” Galen hendak masuk ke dalam toilet pria sejenak langkahnya terhenti dan berbalik badan ke arah Aline lalu kembali berkata, awas jangan kabur lu,” tunjuk Galen pada Aline.
“Iya tenang aja” balas Aline masih emosi.
Aline berdiri menyender pada dinding. Di ujung koridor dekat toilet, Aline melihat sosok yang begitu ia kenal sedang menggandeng wanita berambut panjang dengan pakaian yang memperlihatkan bentuk tubuh se*sinya. Tangannya terlihat memeluk pinggang wanita itu. Postur tubuh dan suara yang tak asing baginya membuat Aline tanpa sadar berjalan mengikuti langkah mereka.
Tubuh wanita cantik dengan bodynya mirip gitar spanyol yang ia ketahui sebagai Chyntia lawan akting Derald. Alone melihat Derald mendorong dan menghimpit wanita itu ke dinding. Aline melihat tubuh kekasihnya tak berjarak dengan Chyntia, kedua bibir mereka menempel lekat, saling beradu lalu saling membelit lidah dengan gerakan saling menuntut. Tubuh Aline mematung, matanya membulat, jantungnya di paksa berhenti saat itu juga. Menyaksikan kekasihnya melakukan hal itu di depan matanya.
Aline hanya bisa menutup mulut dengan kedua tangannya. Hatinya sakit, perih, ingin rasanya ia berteriak saat itu.
Perlahan ia mundur selangkah demi selangkah saat melihat satu tangan Derald menyelinap ke dalam balutan kain atas yang menempel di tubuh Chyntia. Aline makin membulatkan matanya, menggelengkan kepala melihat Derald melakukan itu kepada Chyntia.
Hal yang tidak pernah Derald lakukan pada Aline. Bahkan untuk mencium bibirnya pun tidak pernah. Hanya kecupan singkat di kepala. Pernah Aline menanyakan hal itu kepada Derald. Jawabannya kalau sayang tidak akan merusak, Itulah alasannya Derald tidak pernah mah mencium bibir Aline.
Ia terus berjalan mundur, tak melihat ada tong sampah di belakangnya membuat benda tersebut jatuh dan menimbulkan bunyi keras di koridor itu. Aktivitas kedua insan yang sedang di mabuk asmara itu terhenti.
Derald pun terkejut dengan kehadiran wanita yang menutup mulut di hadapannya. Air mata sudah menetes perlahan di pipi Aline.
“Aline ...” ucap Derald pelan, Ia meregangkan tangan yang memeluk tubuh Chyntia, lalu menjauh dan berbalik mendekati Aline, kemudian kembali berucap, “Aline, Aku bisa jelaskan ini.” Derald mencoba berbicara lalu berjalan mendekat kearah Aline.
Chyntia terlihat merapikan pakaiannya yang tersingkap karena ulah Derald lalu menatap kesal ke arah Aline karena sudah menganggunya.
Aline menggeleng lalu mengangkat tangan agar Derald berhenti melangkah.
“Cukup, Derald tak perlu kamu jelaskan semua itu. Aku sudah mengetahui semuanya dari Ibumu. Ternyata benar ya, ini bukan sekedar settingan pacaran yang kamu ucap kan kepadaku agar menaikkan popularitas semata. Tapi ini adalah kebenaran yang kamu tutupi dari Aku,” ucap Aline dengan senyum kecewa.
“Sudahlah, Sayang! Dia sudah tahu sendiri ‘kan jadi kamu tak pelu repot menjelaskan kepadanya.” Chyntia mendekati Derald dan mengapit tangannya.
“Lagian apa sih, istimewanya gadis norak ini! Tampang dan penampilannya tak menarik sama sekali. Dia cewek yang selalu nelpon kamu ‘kan? enggak tau diri ya ni cewek, udah di tolong sama Derald, jadi pacar bohongan di depan ayahnya, memanfaatkan uang kamu juga sekarang malah minta lebih." ejek Chyntia. "Kasih uang aja deh, biar dia cepet pergi dari sini, Beb! uang kan yang dia minta?” ucap Chyntia seraya menggoyangkan tangan Derald.
Ucapan Chyntia membuat Derald diam tak bersuara. Merasa takut Aline akan membongkar semuanya kebohongannya di depan Chyntia dan menghancurkan segalanya.
Aline mengepalkan tangan mendengar penuturan Chyntia, kebohongan apalagi yang di ucapkan Derald kepada Chyntia. Dengan keberanian Aline mengangkat dagu memberikan tatapan sinis kepada Derald.
“Kenapa kamu diam saja, apa Kamu takut ucapan itu terbukti hanya omong kosong atau ucapan itu untuk kamu sendiri, memanfaatkan kebaikanku demi terwujudnya keinginanmu." Aline menatap Derald dengan rasa kecewa dan marah.
"Jangan pernah membawa nama ayahku dalam kebohongan mu, Derald. Mulai sekarang aku tidak lagi mengenalmu!" ucap Aline tegas.
Aline baru sadar dengan kebodohannya selama ini, ternyata ia hanya di manfaatkan oleh Derald.
"Dan kamu, wanita cantik yang saat ini berada di atas angin, ingatlah dunia terus berputar hari ini kalian berada di atas. Suatu saat nanti kalian akan merasakan keberadaan kalian di bawah. Dan di saat itu kecantikan ku akan melebihi dirimu dan posisi kita akan bertukar. aku lebih terkenal dari kalian!" Aline menekankan perkataan terakhirnya. Ia murka dengan penghinaan dan kebohongan yang di dapat saat ini.
Derald dan Chyntia terpaku melihat keberanian Aline yang menantang mereka.
Aline berbalik arah berjalan keluar koridor dengan mengusap air mata yang masih mengalir di pipinya. Di hatinya ia berucap akan membalas semua sakit hatinya. Ia bertekad akan merubah penampilannya melebihi Chyntia.
“Heh, tuh cewek. Ngadi - ngadi aja kalau ngomong! mana bisa penampilan kaya gitu berubah melebihi penampilanku. Mimpi dia! Ayo, sayang antar aku dulu ke toilet mengganggu kemesraan kita saja,” ajak Chyntia seraya menarik tangan Derald yang masih terkejut dengan sikap Aline yang tak pernah di lihatnya.
Di balik tembok tak jauh dari mereka bertiga, ada seseorang yang memperhatikan pertikaian ketiga orang itu. Dia mendengar semua ucapan yang mereka ucapkan.
“Kasian banget tuh cewek bermata empat. E-eh, Aline. Ternyata dia di manfaatin itu orang! gue paling enggak bisa lihat orang memanfaatkan orang lemah, gue bakal bantu lu, gadis cupu," batin Galen.
Langkah Aline terhenti di ujung ruangan sepi. Tubuhnya merosot ke lantai begitu saja, di ditenggelamkannya wajah yang penuh air lelehan air mata itu diantara kedua kakinya yang di tekuk. Tak ada orang lain di tempat itu, beberapa kru sudah mulai pamit pulang. Hanya tinggal beberapa yang masih berada di sana.
Galen berdiri di samping Aline, menyandarkan tubuhnya di dinding dengan tangan yang di lipat di depan dada dan kaki yang di silang di atas satu kaki yang menahan tubuhnya.
“Omongan orang yang meremehkan penampilan lu itu, harus lu jadikan motivasi buat lu berubah. Jangan cengeng begini. Payah ... bangun! jadi cewek tuh harus kuat. Gue bantu lu kalau lu mau merubah penampilan?” hibur Derald.
bersambung.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 257 Episodes
Comments
Yura dania
Kasian Aline. tapi aku suka dengan ceritanya baru dua bab udah nyentuh banget ke hati, aku selalu baca rekomendasi novel dari kak Sus ini novel ketiga yg cocok denganku dari sekian banyak novel yg di promkan.
2022-09-17
1
Asni J Kasim
Jangan sampai klepek klepek lu Gelen 😆😆. Gadis bermata empat biasanya cantiknya luar biasa
2022-08-30
1
Asni J Kasim
Tajam amat itu mulut bambang 🤣
2022-08-30
1