Aline mendongak ke arah sumber suara di sampingnya. Ia melipat kaki bersila di atas lantai, lalu membuka kacamata lebar yang menutupi mata yang penuh dengan air mata.
Di usapnya mata yang masih menyisakan sedikit lelehan butiran bening sambil sesekali terisak.
“Lu enggak ngerasain sakit hati yang gue rasain!” Aline masih menangis tersedu-sedu. Ia sepeti anak kecil yang menginginkan sesuatu.
“Gue udah puas merasakan sakit hati, hidup tuh dinikmati lu bisa balas sakit hati dengan buktiin kalau lu bisa lebih baik dari pada mereka!"Galen berdiri di hadapan Aline kemudian melempar baju kotor ke pangkuannya.
“Nama gue Galen! Itu ... baju kotor yang kena cokelat karena lu nabrak gue! Dan lu harus tanggung jawab, besok balikin ke gue dan itu harus bersih dan wangi!” ucap Galen lalu berbalik hendak meninggalkan Aline yang terkejut di lempar baju kotor oleh Galen.
“Besok temuin gue di alamat yang gue selipkan di baju itu pukul sepuluh pagi. Sekalian lu harus udah balikin baju gue, inget harus bersih dan wangi” titahnya. Galen pun berlalu dari hadapan Aline, meninggalkannya yang termangu mendengar perkataan Galen.
“Tuh orang nyebelin banget sih. Mau nolongin, apa memerintah sih? Ko kayak yang kudu banget di ikutin.” Aline menggeleng heran. Di bukanya baju kotor yang terkena noda cokelat dari minuman, diambilnya kartu nama yang diselipkan pada baju kotor sesuai ucapannya.
“Rumah Beautiq’. LPS (Lembaga Pendidikan Sanggarwati). Aline termenung sambil berpikir saat membaca tulisan pada kartu yang dipegangnya. Ia sangat tahu betul, tempat yang berada dalam kartu nama itu adalah lembaga pendidikan yang mengajarkan kursus pendidikan untuk kepribadian, optimalisasi diri, etika berkomunikasi dan serta cara berpenampilan ala model di atas panggung dan kepercayaan diri.
Dirinya sempat berkeinginan untuk masuk kelas tersebut, tapi diurungkannya karena keterbatasan waktunya. Dia sibuk dengan pekerjaan yang menguras waktu dan otaknya.
Aline teringat akan bujuk rayu Derald yang sudah menipunya memberikan cinta palsu kepada Aline dan memanfaatkan kebaikannya. Aline berpikir, apakah dia harus ikut bimbingan di sanggar itu.
Akhirnya Aline pulang dengan hati sedih dan terluka. Rasa sakit itu masih membekas. Mengenai Informasi dari Galen ia akan memikirkannya nanti. Saat ini, Aline hanya ingin segera pulang kerumahnya.
Semalam Aline pulang kerumah cukup larut malam. Dia sering membawa kunci cadangan rumah sehingga tak perlu repot membangunkan penghuni rumah yang sudah tertidur lelap.
Pagi ini Aline sudah mengambil keputusan ia akan datang ke alamat yang diberikan Galen. Bukan untuk menerima, melainkan untuk menolaknya. Aline tidak mau orang lain ikut campur dalam masalahnya.
Aline duduk bersama ibu dan ayahnya di meja makan. Ia diam tak bersuara. Beruntung mata sembab nya tak begitu terlihat oleh ayah dan ibunya. Tertutupi oleh kacamata besar yang selalu dipakainya.
“Bagaimana dengan rencana pernikahan mu dengan Derald? Sudah kamu sampaikan pesan Ayah kepadanya?” tanya Ayah serius.
“Aline minta maaf yah, kemarin Aline dan Derald sudah mengambil keputusan untuk menundanya. Aline ingin bekerja dulu, banyak hal yang ingin Aline capai begitu juga dengan Derald. Dia sibuk dengan jadwal syuting nya akhir-akhir ini” Aline berucap tanpa memandang wajah ayah, Dia masih berbohong tentang putusnya hubungan dengan Derald. Rasanya tak sanggup, jika ia berkata jujur.
Ayah Aline menghela nafas. Mendengar keputusan Aline dan Derald. Beliau sangat mengharapkan anaknya bisa cepat menikah, tapi ia tak bisa memaksa semua keputusan berada di tangan anaknya.
“Ayah tidak bisa memaksa kalian jika itu sudah keputusan kalian berdua. Ayah hanya berpesan segeralah menikah, ayah sudah tua, ingin segera menimang cucu! Lagi pula kemana Derald akhir-akhir ini? apa setelah terkenal dia tak ingin bertemu dengan kita lagi? Apa di malu mempunyai calon mertua dengan keadaan kita seperti ini?” tanya Ayah sendu.
“Tidak yah, mungkin Derald sedang sibuk.” Aline masih membela Derald di hadapan Ayah dan ibunya.
“Ya sudah, kamu sudah bersiap pergi bekerja? Mau Ayah antar?” Ayahnya menawarkan diri untuk mengantarkannya.
Aline menggeleng cepat.“Enggak usah, Yah! Aline pergi sendiri saja,” tolaknya halus.
“Baiklah kalau begitu, hati-hati di jalan, jangan ngebut,” ucap Ayah.
Aline mengakhiri sarapannya. Makanan miliknya masih tersisa di piringnya. Rasanya Aline tak bersemangat mengisi amunisi untuk perutnya. Nafsu makannya hilang sejak kemarin.
Semalam ibu Winda tak sengaja mendengar Aline menangis sambil mengungkapkan kekecewaannya menatap foto Derald di tangannya. Ibu Winda tak menanyakan hal itu pagi ini karena ia tahu sifat Aline yang tak pernah ingin orang tua nya tahu keadaan sebenarnya. Ibu Winda hanya terus mendoakan yang terbaik untuk anaknya. Ia akan bertindak jika Aline sudah tak sanggup melewatinya.
Pagi itu pun Aline berpamitan kepada Ayah dan ibunya untuk pergi bekerja.
“Aline pamit berangkat dulu.” Aline berdiri lalu menghampiri ibunya untuk bersalaman, mencium tangan ibu dan Ayahnya dengan takzim kemudian bergegas ke arah garasi mengeluarkan motor matic andalannya.
“Maafkan Aline, ayah, ibu. Aline sudah membohongi kalian. Aline janji akan berusaha berubah lebih baik. Biar nanti kalian juga bangga sama Aline.” Ucapnya dalam hati.
Aline pun pergi ke kantor dengan berat hati dan tak ada semangat dalam dirinya.
Pukul sepuluh lebih lima belas menit Aline tiba di alamat yang Galen berikan kemarin. Kebetulan Rumah Beautiq’ dengan kantor stasiun televisi FMC TV tempatnya bekerja berseberangan. Karena itulah Aline begitu hapal dengan sanggar Rumah Beautiq’ yang begitu terkenal memberikan pelajaran untuk membangun karakteristik seseorang.
Setiap hari Aline melewati gedung tersebut jadi tak asing baginya untuk datang menemui Galen di sana.
Galen sendiri sudah menunggunya lebih dulu.
Dengan langkah perlahan Aline mencoba masuk ke gedung itu, tapi suara seseorang mencegat membuat langkahnya terhenti.
“Gimana lu mau sukses, lu telat sepuluh menit dari waktu yang di janjikan.” Galen menatap arloji yang melingkar di tangannya.
Aline menoleh ke arah sampingnya.“Gue engga janji bakalan datang ke sini ya,” ucap Aline marah.
“Buktinya lu ke sini? Ck, lu buang-buang waktu berharga orang yang mau nolong lu!” Galen melangkah hendak meninggalkan Aline.
“Tunggu ...” panggil Aline.
Langkah Galen terhenti saat Aline memanggilnya.
”Sorry! Gue enggak bisa terima tawaran kebaikan dari lu.” Aline menunduk sedih.
“Gue masih belum siap buat ngelakuin apapun. Thank’s banget lu udah peduli sama gue. Ini baju lu, udah gue cuci semalem. Udah wangi dan bersih.” Aline menyerahkan baju Galen yang kotor karena ulahnya.
Galen menerima baju kotor itu dari tangan Aline. Ia diam melihat Aline yang lesu seperti tak ada gairah hidup.
“Cemen banget sih lu, jadi cewek. Kondisi lu tuh kaya hidup segan mati tak mau.” Ejek Galen.
“Bodo! Terserah gue, hidup gue yang jalanin. Kenapa lu yang repot!” Aline berbalik meninggalkan Galen.
Galen menatap kasian dengan kepergian Aline. Ternyata malam itu bukanlah pertemuan pertamanya dengan Aline. Sudah lama Galen sering bertemu Aline di setiap pagi saat Aline berbagi kebaikan dengan orang lain. Karena itulah kali ini ia ingin membantu Aline.
Satu bulan kemudian
Aline melewati hari-hari seperti biasa. Ia berusaha berdamai dengan keadaan. Putus dengan Derald membuatnya menyemangati diri sendiri agar bangkir dari keterpurukannya.
Berita hubungan Derald dan Chyntia pun ramai di perbincangkan di televisi dan media sosial. Aline lebih memilih mengacuhkannya.
Pagi ini, Aline tak sarapan di rumah. Dia akan membeli sarapan di warung makan tak jauh dari kantornya.
Aline selalu membeli dua bungkus dengan menu yang sama, tapi berbeda kantong. Setelah mendapatkan menu sarapan yang diinginkan, Aline memasuki tempat parkiran motor di gedung tempatnya bekerja. Ia berjalan memutar setelah memarkirkan motor matic miliknya. Dicarinya sosok wanita tua yang selalu duduk di pinggir jalan tepat di depan gedung tempatnya bekerja.
Makanan yang dibelinya selalu di berikan kepada wanita tua itu. Aline merasa bersyukur jika tak bisa sarapan di rumah ia bisa bersedekah seperti ini, membelikan makanan untuk orang yang membutuhkan meski cuman satu bungkus nasi untuk sarapan.
Kebiasaan yang di lakukan Aline selalu di perhatikan oleh Galen. Pria yang hendak memberikan bantuan tapi di tolaknya.
Aline merasa senang dan mengembangkan senyum setiap habis bersedekah. Dalam hati Aline selalu meniatkan agar apa yang ia lakukan bisa mempermudah rejeki dan urusannya.
Tatapan teman sekantornya seakan meledek dan mencurigainya saat ia memasuki ruangan tempatnya bekerja.
“Eh tuh, lihat cewek bermata empat! Kenapa dia dari tadi senyum-senyum sendiri.” Risa berbisik kepada Mira teman satu ruangan dengan Aline.
Ting
(suara notifikasi pesan dari ponsel miliknya terdengar nyaring)
“Gila ... Tuli apa lu, Lin! Suara notifikasi pesan aja kenceng bener volumenya.” Risa Kembali mengejek Aline.
Aline tak pernah menanggapinya. Aline cuek dengan sikap teman-teman nya di kantor yang selalu mengejek dan meremehkannya.
Pesan siaran yang dikirimkan oleh salah satu temannya di sekolah dulu.
Undangan untuk seluruh Alumni SMAN 1 Bakti Nusa Jakarta.
Untuk acara reuni yang akan di selenggarakan pada:
Hari Minggu, 19 Februari 2019
Waktu: 08.00 malam sampai selesai.
Tempat : Gedung serbaguna karya kencana lantai 2
Tema kostum : kostum Halloween
Diharapkan kedatangan semua Alumni dari angkatan tahun 2013 Sampai 2016
Note: wajib berpenampilan sesuai tema kostum
Aline berpikir akan datang ke acara tersebut. Hal pertama yang ingin ia lakukan adalah mengobati jerawat yang masih melekat di wajahnya.
Masih ada waktu dua Minggu untuknya menjalani terapi di klinik kecantikan meski ia harus mengeluarkan tabungannya untuk itu.
bersambung.....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 257 Episodes
Comments
Yura dania
Semangat Aline bikin si derald derold itu nyesel💪
2022-09-17
0
Asni J Kasim
Nah, sekali kali perawatan, Lin. Biar makin cantik
2022-08-30
1
Riskejully
biar orang orang pada bilang, "Ku kira cupu, eh ternyata suhu" Semangat Lin, semangat juga Thor
2022-08-29
1