Pelet Selendang Ijo
Di jaman penjajahan Belanda, sekitar tahun 1900 M, terdapat suatu wilayah di bawah bukit, dan wilayah itu dinamakan desa kembang.
Penghuni Desa kembang terkenal di seluruh pelosok negeri karena di desa itu, terdapat banyak penari yang cantik dan rupawan.
Beberapa prajurit belanda terkadang singgah di desa itu untuk menyaksikan penari cantik sambil melepaskan kepenatan setelah seharian bekerja.
Di pinggir jalan desa, sosok wanita berusia 13 tahun yang bernama Ririn, sedang berjalan bersama kakak nya Tumini yang berusia 15 tahun.
"Kakak, apakah kita hampir sampai di rumah aki mamang?" tanya ririn sambil terus berjalan mengikuti kakak nya.
"Ririn, kita hampir sampai"
"Jika nanti kita telah sampai di rumah aki mamang, sampaikan salam kepadanya dan jangan lupa menundukkan kepala kepadanya" ujar Tumini mengingatkan adiknya.
"Baiklah kak" jawab ririn tanpa bertanya lagi kepada tumini karena dia tau kakaknya tak mungkin menjawab pertanyaannya.
"Nah, sudah sampai" ucap Tumini sambil tersenyum senang.
"Ini rumahnya aki mamang, pemilik ilmu pelet yang terkenal itu" ujar Tumini sambil terus masuk ke halaman rumah aki mamang.
"Tok tok tok" Tumini mulai mengetuk pintu rumah aki mamang yang terlihat masih tertutup rapat.
Tiba-tiba pintu terbuka sendiri tanpa ada yang membukakan pintu. Rupanya aki mamang memiliki seorang jin penunggu pintu rumahnya yang setia menunggu para tamu yang datang ke rumahnya.
"Ayo, ririn"
"Masuklah" ajak Tumini kepada Ririn
"Jangan lupa bungkukkan badanmu" kata Tumini mengingatkan Ririn.
"Iya kak" jawab Ririn pendek.
Setelah mereka berdua masuk ke dalam rumah aki mamang, pintu rumah aki mamang tertutp dengan sendirinya.
"Ah, kak tumini, aku takut" ujar Ririn. wajah takut terlihat di raut wajah Ririn yang masih sangat lugu.
"Sudahlah"
"Kau tak perlu takut"
"Apakah kau tak ingin kita menjadi penari terkenal di desa?" ujar Tumini sambil menadik lengan Ririn.
"Ya mau kak,"
"Tapi, tidak dengan rasa takut seperti ini" jawab Ririn polos
"Kau jangan takut"
"Ada aku disini"
"Bersembunyilah di belakang tubuhku"
"Biar aku yang akan menghadap Aki mamang"
"Kau diam saja"
"Ikuti apa yang aku lakukan" jawab Tumini mengarahkan adiknya.
"Baiklah kak" jawab Ririn.
Tak terasa Ririn dan Tumini sampai ke tempat praktik aki mamang. Suasana sedikit remang-remang. Hanya ada lilin kecil di kamsr itu.
Terlihat aki mamang telah duduk di tempat praktik nya dengan membawa sebilah keris di hadapannya.
Wewangian dupa dan kembang melati sangat menyengat hidung membuat bulu kuduk Ririn makin berdiri tegang.
Tumini segera duduk disusul Ririn yang ikut duduk dibelakangnya. Setelah memulai duduk, Tumini segera mengutarakan keinginan nya.
"Aki mamang, saya datang ke kediaman aki mamang karena ingin menjadi penari yang disukai banyak orang" ucap Tumini
Aki mamang terdiam dan hanya memandang ke arah Tumini dan Ririn sambil menghisap rokoknya.
Setelah selesai menghisap rokoknya, aki mamang segera menjawab
"Apa kau sudah membawa persyaratannya?" tanya aki mamang pendek.
"Siap aki, saya telah membawa persyaratan yang aki perintahkan tempo hari" jawab Tumini kepada aki mamang.
"Baiklah, segera bawa kemari" ucap aki mamang kepada Tumini.
Tumini dengan sigap menyerahkan persyaratan yang diminta oleh Aki mamang. Diantaranya 5 helai rambut miliknya dan 5 helai rambut milik ririn, dua bunga kantil dan dua buah piring yang biasa digunakan untuk makan sehari-hari.
"Bagus tumini"
"Dua hari lagi, ritualku selesai"
"Kau boleh mengambil nya kemari" ujar Aki mamang
"Baiklah aki, kalau begitu kami berdua mohon pamit" ucap Tumini kepada Aki mamang
"Baiklah, pergilah"
"Jangan lupa, dua hari lagi, datanglah kemari untuk mengambil hasil ritual nya" ucap Aki mamang kepada Tumini.
Akhirnya, Tumini dan Ririn segera beranjak pergi dari rumah aki mamang.
Tampaknya rasa puas terbesit di hati Tumini karena misinya telah berhasil. Mereka hanya menunggu dua hari lagi untuk mengambil hasil ritual aki mamang.
Di perjalanan pulang, Ririn bertanya kepada Tumini tentang apa yang ditemuinya di rumah aki mamang.
"Kak, rumah aki mamang sangat seram"
"Aku sangat takut jika aku kembali ke sana lagi" ujar Ririn sambil menunjukkan wajah ketakutan
"Adikku, kau tak perlu takut"
"Serahkan padaku"
"Kau hanya terima beres saja"
"Jangan pikirkan hal buruk" ucap Tumini menasehati adiknya.
Akhirnya Ririn menerima nasehat kakaknya dan ikut meneruskan perjalanan pulang ke rumah mereka.
Tak terasa, perjalanan mereka berdua telah sampai. Sesampai di rumah, Tumini dan Ririn segera menutup pintu rumah mereka karena hari telah larut malam.
"Kak, aku tidak bisa tidur"
"Wajah aki mamang selalu ada dalam otakku"
"Wajahnya sangat menakutkan sekali" ujar Ririn kepada Tumini.
Tak ada jawaban dari Tumini dan rupanya, Tumini tertidur pulas di sampingnya.
"Ah, kak Tumini emang bikin aku kesal"
"Cepat sekali tidurnya" ujar Ririn berusaha tidur di samping Tumini
Sosok tumini dan Ririn adalah sepasang kakak beradik yang tinggal di desa kembang. Mereka berdua hidup sebatang kara karena kedua orang tua mereka telah meninggal.
Orang tua mereka meninggal akibat kecelakaan di lereng pegunungan desa sebelah. Hingga kini, kematian orang tuanya masih misteri.
Sementara itu, Di desa kembang yang merupakan desa tari, banyak tersedia sanggar tari yang dikelola oleh berbagai kalangan. Tiap perempuan di daerah itu wajib belajar tari dan les di sanggar-sanggar terdekat. Tentunya les tari membutuhkan biaya yang tak sedikit. Bagi anak perempuan yang masih mempunyai orang tua lengkap, sangat wajar jika mereka di les kan di sanggar yang terbaik.
Hal itu berbeda dengan kisah yang dialami Tumini dan adiknya. Mereka berdua tak punya uang untuk berlatih di sanggar yang mereka impikan.
Mereka berdua hanya belajar ala kadarnya di gubuk tua peninggalan orang tua mereka. Tak satupun pengelola tari yang mau menerima jasanya menari karena mereka berdua dianggap tak mempunyai sertifikat tari yang tentunya diperoleh jika mereka berlatih di sanggar resmi yang ada di desa mereka.
Karena masalah ekonomi yang mereka alami, akhirnya mereka berdua pergi ke rumah aki mamang, seorang dukun sakti yang mempunyai ilmu pelet.
Sebenarnya tujuan Tumini hanya satu, dirinya ingin mendapatkan kesempatan menari di panggung desa, walaupun dirinya tak mempunyai sertifikat tari Desa.
Aturan Desa yang ketat yaitu hanya menerima penari yang mempunyai sertifikat tari membuat Tumini dan adiknya tak bisa menunjukkan keahlian mereka di bidang tari.
Padahal jika diadu, tarian mereka tak kalah dengan penari yang lain. Hanya saja faktor kemiskinan yang menghalangi mereka untuk maju.
Bersambung
Tunggu kelanjutannya ya, ini kisah horor keduaku setelah aku menulis cerita tersesst di negeri setan..( di daftar cerpen pertamaku?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 101 Episodes
Comments
Liani Purnapasary
msh nyimak 😃
2023-07-15
0
Toni Hartono
aku yg kena...panglima soal ini ndak hanya satu..
2022-08-22
2
bakpau endol
Up favoritku nih
2022-07-31
0