Tak terasa, mereka telah sampai di rumah. Tumini langsung meletakkan selendang ijo miliknya ke dalam lemari pribadinya.
"Ririn, istirahatlah" ucap Tumini
"Baiklah kak" jawab Ririn singkat.
"Besok, ada acara perekrutan penari di desa"
"Aku akan mencoba mendaftar menjadi penari dalam kelompok mereka"
"Sudah berulang kali aku mendaftar dan pada akhirnya selalu di tolak oleh mereka"
"Coba sekarang aku akan mencoba mendaftar lagi"
"Apakah kau mau ikut?" tanya Tumini kepada Ririn di sela-sela pembicaraan mereka.
"Baiklah kak"
"Aku ingin ikut mendaftar"
"Siapa tau keberuntungan mu akan menempel padaku juga walau aku tak memakai selendang itu" ucap Ririn
"Baiklah kalau begitu"
"Tidurlah"
"Besok kita berangkat pagi sekali"ucap Tumini mengakhiri pembicaraan mereka.
Akhirnya, mereka berdua tertidur dan terbuai dengan mimpi mereka masing-masing.
Tak terasa hari sudah pagi, dan matahari mulai terbit.
Tumini yang asyik tidur mulai bangun dan terkejut karena melihat jam dinding yang menunjukkan pukul 7 pagi.
"Ah, aku kesiangan"
"Ayo Ririn, bangun" ucap Tumini sembari menggoyang-goyangkan tubuh adiknya yang masih tertidur lelap.
"Uh, ada apa kak, aku masih ngantuk" ucap Ririn sambil melihat ke sekeliling ruangan.
"Lihatlah jam berapa ini"
"Cepatlah mandi"
"Sebentar lagi, kita harus berangkat"
"Bukankah kita akan mengikuti seleksi tari yang diadakan oleh pengurus desa?" ucap Tumini
"Oh, ya kak"
"Aku mandi dulu" jawab Ririn sambil langsung menuju ke kamar mandi.
Beberapa lama kemudian Ririn telah menyelesaikan rutinitasnya. Begitu juga dengan Tumini yang telah selesai menghias wajahnya.
Tak lupa selendang ijo telah diselipkan dalam tas kecilnya.
Mereka berdua langsung berangkat menuju ke tempat dimana tempat pendaftaran tari ada di sana.
Seperti biasa, Tumini dan Ririn pergi menuju ke ruang pendaftaran. Disana telah tersedia kupon antrian menari yang akan mereka pertontonkan di panggung.
Tarian demi tarian telah dipertontonkan oleh setiap peserta yang mendaftar dalam ajang tersebut. Tiba saatnya Ririn mempertontonkan tariannya.
Setelah Ririn selesai mempertontonkan tariannya, giliran Tumini yang menari di atas panggung. Tak lupa, Tumini memakai selendang ijo pemberian dari aki mamang.
Saat tumini memijakkan kakinya ke atas panggung, secara tak terduga semua mata tertuju ke arahnya. Aura mistis selendang ijo rupanya dapat menghipnotis seluruh penonton yang hadir.
Di pojok ruangan penonton, Ririn selalu memperhatikan gerak- gerik kakaknya yang sedang menari.
"Hem, rupanya mereka telah tersihir selendang ijo milik kakakku" gumam Ririn sambil melihat kakaknya menari.
Tumini terus dan terus menari sambil menggoyangkan pinggulnya. Sesekali selendang ijo yang dikenakannya bergerak meliuk mengikuti kemana arah tangan Tumini.
"Siapakah gadis itu?"
"Tariannya membuat aku jatuh hati" gumam hendra yang merupakan pemilik salah satu sanggar tari tempat tumini mempertontonkan tariannya.
Hendra rupanya mulai jatuh hati melihat kemolekan tubuh Tumini. Nafsu nya menjadi makin meningkat melihat lekuk tubuh Tumini yang dibalut dengan selendang ijo pemberian aki mamang.
"Aku harus bisa mendapatkan wanita itu" gumam hendra sambil menggigit lidahnya
Setelah pertunjukan tarian telah selesai, Hendra segera melihat ke sekeliling ruangan.
Tanpa menunggu waktu lama, hendra segera memanggil juri yang menilai tarian tiap peserta.
"Amin, kemarilah" panggil hendra kepada Amin.
"Oh, iya tuan, ada apa?" tanya Amin
"Siapa wanita yang terakhir menari?" tanya Hendra penasaran
"Oh, sebentar tuan, saya lihat namanya di kupon pendaftaran" jawab Amin sambil melihat kupon terakhir yang saat itu berada di meja
"Oh tuan"
"Wanita itu bernama Tumini" jawab Amin pendek.
"Oh, Namanya Tumini"
"Kalau begitu, mana surat lamarannya?"
"Berikan kepadaku" pinta Hendra kepada Amin.
"Oh ya, berikan dia nilai sempurna, dan umumkan hasil penilaian mu ini kepada setiap peserta yang hadir saat ini" ucap Hendra kepada Amin.
Amin tampak bengong melihat tuan Hendra yang begitu tiba-tiba memilih Tumini yang menurutnya biasa saja dalam melakukan Tarian.
Amin yang berperan sebagai juri tari rupanya tak bisa terkena pelet selendang ijo karena amin Rutin melakukan ibadah kepada sang hyang kuasa.
"Ada apa dengan tuan Hendra"
"Tarian Tumini sepertinya biasa saja"
"Lebih bagus tarian Ririn" gumam Amin dalam hati.
Rasa penasaran amin segera ditepiskan mengingat, Hendra adalah pemilik tetap sanggar Tari dan keputusannya pastilah tak bisa di ganggu gugat.
"Ah, biarlah"
"Masa Bodoh"
"Aku akan melaksanakan tugas dari Tuan Hendra tanpa banyak bertanya lagi"
"Toh, dia tak pernah telat membayar jasaku" ujar Amin sambil beranjak pergi dari meja penjurian.
Nilai tari Tumini akhirnya telah keluar dan diluar dugaan. Dirinya menjadi juara dalam pertunjukan tari tersebut.
Hanya saja, bukan hanya Tumini yang memperoleh juara, Ririn adik Tumini rupanya diberi kesempatan oleh Amin untuk mengembangkan bakatnya
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 101 Episodes
Comments
Liani Purnapasary
awal nari sdh dterima, semangat thorr
2023-07-15
1
rubah manis
aku nyimak terus kisah ini kak
2022-07-30
0
Alëxandryà♣️
Wah jadi artis nih
2022-07-30
0