"Tumini, mulai sekarang, engkau tandatangani kontrak perjanjian dengan sanggar milik Tuaj Hendra" ucap Amin sembari menyerahkan kertas dan pulpen kepada Tumini
Raut muka Tumini menjadi semakin bergairsh melihat surat kontrak yang sudah di nanti-nanti sejak lama.
"Mengapa tidak sejak dulu aku melakukan ritual bersama aki mamang".
"Dasar bodoh" gumam Tumini dalam hati
Setelah Tumini selesai memberikan tandatangan kontrak, Amin memanggil Ririn adik Tumini untuk menandatangani kontrak yang sama.
Dalam hati Tumini, muncul rasa sedikit iri karena adiknya tak perlu melakukan ritual seperti dirinya namun juga berhasil memperoleh predikat sama seperti dirinya.
"Ririn, ayo ke sini" panggil amin kepada Ririn yang sejak tadi duduk sambil mengunyah permen karet nya
"Oh, pak amin memanggil saya?" tanya Ririn sedikit tak percaya
"Iya, kamu Ririn kan?" tanya Amin sembari memandang Ririn dengan tatapan dalam
"Iya benar pak, saya Ririn" jawab Ririn singkat
"Kemarilah"
"Kau harus menandatangani surat kontrak dari Tuan Hendra sekarang juga" ucap Amin sembari memberi selembar kertas dan pulpen kepada Ririn
Dengan wajah sedikit tak percaya, Ririn segera menghampiri Amin dan melihat lembaran kertas yang berisi kontrak antara dirinya dan pemilik sanggar.
"Oh, benarkah aku menjadi kandidat penari terbaik selain kakak ku?" gumam Ririn terkejut
"Ayo Ririn, jangan bengong"
"Cepat tandatangani surat kontrak ini"
"lihatlah"
"Tuan Hendra sudah menunggumu sejak tadi" ucap Amin tak sabar
"Oh baiklah pak amin" jawab Ririn tanpa banyak bertanya lagi
Ririn melihar Surat kontrak yang berisi tulisan panjang dan jika membaca isinya sampai tuntas, Ririn tak mungkin bisa menyelesaikannya dalam sehari.
"Ah, aku tak perlu membacanya terlalu mendetail"
"Sekarang, asal aku bisa menghasilkan uang saja" gumam Ririn dalam hati
Beberapa lama kemudian Ririn telah selesai menandatangani surat kontrak dari hendra sang pemilik sanggar tari.
Dengan ditandatangani nya surat kontrak itu, Ririn dan Tumini telah melakukan perjanjian kerja dengan pihak Hendra.
"Ah, lega rasanya"
"Kak Tumini, aku senang sekali bisa bareng menari dengan mu" ucap Ririn dengan tatapan muka yang sangat senang sekali.
Tumini yang mendengar ucapan adiknya terlihat tak suka. Dirinya tak terima, dengan diterimanya Ririn sebagai penari tetap di sanggar tari milik Hendra.
"Ah, sia-sia aku pergi ke aki mamang jika hasilnya Ririn juga diterima sama seperti diriku" gumam Tumini dalam hati
"Hai kak, mengapa kau bengong"
""Ayo kita pulang kak" ajak Ririn kepada Tumini
Tumini hanya mengangguk saja menerima ajakan Ririn. dan selama perjalanan menuju ke rumah mereka, Tumini hanya diam saja tak banyak bicara.
"Sungguh aneh sikap kak Tumini terhadapku"
"Ada apa dengannya?"
"Dia tiba-tiba berubah sikap menjadi penfuam tanpa tahu apa sebabnya" gumam Ririn dalam hati.
Walau penuh keraguan terhadap perubahan sikap kakak nya yang tiba-tiba aneh, Ririn berusaha mengalihkan pikirannya menuju hal-hal yang lebih positif
Rupanya, tanpa sepengetahuan Ririn dan Tumini, efek samping selendang ijo adalah membuat pengaruh buruk terhadap pemiliknya. Pemilik selendang ijo akan semakin tertutup hatinya dan lambat laun akan bersikap jahat kepada sesamanya.
Saat Tumini menari menggunakan selendang ijo, muncul satu titik hitam di tubuhnya dan tiik hitam itu berukuran sangat kecil dan karena masih memakainya satu kali, Tumini tak merasakan apa-apa.
Secara tak sadar, Tumini tak melihat titik noda hitam yang menempel di punggungnya karena ukurannya masih sangat kecil.
Tak terasa, perjalanan mereka telah sampai ke rumah dan Ririn segera merebahkan tubuhnya di atas kasurnya
Sementara itu, Tumini sibuk melipat selendang ijo miliknya dan meletakkan di lemari khusus dimana aki mamang menyarankan agar selendang ijo disimpan di tempat itu
"Ah, aku sangat lelah hari ini"
"Ririn, tolong ambilkan aku air putih"
"Aku haus nih" pinta Tumini yang saat itu juga telah merebahkan tubuhnya di kasur
"Ah, kakak, mengganggu istirahatku saja"
"Baiklah, tunggu sebentar"
"Aku akan mengambilkannya untukmu" jawab Ririn sambil beranjak pergi menuju ke dapur untuk mengambil air putih.
Tak menunggu waktu lama, Ririn segera menyodorkan air putih segar ke arah Tumini.
"glek glek" Tumini meminum air yang baru saja diberikan oleh Ririn.
"Segar sekali" ucap Tumini sembari menghabiskan sisa air dalam gelas.
Dan air dalam gelas benar-benar habis tak tersisa.
"Wah, kakak sepertinya sangat haus sekali"
"Tak biasanya kau menghabiskan air secepar itu" ucap ririn sambil mengambil gelas yang baru saja dipegang oleh Tumini.
Tumini hanya diam tak menjawab perkataan dari Ririn. Dirinya langsung pergi menuju ke ruang tengah dan menyetel radio dengan suara yang sangat keras.
"Aneh kak Tumini"
"Mengapa dia berubah drastis?"
"Semenjak memakai selendang ijo, dia sepetti sedikit menjauh dari ku"
"Apakah ini hanya perasaan ku saja?"
"Atau selendang itu membawa aura mistis yang kurang baik bagi kakak ku?"
"Jika memang benar, aku harus segera menolongnya sebelum terlambat" gumam Ririn dalam hati.
Setelah merasa ada yang aneh dalam diri kakak nya, Ririn segera mengambil air untuk membersihkan riasan wajahnya yang masih lengket di wajahnya.
"Hari ini benar-benar sangat melelahkan" gumam Ririn dalam hati
Sementara itu, didalam lemari tempat penyimpanan selendang ijo milik Tumini, terlihat cahaya hijau naik ke atas hingga menghilang melewati atap rumah mereka.
Kejadian itu tanpa sepengetahuan Ririn dan Tumini. Kecepatan energi selendang ijo yang dimiliki Tumini rupanya pergi melanglang buana ke segala arah saat dirinya belum terpakai oleh Tumini.
Tiba di suatu tempat, aura hijau menempel pada tubuh seorang gadis perempuan berusia 7 tahun yang merupakan tetangga Tumini dan Ririn.
Secara tiba-tiba, anak gadis itu jatuh tersungkur ke tanah dan mulai menunjukkan gejala yang aneh.
Anak gadis itu berteriak dan meraung-raung tanpa henti. Sebab nya pun tak ada yang tahu.
Warga desa yang berada di tempat gadis itu berusaha menolong. Namun pertolongan mereka seakan sia-sia. Anak gadis itu tiba-tiba pingsan dan tak lama kemudian kehilangan nyawanya.
"Bangun nak"
"Bangun..." panggil ibu si gadis itu.
Salah satu warga mencoba memeriksa pernafasan dari si anak gadis itu dan lemaslah warga itu.
"Bu, anak ibu telah tiada" ucap salah satu warga sambil berusaha menenangkan ibu si gadis itu.
" Tidak..."
"Tidak mungkin"
"Dia tadi baik-baik saja"
"Mengapa kau pergi terlalu cepat nak"
"Ibu tak mau kehilangan mu" ujar ibu si gadis sambil menangis tersedu-sedu
Setelah kabar kematian anak gadis itu, tersebarlah berita ke seluruh desa dimana Tumini dan Ririn tinggal.
Berita itu mengabarkan, ada kejadian kematian serius yang diderita oleh gadis belia berusia 7 tahun tanpa sebab apapun.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 101 Episodes
Comments
Liani Purnapasary
laahh ada tumbal, bukan x aki tdk bilang ya, dasar tipu daya aki itu
2023-07-15
0
Adinda
udah mulai minta tumbal itu selendang
2022-03-21
3
🌻Ruby Kejora
Up lagi donx kak
2022-02-20
0