MUSE
EPISODE 3
OSPEK
\~Walaupun sedikit sesak tapi nyatanya rasa itu mampu membuatku sedikit berwarna.\~
Day 2
“Sudah sampai, Neng.” suara pak Gino membuyarkan lamunanku.
“Aku masuk dulu, ya, Pak.”
“Siap, Neng.”
Aku bergegas turun dari mobil. Aku harus berjalan beberapa saat, sebelum sampai di aula utama kampus. Seperti biasa aku menutup mataku dengan kaca mata hitam dan mengangkat tudung jaket. Hal ini aku lakukan untuk melindungi mata dan wajah dari sinar matahari. Hari ini cukup cerah, kebanyakan orang menyukai sinar matahari yang hangat dipagi hari, tapi aku malah cenderung menghindarinya.
“AYO CEPETAN!! MASUK!! MASUK!!” teriakan para kakak senior membuatku mempercepat langkah kaki menuju aula.
Sepertinya aku nggak sendirian. Semua mahasiswa baru yang masih berada di luar, berlarian dan
menghambur masuk ke dalam ruangan aula. Para mahasiswa baru nggak mau kena hukuman dari para senior karena terlambat. Hukuman mereka sangat sadis.
“Baik! Semuanya sudah berkumpul? Perkenalkan namaku, Sasya, ketua BEM tahun ini. Salam kenal adik-adik
sekalian.”
OSPEK merupakan kegiatan rutin yang terjadi pada setiap tahun ajaran baru dalam sebuah universitas. Mereka membagi mahasiswa baru dalam sebuah kelompok-kelompok. Kelompok ini berisikan 20 orang anggota dari berbagai fakultas. Di sini kami belajar saling mengenal, bekerja sama, dan tolong menolong selama OSPEK berlangsung. Lewat OSPEK kami jadi bisa mengenal dengan dekat teman-teman kami, kampus kami, dan diharapkan antar fakultas pun bisa selalu bekerja sama dengan baik nantinya.
Setelah beberapa menit sambutan dari ketua BEM, akhirnya kami dibagi dalam beberapa kelompok. Aku mendapatkan kelompok no 13.
“Angka sial,” pikirku sebal.
“Hei, 13 kan? Sekelompok denganku?” seorang gadis cantik menyapaku dan menunjukan no undiannya.
“Ha..hai..” dengan gugup aku menyapanya. Jujur setelah kejadian di masa lalu, aku belum pernah berteman dengan siapa pun selain adikku.
Aku memandangnya, dia begitu bersinar dengan rambutnya yang hitam, lurus, dan panjang. Wajahnya yang cantik dihiasi bibir mungil berwarna merah, bola matanya juga hitam dan berbinar.
“Jessica, panggil aku Jessi.” tangannya terangkat untuk mengajakku bersalaman.
“Len...na.” Aku membalas salaman tangannya. Dia teman pertama yang aku punya saat ini.
Kami duduk dalam sebuah lingkaran besar untuk memperkenalkan diri. Satu per satu menyebutkan nama dan fakultasnya, juga jurusan kami masing-masing.
Kampusku merupakan kampus yang cukup elit. Hanya orang dengan banyak uang atau dengan kemampuan yang hebat yang bisa masuk ke dalamnya. Nggak heran mahasiswanya juga nggak terlalu banyak. Tapi fakultasnya terbilang lengkap, fasilitasnya oke, dan para pengajarnya merupakan orang-orang pilihan.
Ada beberapa fakultas di kampus ini,
FAK EKONOMI, meliputi Akutansi, Managemen, dan Bisnis
FAK SENI & DESAIN, meliputi Seni Murni, Graphic Design, Interior Design.
FAK KEDOKTERAN, meliputi Kedokteran Umum, dan Kedokteran Gigi.
FAK SASTRA, meliputi Sastra Inggris, Jepang, Cina, dan Jawa.
.
.
.
Akhirnya tiba saatnya Jessi memperkenalkan diri.
“Jessi, Fakultas Ekonomi, jurusan management.” Jessi tersenyum manis dan memamerkan deretan giginya yang rapi.
“Kau sangat cantik! Aku iri dengan anak-anak management, mereka semua modis dan berkelas.” Nora, salah seorang cewek dalam kelompok kami memuji Jessi.
“Namaku Cellena, panggilanku Lenna, aku Fakultas Ekonomi, jurusan bisnis,” akhirnya tiba saatnya aku memperkenalkan diri.
“Wah anak ekonomi tahun ini cantik-cantik, ya.” puji mereka.
Hah?? APA?? Cantik?? Kata-kata itu terngiang di benakku saat ini.
“Maksud kalian aku cantik?” tanyaku meyakinkan pendengaranku.
Mereka tampak bingung dan saling mengadu pandang antara satu dengan lainnya. Mereka terlihat bingung dengan
pertanyaanku.
“Apa ada yang salah saat kami bilang kamu cantik? Apakah itu menyinggungmu?” seorang cowok mulai berbicara dengan hati-hati, kelihatannya dia takut menyinggung perasaanku.
“Kamu cantik, Lenna, terlepas dari segala kekuranganmu.” Jessi tersenyum padaku.
Mataku berkaca-kaca, baru kali ini ada orang yang tidak membicarakan hal buruk di depanku. Walaupun itu hanya sekedar basa-basi pun aku merasa bahagia. Tanpa sadar air mataku turun dan menetes, aku menangis.
“Kenapa menangis? Cengeng amat.” seorang cowok mendekat dan duduk di sampingku.
Ucapannya terlihat menyebalkan, namun ada benarnya juga. Untuk apa juga aku menangis hanya karena ada seseorang yang mengatakan kalau aku cantik?
“Namaku Davin Alexander, panggil aku Alex, aku jurusan seni murni.”
“Kamu terlambat, dari mana saja?” tanya senior pendamping dengan sedikit emosi.
“Maaf hari ini saya harus mendampingi Prof. Bram dalam pamerannya.” Alex menjawab kakak senior, namun wajahnya tetap acuh dan masih berfokus pada layar ponselnya.
“Lain kali kamu harus ijin dulu.”
“Baik.”
Aku melihatnya memasukan ponsel ke dalam tas, wajahnya ternyata sangat tampan. Kulitnya kuning dan bersih, terlihat terrawat untuk ukuran seorang pria. Rambutnya coklat kemerahan, sedikit panjang dan bergelombang. Sorot matanya tajam, dan bibirnya benar-benar merah. Sampai aku mengira dia mengoleskan lip tint.
“Mirip V- BTS, ya?” Jessi membisikan sesuatu ke telingaku.
“Siapa itu?” tanyaku pada Jessi.
Jessi menatapku dengan keheranan, “Kau nggak tahu BTS?”
Aku gelengkan lagi kepalaku. Kali ini Jessi langsung membuka ponsel dan mengetik di halaman sebuah situs pencarian.
"V- BTS." ketiknya.
Muncul gambar seorang cowok super ganteng dan juga super imut, dengan wajah oriental memenuhi layar ponselnya.
“Ganteng banget,” gumamku saat melihat foto itu.
“Tuh, kan.. Gantengkan? Makanya gaul. Ini namanya idol.”
“Idol?” tanyaku lagi.
“Iya... cowok keren, nyanyi, dance, boyband.” Jessi mengepalkan tangannya, lalu bergerak mengikuti gerakan orang bernyayi sambil menari. Tanpa sadar aku terkikih pelan melihat tingkahnya yang lucu.
“Hei... kalian berdua! Jangan ribut!” tegur seorang senior.
“Baik, Kak.” Jessi mendengus kesal.
Kami menikmati menyelesaikan OSPEK hari ini dengan baik. Rasanya waktu berjalan dengan cepat. Hal buruk yang aku takutkan pun tidak terjadi. Mereka tidak memelototiku seperti teman- teman SD ku dulu, atau merasa sungkan dan menjauhiku karena aku berbeda. Mereka menganggapku sama dengan mereka, mengobrol, tertawa, dan bahkan makan semeja denganku. Aku merasa bahagia saat ini. Ya, Tuhan bolehkah aku merasakan kebahagiaan ini selamanya?
“Alex tolong tulis no ponselmu di sini. Kita mau bikin grup chat.” Aku menyodorkan kertas dan bolpoin padanya. Tanpa ragu dia mengambil bolpoin dan menuliskan sederetan angka.
Aku mengamati wajahnya yang tampan. Aku terkagum karena tak mendapati ada satupun cela di wajahnya. Warnanya sungguh bersinar, rona merah terlukis lembut di kedua pipinya. Ingin rasanya aku mencubit pipinya, melihat itu asli atau boneka?
“Ini.”
“Makasih, ya, Lex.” Aku memalingkan wajahku saat mata kami bertemu.
BODOH!! Kenapa aku malah berpaling? Sudah terlanjur berpaling, dari pada malu mending aku bergegas meninggalkannya. Toh, apa yang aku cari sudah aku dapatkan.
Aku memasukan semua no ponsel anak-anak dalam grup chat. Rencananya kami akan membuat barbeque party untuk malam pengakraban, malam terakhir sebelum OSPEK selesai.
—MUSE—
.
.
.
Day 3
Aku bersiap-siap pergi ke kampus dengan lebih bersemangat pagi ini. Baru kali ini aku merasakan dorongan dan
rasa bahagia saat ingin segera melakukan sesuatu. Kalau nggak salah, orang menyebutnya dengan EUFORIA?
Keceriaanku memunculkan tanda tanya, namun juga perasaan lega di hati ke dua orang tuaku. Setelah mencium pipi Papa dan Mama, aku mengacak-acak rambut Arvin dan bergegas masuk ke dalam mobil.
“Sampai, Neng.” senyum Pak Gino. Aku membalasnya juga dengan senyuman yang nggak kalah manis.
Aku sedikit berlari saat memasuki area kampus, kali ini aku tidak duduk sendirian. Ada teman-teman satu kelompok yang menantiku. Ada Jessi, Nora, Jovan, Alex, dan lainnya, mereka semua menungguku.
“Kau terlihat bersemangat?” Jessi memberikan sebuah selebaran padaku.
“Apa ini?” tanyaku padanya.
“Formulir ekstrakurikuler.”
“Oh.. aku belum pernah memasuki eskul apapun sebelumnya karena aku selalu home schooling,” nada datar keluar dari pita suaraku, sedikit menyiratkan rasa kecewa.
“Kau nggak bisa kegiatan outdoor -kan? Pilih aja yang indoor.” Jessi mengetuk lembaran formulir dengan bolpoin.
“Pustakawan, menari, band, paduan suara. Coba kau pilih salah satunya.” suara Jessi kembali terdengar.
“Iya, coba aku pertimbangin dulu.”
“Melukis, kau bisa pilih eskul melukis.” suara Alex terdengar jelas di belakangku.
“Aku nggak bisa menggambar, apalagi melukis,” jawabku sambil berusaha tersenyum senatural mungkin.
Sejujurnya, aku cukup senang saat Alex ngajakin ngomong duluan seperti saat ini. Tapi aku juga sebal karena nggak bisa menahan ekspresi itu terlukis jelas di atas wajahku.
“Sayang sekali padahal kita bisa sering ketemu.” Alex berlalu dan berbaur duduk dengan para cowok di kelompok kami.
Apa yang dia katakan tadi? Sering bertemu? Apakah dia mengaharapkan untuk bisa sering bertemu denganku? Ataukah itu hanya basa-basi biasa antar teman? Entah kenapa jantungku berdegup lebih cepat dari biasanya. Ada rasa bahagia namun sedikit sesak di dalam dadaku.
“Len.. wajahmu merah. Kau nggak pa-pa, kan? Apa kepanasan?” tanya Jessi.
“Nggak, kok. Aku ke toilet dulu.”
Aku menghindari tatapan Jessi dan bergegas masuk ke dalam toilet. Kulihat pantulan wajahku di atas cermin
wastafel. Kulitku yang putih berubah sedikit kemerah-merahan. Merah tapi bukan karena sinar matahari seperti biasanya. Aku meraba pipiku yang merona, dadaku masih sesak, jantungku masih berdegup kencang. Rasanya baru kali ini aku merasakan getaran seperti ini. Rasanya baru kali ini juga aku merasakan pipiku hangat karena darah mengalir kencang di dalamnya. Ya, Tuhan rasa apa ini yang muncul di dalam hatiku? Walaupun sedikit sesak tapi nyatanya rasa itu mampu membuatku sedikit berwarna.
—MUSE—
“Cheeeersss..”
Klang Klang..
Bunyi dentingan gelas saat beradu dan gelak tawa memenuhi suasana makrab malam ini. Kami membuat barbeque daging sapi dan jagung bakar. Para cowok membeli beberapa botol bir dan soda sebagai teman makan. Aku tersenyum saat anak-anak tertawa menikmati suasana ceria itu.
“Hore!! Bebas dari hukuman dan caci maki senior!” Nora seorang maba (mahasiswa baru) jurusan interior mengangkat gelasnya. Ia meneguk seluruh isinya sampai habis dalam sekali minum. Semuanya bersorak saat Nora selesai menghabiskan seluruh isi gelas.
“Giliranku.” Jessi mengambil segelas minuman dan ikut menenggaknya.
Jessi orangnya begitu mudah bergaul dan dekat dengan banyak orang. Nggak sepertiku yang dalam keramaian pun hanya terduduk diam dan mengikat kedua kakiku dengan tangan.
“Ayo Lenna..! Nikmati juga minumanmu.” teriak Jessi dari tengah teman-teman.
“Nggak, aku nggak bisa minum. Aku minum soft drink saja.” Aku mengangkat kaleng soft drink yang dari tadi tergeletak di sampingku.
Aku kembali mengikat kedua kakiku dan meletakan dagu di atas lutut. Mataku mulai mencari keberadaan Alex yang belum terlihat dari tadi.
“Padahal dia kelihatannya adalah anak yang ceria, kenapa malah nggak ikutan ngumpul?” Aku menghela nafas.
Akhirnya aku putuskan untuk sedikit berjalan-jalan dan merenggangkan tubuhku. Udara malam ini cukup dingin
ternyata. Di sekitar area kampus banyak anak-anak dari kelompok lain. Mereka juga duduk-duduk dan menghabiskan malam pengakraban dengan kelompoknya masing-masing.
Tanpa aku suruh, mataku jelalatan mencari sosok Alex dalam keramaian ini. Sosoknya yang begitu berwarna pastinya terlihat mencolok di antara kerumunan ini. Namun aku tetap nggak bisa menemukannya. Akhirnya aku terdampar pada sebuah bangku di taman pinggir danau. Suasananya nampak tenang, sinar lampu-lampu taman terpantul di air danau yang bergerak pelan. Aku menikmati angin malam di pinggir danau buatan yang cukup besar ini. Di sekeliling danau ada taman yang dihiasi banyak pohon rindang.
Beberapa orang kakak senior dan mahasiswa baru juga duduk di pinggir danau, ada yang sibuk dengan laptopnya, ada yang sibuk ngobrol, sampai pacaran.
Aku menikmati hembusan angin yang menerpa wajahku, sejenak hatiku menjadi sangat tenang.
“Not Bad,” kataku lirih.
—MUSE—
Like, comment, and +Fav
Follow dee.meliana for more lovely novels.
❤️❤️❤️
Thank you readers ^^
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 335 Episodes
Comments
titin wijayanti
karya yang bagus....
salam dari
" AKU DIJADIKAN TAMENG HIDUP OLEH AYAHKU"
,🙏🙏🙏,
2021-04-09
0
🌸nofa🌸
suka
2021-01-17
0
Lintang Lia Taufik
Hi Kak, aku datang lagi. Salam dari, "Bunga Desa Terdampar Di Kota & Bukan Gadis Biasa."
2020-09-13
1