Going My Way
“Bodoh! Kamu udah siap apa?” tanya seorang anak laki-laki berumur delapan tahun yang telah menyelamatkan anak perempuan berumur enam tahun yang hampir tenggelam di sungai persawahan.
“siap apa?” tanya anak perempuan tersebut yang hampir tenggelam tadi
“siap di kubur” balas si laki-laki sembari menjitak anak perempuan tersebut
“ngga ada satupun yang aku kuasai. Baik mata pelajaran maupun olahraga. Anggap saja ini bagian dari usaha ku” kata anak perempuan tersebut sembari mengusap handuk yang sengaja ia bawa dari rumah
“udah sore, ayo aku antar pulang” kata laki-laki tersebut lalu menggendong anak perempuan yang diselamatkannya tadi.
!@#$%^&*
Sepuluh tahun kemudian...
“apa yang kamu lakukan? Hey...hentikan!!” ucap siswi berambut panjang sebahu saat melihat siswa laki-laki dengan tinggi 180 cm, sedang menarik bunga di taman sekolah dengan kasar.
“tinggalkan aku sendiri” bentak siswa tersebut tangannya masih menariki bunga tersebut
“ngga akan aku biarin. kenapa kamu mencabutnya? bunga nya sedang mekar” teriak siswi berambut sebahu dan mendorong siswa tersebut
“hah? Kak Kevin?” teriak siswi tersebut tangannya menutupi mulut.
Pahlawanku benar kembali!! Bisik siswi tersebut. Bernama Felisa Amena, 16 tahun, X IPS 5 Binusa Melati School.
!@#$%^&*
Esoknya saat bel istirahat berbunyi, felisa langsung berjalan ke arah taman bunga. Dilihatnya siswa yang kemarin merusak taman sedang menanam bunga.
“benar!! Kak Kevin yang ku kenal dulu bukan perusak. Tapi kenapa bunga kemarin dicabut? ada apa dengannya? apa ada yang salah?” tanya Felisa, tiba-tiba kevin berdiri dan berjalan mendekat. Karena terkejut Felisa kurang keseimbangan sehingga membuatnya terjatuh.
“bunga itu menghalangi pemandanganku. Kalau kamu menghalangi juga...tentu akan ku cabut juga” kata Kevin menatap felisa
“kalau gitu, cabut aku sekarang” kata Felisa, tangan kanannya diarahkan ke kevin, memberi kode meminta bantuan untuk berdiri. Tapi Kevin mengacuhkan Felisa. Ia pergi tanpa berkata apa-apa.
Aku memaafkan mu, karena Wajahmu masih tampan, walaupun ada penambahan sifat, sifat pemarah...ngga apa, aku senang melihatnya lagi...bisik felisa, ia berdiri sendiri dan menepuk seragamnya dari debu
Namanya Aliando Kevin. Dulu kami bertetangga dan satu sekolah. Aku yang ceroboh ini beberapa kali ditolong kak kevin. Dia idola sekolah. Tampan, pintar dan jago olahraga. Semua menyukainya dari guru, siswa termasuk aku. Berkat dia aku menemukan bakat ku. Saat kak kevin kelas empat, dia pindah rumah. Sejak itu aku ngga pernah bertemu dengannya lagi. Dan sekarang tiba-tiba tanpa direncanakan kami satu sekolah!! Aku penasaran dengan kemampuan melukisnya. Mungkin kita bisa bertemu di ekskul yang sama? tapi bentar dulu, name tag seragam nya tertulis Kevin Deravota? aku salah orang? tapi ngga mungkin!! dia benar kak Kevin!! aku yakin... Bisik Felisa dengan semangat sekaligus bingung.
!@#$%^&*
“gadis itu cantik sekali” puji Felisa sembari berjalan
“namanya Tasya, dia populer sejak SMP. Akademiknya bagus. Olahraganya juga bagus. Tapi keluarganya cukup misterius. Kalau dilihat dari penampilannya, dia dari kalangan atas tapi susah diprediksi juga” kata Feby teman satu kelas Felisa
“sekolah ini begitu memandang kasta. Menurutku itu ngga baik” kata Felisa matanya tertuju pada Kevin yang berjalan ke arahanya, dan hanya melewatinya.
“kamu suka kak Kevin?” tanya Feby
“laki-laki tadi populer juga di sekolah?” tanya Felisa
“dia... lebih baik kamu menjauhinya” kata Feby dengan wajah serius
“apa masalahnya? Dia tampan...aku yakin dia cukup pintar” kata Felisa
“ada banyak tingkatan siswa di sekolah ini. Tingkat elit untuk siswa yang sudah pasti jadi penerus perusahaan besar. Bisa dikatakan tingkat berlian. Bawahnya tingkat topaz. Untuk siswa dari keluarga yang memiliki saham di perusahaan besar. Lalu tingkat mutiara dari keluarga politik, pejabat hukum dan jaksa. Tingkat perak, keluarga yang tidak terlalu kaya tapi mampu bayar spp di sini, contohnya aku. Selanjutnya tingkatan yang ngga diterima sama sekali, mereka hanya akan merasakan neraka kalau bertahan di sini...tingkat sampah. Anak selingkuhan orang kaya. Dan kak Kevin...salah satunya. Dia cukup menyedihkan di sini. Tapi dia mampu bertahan” jelas Feby panjang lebar
“biarpun begitu, masa tega buli orang tampan?” protes Felisa
“kau bergurau? Bukankah fisik mereka menarik perhatian, hingga memicu hubungan rahasia” kata Feby dan Felisa terdiam sejenak.
Tingkatan yang kacau. Ini kan udah modern, fikiran mereka masih sempit. Protes Felisa dalam hati
“mau ke mana?” tanya Feby
“ barangku ada yang tertinggal tadi, kamu duluan aja” teriak Felisa sengaja berlari ke arah ruang seni, setelah itu berlari ke taman bunga belakang sekolah membawa peralatan melukis
“bukan bunganya yang menghalangimu! Tapi dirimu sendiri yang menghalangi tekad mu kak Kevin. Dulu kak Kevin paling suka melukis bunga, jadi jangan sakiti bunganya lagi” kata felisa pada kevin yang berdiri memandangi bunga-bunga.
Saat Kevin berjalan pergi, tiba-tiba Felisa menendang kaki Kevin
“kau! Mau pura-pura ngga kenal aku?” teriak Felisa dan Kevin menatap Felisa
“kamu ingin aku bagaimana? Membuang waktuku berbicara denganmu?” tanya Kevin, tiba-tiba Felisa mengambil cat air dan kuas. Ia dengan sengaja mencoret seragamnya dan seragam Kevin.
“kau” teriak Kevin dan Felisa tersenyum
“warna-warna ini menyenangkan bukan? Kak Kevin yang mengajarinya padaku” kata Felisa lalu tangannya memberi kuas pada Kevin
“jauhkan itu dariku” melempar kuas tersebut saat melangkah pergi dihalangi Felisa
“jangan membohongi diri” kata Felisa sembari merentangkan tangannya
“berhentilah bersikap sok akrab” kata Kevin mendorong pelan Felisa
Dia bahkan ngga natap mataku...bisik Felisa
!@#$%^&*
“kak kevin”
“kak Kevin”
“kak Kevin” sapa Felisa setiap bertemu Kevin
“aku juga ngga punya teman di sini. Zaman modern gini mana ada fikiran berteman sesuai golongan?” kata Felisa
“keluar saja dari sekolah. Di sini ngga cocok buatmu” kata Kevin
“kakak seperti bercermin. Mengatakan itu layaknya untuk diri sendiri” kata Felisa dan Kevin langsung terdiam
“untuk kita berdua terlalu memaksakan diri pada dunia yang ngga kita sukai, tentu ada alasannya kan? Baik kak Kevin maupun aku...kita memiliki alasan sendiri” kata Felisa tiba-tiba menyuapi roti ke mulut Kevin. Dan Kevin memakannya sembari menatap Felisa.
“siapa gadis itu?”
“mungkin mereka satu golongan”
“saat sampah bertemu sampah” bisik-bisik siswa lain menatap ke arah Kevin dan Felisa
“bukankah kalangan mereka harus dimusnahkan? Merusak ketentraman, merusak hubungan keluarga. Aku ngga mau menghirup udara yang sama dengannya” bisik siswa lainnya menatap tidak senang
@#$%^&*
Esoknya saat Felisa berjalan memasuki gerbang sekolah, tiba-tiba ada yang melempari lumpur padanya. Siswa lainnya mulai berkerubung dan tertawa mengejek. Lalu Felisa teringat ucapan Feby. Setiap tahun selalu ada ritual golongan sampah pada anak baru, hati-hatilah saat berteman, mereka terkadang main hakim sendiri. Mereka bisa salah sangka padamu. Kalimat Feby terngiang di ingatan Felisa.
“mengerikan”
“darah kotor mereka” umpatan para siswa yang berkerubung.
Felisa menatap kearah temannya yang lain yang bernasib sama dengannya. Beberapa menangis dan lainnya pinsan. Ditengah kebingungan Felisa berjalan mundur, tiba-tiba ada siswa dengan tinggi 188 cm memukuli siswa yang memegangi ember berisi lumpur.
Kemudian tangannya mengambil sapu tangan dari saku seragamnya dan mengusapkannya di wajah Felisa.
“yang mengganggu wanitaku...jangan harap hidup tenang” kata siswa tersebut lalu menggendong Felisa ke kran air samping kelas X. ia membantu membersihkan tubuh Felisa yang kotor terkena lemparan lumpur tadi.
“dia kak Livi kan?”
“benar kak Livius Deravota?”
“bukannya lagi berlibur di Jerman”
“wanita tadi siapa kira-kira?”
“mampus! Entah apa yang akan dilakukan kak Livi, tau wanitanya di bully” bisik-bisik para siswa yang berkerumun tadi
“kamu yang menghasut mereka bukan? Aku penasaran reaksi kak Livi ceweknya diperlakukan tidak pantas” kata Feby menatap Tasya
“saat menuduh, harus disertai bukti bukan?” balas Tasya tersenyum kecut setelah itu pergi
!@#$%^&*
Felisa menatap laki-laki yang menyelamatkannya tadi. Ia bahkan memberikan seragam baru untuk Felisa.
“nona ini seragam anda” kata laki-laki lain memakai jas hitam rapi
“apa maksud perkataan tadi? Mengganggu wanita...yah, seperti itu” kata Felisa matanya melirik ke kanan dan ke kiri. Terlihat banyak siswa masih berkerubung tetapi tidak berani mendekat.
“lihat apa kalian? Kalian fikir aku ini tontonan?” teriak laki-laki tersebut membuat para siswa berlari ketakutan
Mungkin laki-laki di depan ku ini kalangan elit berlian, melihat mereka semua tidak berani mengakatakan sesuatu atau melawan. Bisik Felisa mengamati laki-laki tersebut
“ tangan kotor mereka beraninya menyentuhmu. Aku akan membuat mereka membayarnya” kata laki-laki tersebut, sebelum pergi Felisa sempat membaca name tag seragamnya. Dan mengernyitkan keningnya.
Livius Deravota? Kevin Deravota? Nama belakang mereka sama!! Di indonesia ngga ada ketentuan sih harus pake nama keluarga. Bisik Felisa saat memandang ke belakang ia melihat Kevin berdiri memandanginya. Felisa berlari ke arah Kevin.
“tempat ini ngga cocok untukmu” kata Kevin
“kak Kevin, kejadian tadi bukan salahmu” kata Felisa
“aku tidak berfikir kamu bebanku. Menghadapi kesulitanku saja sudah melelahkan. Yang aku butuhkan sekarang, wanita dari golongan permata, bukan sama-sama di cap sampah” kata Kevin, ucapannya bagaikan petir menyambar di kuping Felisa
“benar menjadi beban di matamu? Aku minta maaf” kata Felisa berlari ke kelasnya. Di sana ada Feby yang langsung memeluknya.
“kenapa mereka menghukum tanpa memberi tahu kesalahannya apa? Aku... aku anak sah pernikahan ayah dan ibuku!! Ini menyakiti ku, menyakiti harga diri keluarga ku” kata Felisa, ia menangis di pelukan Feby
“kamu... aku ngga bisa membuat kalimat menghibur. Tapi yang pasti kamu harus bersyukur karena bisa mengelak tuduhan mereka. Sisanya... mereka menangisi tuduhan yang dibenarkan. Mereka di hukum bukan sesuai kesalahan mereka” kata Feby membelai rambut Felisa.
Tiba-tiba ada siswa laki-laki dengan keringat mengucur deras berlutut pada felisa. Beriringan dengan nafas tersengal.
“tolong hentikan kegilaan tuan muda Livi” kata siswa tersebut, tanpa basa-basi felisa berlari ke arah yang ditunjukkan siswa tadi. Setiba di tempat, Felisa menutup matanya karena terkejut melihat yang ada di hadapannya. Beberapa siswa laki-laki hanya memakai boxer satu persatu di pukuli Livi.
“hentikan! Perbuatanmu...tidak ada bedanya dengan kelakuan mereka” kata Felisa tetapi tidak dihiraukan. Livi terus menerus memukuli mereka. Tanpa berfikir panjang, Felisa menutup mata Livi dengan kedua tangannya.
“cukup... tenangkan fikiranmu... mereka mengakui kesalahan mereka” kata Felisa, tiba-tiba Livi menarik Felisa sehingga tubuh Felisa dipeluk Livi dari belakang. Livi mencium rambut Felisa.
“lisa... lama aku menantimu” kata Livi kemudian memegangi telinga Felisa
“aku ngga menyangka kamu bisa secantik ini. Terakhir kali aku menciummu, saat itu kamu masih dekil dan jelek. karena kamu sudah di sini, kamu adalah milikku. Tidak boleh ada yang menyakiti mu, aku akan menjaga mu” kata Livi lagi
“jangan seperti ini” kata Felisa melepas pelukan Livi.
Beberapa saat kemudian, salah satu guru datang, tidak ada diantara mereka mengakui itu perbuatan Livi yang menghajar mereka. Untuk masalah pelemparan lumpur tadi, tidak ada yang membahasnya juga. Sesuai dugaan, hal tersebut sudah menjadi rahasia umum, mereka mengetahui adat tersebut, tetapi membiarkannya. Berpura-pura tidak mengetahuinya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 59 Episodes
Comments
Haerunnisa Uladah
Aliando Kevin. kenapa nggak Aliando Syarief aja thoor
2020-08-15
0
Haerunnisa Uladah
keren
2020-08-15
0
Kenzi Kenzi
pjg......menarik
2020-07-24
1