NovelToon NovelToon

Going My Way

Bab 1

“Bodoh! Kamu udah siap apa?” tanya seorang anak laki-laki berumur delapan tahun yang telah menyelamatkan anak perempuan berumur enam tahun yang hampir tenggelam di sungai persawahan.

“siap apa?” tanya anak perempuan tersebut yang hampir tenggelam tadi

“siap di kubur” balas si laki-laki sembari menjitak anak perempuan tersebut

“ngga ada satupun yang aku kuasai. Baik mata pelajaran maupun olahraga. Anggap saja ini bagian dari usaha ku” kata anak perempuan tersebut sembari mengusap handuk yang sengaja ia bawa dari rumah

“udah sore, ayo aku antar pulang” kata laki-laki tersebut lalu menggendong anak perempuan yang diselamatkannya tadi.

!@#$%^&*

Sepuluh tahun kemudian...

“apa yang kamu lakukan? Hey...hentikan!!” ucap siswi berambut panjang sebahu saat melihat siswa laki-laki dengan tinggi 180 cm, sedang menarik bunga di taman sekolah dengan kasar.

“tinggalkan aku sendiri” bentak siswa tersebut tangannya masih menariki bunga tersebut

“ngga akan aku biarin. kenapa kamu mencabutnya? bunga nya sedang mekar” teriak siswi berambut sebahu dan mendorong siswa tersebut

“hah? Kak Kevin?” teriak siswi tersebut tangannya menutupi mulut.

Pahlawanku benar kembali!! Bisik siswi tersebut. Bernama Felisa Amena, 16 tahun, X IPS 5 Binusa Melati School.

!@#$%^&*

Esoknya saat bel istirahat berbunyi, felisa langsung berjalan ke arah taman bunga. Dilihatnya siswa yang kemarin merusak taman sedang menanam bunga.

“benar!! Kak Kevin yang ku kenal dulu bukan perusak. Tapi kenapa bunga kemarin dicabut? ada apa dengannya? apa ada yang salah?” tanya Felisa, tiba-tiba kevin berdiri dan berjalan mendekat. Karena terkejut Felisa kurang keseimbangan sehingga membuatnya terjatuh.

“bunga itu menghalangi pemandanganku. Kalau kamu menghalangi juga...tentu akan ku cabut juga” kata Kevin menatap felisa

“kalau gitu, cabut aku sekarang” kata Felisa, tangan kanannya diarahkan ke kevin, memberi kode meminta bantuan untuk berdiri. Tapi Kevin mengacuhkan Felisa. Ia pergi tanpa berkata apa-apa.

Aku memaafkan mu, karena Wajahmu masih tampan, walaupun ada penambahan sifat, sifat pemarah...ngga apa, aku senang melihatnya lagi...bisik felisa, ia berdiri sendiri dan menepuk seragamnya dari debu

Namanya Aliando Kevin. Dulu kami bertetangga dan satu sekolah. Aku yang ceroboh ini beberapa kali ditolong kak kevin. Dia idola sekolah. Tampan, pintar dan jago olahraga. Semua menyukainya dari guru, siswa termasuk aku. Berkat dia aku menemukan bakat ku. Saat kak kevin kelas empat, dia pindah rumah. Sejak itu aku ngga pernah bertemu dengannya lagi. Dan sekarang tiba-tiba tanpa direncanakan kami satu sekolah!! Aku penasaran dengan kemampuan melukisnya. Mungkin kita bisa bertemu di ekskul yang sama? tapi bentar dulu, name tag seragam nya tertulis Kevin Deravota? aku salah orang? tapi ngga mungkin!! dia benar kak Kevin!! aku yakin... Bisik Felisa dengan semangat sekaligus bingung.

!@#$%^&*

“gadis itu cantik sekali” puji Felisa sembari berjalan

“namanya Tasya, dia populer sejak SMP. Akademiknya bagus. Olahraganya juga bagus. Tapi keluarganya cukup misterius. Kalau dilihat dari penampilannya, dia dari kalangan atas tapi susah diprediksi juga” kata Feby teman satu kelas Felisa

“sekolah ini begitu memandang kasta. Menurutku itu ngga baik” kata Felisa matanya tertuju pada Kevin yang berjalan ke arahanya, dan hanya melewatinya.

“kamu suka kak Kevin?” tanya Feby

“laki-laki tadi populer juga di sekolah?” tanya Felisa

“dia... lebih baik kamu menjauhinya” kata Feby dengan wajah serius

“apa masalahnya? Dia tampan...aku yakin dia cukup pintar” kata Felisa

“ada banyak tingkatan siswa di sekolah ini. Tingkat elit untuk siswa yang sudah pasti jadi penerus perusahaan besar. Bisa dikatakan tingkat berlian. Bawahnya tingkat topaz. Untuk siswa dari keluarga yang memiliki saham di perusahaan besar. Lalu tingkat mutiara dari keluarga politik, pejabat hukum dan jaksa. Tingkat perak, keluarga yang tidak terlalu kaya tapi mampu bayar spp di sini, contohnya aku. Selanjutnya tingkatan yang ngga diterima sama sekali, mereka hanya akan merasakan neraka kalau bertahan di sini...tingkat sampah. Anak selingkuhan orang kaya. Dan kak Kevin...salah satunya. Dia cukup menyedihkan di sini. Tapi dia mampu bertahan” jelas Feby panjang lebar

“biarpun begitu, masa tega buli orang tampan?” protes Felisa

“kau bergurau? Bukankah fisik mereka menarik perhatian, hingga memicu hubungan rahasia” kata Feby dan Felisa terdiam sejenak.

Tingkatan yang kacau. Ini kan udah modern, fikiran mereka masih sempit. Protes Felisa dalam hati

“mau ke mana?” tanya Feby

“ barangku ada yang tertinggal tadi, kamu duluan aja” teriak Felisa sengaja berlari ke arah ruang seni, setelah itu berlari ke taman bunga belakang sekolah membawa peralatan melukis

“bukan bunganya yang menghalangimu! Tapi dirimu sendiri yang menghalangi tekad mu kak Kevin. Dulu kak Kevin paling suka melukis bunga, jadi jangan sakiti bunganya lagi” kata felisa pada kevin yang berdiri memandangi bunga-bunga.

Saat Kevin berjalan pergi, tiba-tiba Felisa menendang kaki Kevin

“kau! Mau pura-pura ngga kenal aku?” teriak Felisa dan Kevin menatap Felisa

“kamu ingin aku bagaimana? Membuang waktuku berbicara denganmu?” tanya Kevin, tiba-tiba Felisa mengambil cat air dan kuas. Ia dengan sengaja mencoret seragamnya dan seragam Kevin.

“kau” teriak Kevin dan Felisa tersenyum

“warna-warna ini menyenangkan bukan? Kak Kevin yang mengajarinya padaku” kata Felisa lalu tangannya memberi kuas pada Kevin

“jauhkan itu dariku” melempar kuas tersebut saat melangkah pergi dihalangi Felisa

“jangan membohongi diri” kata Felisa sembari merentangkan tangannya

“berhentilah bersikap sok akrab” kata Kevin mendorong pelan Felisa

Dia bahkan ngga natap mataku...bisik Felisa

!@#$%^&*

“kak kevin”

“kak Kevin”

“kak Kevin” sapa Felisa setiap bertemu Kevin

“aku juga ngga punya teman di sini. Zaman modern gini mana ada fikiran berteman sesuai golongan?” kata Felisa

“keluar saja dari sekolah. Di sini ngga cocok buatmu” kata Kevin

“kakak seperti bercermin. Mengatakan itu layaknya untuk diri sendiri” kata Felisa dan Kevin langsung terdiam

“untuk kita berdua terlalu memaksakan diri pada dunia yang ngga kita sukai, tentu ada alasannya kan? Baik kak Kevin maupun aku...kita memiliki alasan sendiri” kata Felisa tiba-tiba menyuapi roti ke mulut Kevin. Dan Kevin memakannya sembari menatap Felisa.

“siapa gadis itu?”

“mungkin mereka satu golongan”

“saat sampah bertemu sampah” bisik-bisik siswa lain menatap ke arah Kevin dan Felisa

“bukankah kalangan mereka harus dimusnahkan? Merusak ketentraman, merusak hubungan keluarga. Aku ngga mau menghirup udara yang sama dengannya” bisik siswa lainnya menatap tidak senang

@#$%^&*

Esoknya saat Felisa berjalan memasuki gerbang sekolah, tiba-tiba ada yang melempari lumpur padanya. Siswa lainnya mulai berkerubung dan tertawa mengejek. Lalu Felisa teringat ucapan Feby. Setiap tahun selalu ada ritual golongan sampah pada anak baru, hati-hatilah saat berteman, mereka terkadang main hakim sendiri. Mereka bisa salah sangka padamu. Kalimat Feby terngiang di ingatan Felisa.

“mengerikan”

“darah kotor mereka” umpatan para siswa yang berkerubung.

Felisa menatap kearah temannya yang lain yang bernasib sama dengannya. Beberapa menangis dan lainnya pinsan. Ditengah kebingungan Felisa berjalan mundur, tiba-tiba ada siswa dengan tinggi 188 cm memukuli siswa yang memegangi ember berisi lumpur.

Kemudian tangannya mengambil sapu tangan dari saku seragamnya dan mengusapkannya di wajah Felisa.

“yang mengganggu wanitaku...jangan harap hidup tenang” kata siswa tersebut lalu menggendong Felisa ke kran air samping kelas X. ia membantu membersihkan tubuh Felisa yang kotor terkena lemparan lumpur tadi.

“dia kak Livi kan?”

“benar kak Livius Deravota?”

“bukannya lagi berlibur di Jerman”

“wanita tadi siapa kira-kira?”

“mampus! Entah apa yang akan dilakukan kak Livi, tau wanitanya di bully” bisik-bisik para siswa yang berkerumun tadi

“kamu yang menghasut mereka bukan? Aku penasaran reaksi kak Livi ceweknya diperlakukan tidak pantas” kata Feby menatap Tasya

“saat menuduh, harus disertai bukti bukan?” balas Tasya tersenyum kecut setelah itu pergi

!@#$%^&*

Felisa menatap laki-laki yang menyelamatkannya tadi. Ia bahkan memberikan seragam baru untuk Felisa.

“nona ini seragam anda” kata laki-laki lain memakai jas hitam rapi

“apa maksud perkataan tadi? Mengganggu wanita...yah, seperti itu” kata Felisa matanya melirik ke kanan dan ke kiri. Terlihat banyak siswa masih berkerubung tetapi tidak berani mendekat.

“lihat apa kalian? Kalian fikir aku ini tontonan?” teriak laki-laki tersebut membuat para siswa berlari ketakutan

Mungkin laki-laki di depan ku ini kalangan elit berlian, melihat mereka semua tidak berani mengakatakan sesuatu atau melawan. Bisik Felisa mengamati laki-laki tersebut

“ tangan kotor mereka beraninya menyentuhmu. Aku akan membuat mereka membayarnya” kata laki-laki tersebut, sebelum pergi Felisa sempat membaca name tag seragamnya. Dan mengernyitkan keningnya.

Livius Deravota? Kevin Deravota? Nama belakang mereka sama!! Di indonesia ngga ada ketentuan sih harus pake nama keluarga. Bisik Felisa saat memandang ke belakang ia melihat Kevin berdiri memandanginya. Felisa berlari ke arah Kevin.

“tempat ini ngga cocok untukmu” kata Kevin

“kak Kevin, kejadian tadi bukan salahmu” kata Felisa

“aku tidak berfikir kamu bebanku. Menghadapi kesulitanku saja sudah melelahkan. Yang aku butuhkan sekarang, wanita dari golongan permata, bukan sama-sama di cap sampah” kata Kevin, ucapannya bagaikan petir menyambar di kuping Felisa

“benar menjadi beban di matamu? Aku minta maaf” kata Felisa berlari ke kelasnya. Di sana ada Feby yang langsung memeluknya.

“kenapa mereka menghukum tanpa memberi tahu kesalahannya apa? Aku... aku anak sah pernikahan ayah dan ibuku!! Ini menyakiti ku, menyakiti harga diri keluarga ku” kata Felisa, ia menangis di pelukan Feby

“kamu... aku ngga bisa membuat kalimat menghibur. Tapi yang pasti kamu harus bersyukur karena bisa mengelak tuduhan mereka. Sisanya... mereka menangisi tuduhan yang dibenarkan. Mereka di hukum bukan sesuai kesalahan mereka” kata Feby membelai rambut Felisa.

Tiba-tiba ada siswa laki-laki dengan keringat mengucur deras berlutut pada felisa. Beriringan dengan nafas tersengal.

“tolong hentikan kegilaan tuan muda Livi” kata siswa tersebut, tanpa basa-basi felisa berlari ke arah yang ditunjukkan siswa tadi. Setiba di tempat, Felisa menutup matanya karena terkejut melihat yang ada di hadapannya. Beberapa siswa laki-laki hanya memakai boxer satu persatu di pukuli Livi.

“hentikan! Perbuatanmu...tidak ada bedanya dengan kelakuan mereka” kata Felisa tetapi tidak dihiraukan. Livi terus menerus memukuli mereka. Tanpa berfikir panjang, Felisa menutup mata Livi dengan kedua tangannya.

“cukup... tenangkan fikiranmu... mereka mengakui kesalahan mereka” kata Felisa, tiba-tiba Livi menarik Felisa sehingga tubuh Felisa dipeluk Livi dari belakang. Livi mencium rambut Felisa.

“lisa... lama aku menantimu” kata Livi kemudian memegangi telinga Felisa

“aku ngga menyangka kamu bisa secantik ini. Terakhir kali aku menciummu, saat itu kamu masih dekil dan jelek. karena kamu sudah di sini, kamu adalah milikku. Tidak boleh ada yang menyakiti mu, aku akan menjaga mu” kata Livi lagi

“jangan seperti ini” kata Felisa melepas pelukan Livi.

Beberapa saat kemudian, salah satu guru datang, tidak ada diantara mereka mengakui itu perbuatan Livi yang menghajar mereka. Untuk masalah pelemparan lumpur tadi, tidak ada yang membahasnya juga. Sesuai dugaan, hal tersebut sudah menjadi rahasia umum, mereka mengetahui adat tersebut, tetapi membiarkannya. Berpura-pura tidak mengetahuinya.

Bab 2

“badannya rata. Ngga menarik”

“akan ku buat dia membayar nya, karena menggodanya”

“jangan macam-macam. Kemarin kak Livi abis menghajar masal siswa yang ganggu wanitanya” bisik-bisk para siswa selang sehari setelah kejadian pembulian kemarin

“siswa itu benar-benar di luar kendali ku... aku... aku bahkan ngga tahu mau kentut di mana, karena mereka terus menerus mengamatiku” keluh Felisa menghela nafas. Ia lelah karena fans Livi terus menerus membuntutinya.

“Livius Deravota. Tinggi 188 cm. IQ 157 di atas rata-rata manusia normal. Ganteng. Selain itu, ia pewaris D.C Grup. Manusia luar biasa. Anggap aja kamu sedang menang lotre” kata Feby

Setelah bel pulang, Felisa langsung pergi ke arah ruang ekskul kesenian. Di sana sudah ramai siswi yang secara mendadak menjadi anggota baru.

“mereka ingin bisa melukis juga untuk menarik perhatian kak Livi” kata Dea dari kelas X IPA 3.

“Jadi berisik ruangannya” kata Felisa, saat hendak berdiri Livi sudah ada disampingnya.

Felisa mengalihkan pandangannya. tiba-tiba Livi menarik tangannya keluar ruangan.

“kau...pura-pura tidak mengenaliku? Atau hanya ingin menarik perhatian?” tanya livi memegang lengan Felisa

“sakit... kamu bahkan mengasari wanita?” bentak Felisa berusaha melepas cengkraman Livi

“ini benar-benar menggangguku! Pura-pura jual mahal? kamu tahu, saat aku kesal, kamu ngga akan bisa menanganinya” kata Livi tiba-tiba mencium bibir Felisa. Membuat para siswi yang berada di ruang kesenian terjatuh karena kaget.

“aku membantu ingatanmu!! Jangan lupa lagi!! Selanjutnya...” belum sempat Livi melanjutkan perkataannya, Felisa menampar Livi.

“sepertinya kamu sakit. Obatmu harus kamu bawa dua puluh empat jam, untuk mencegah pelecehan seperti tadi” bentak Felisa kemudian lari menjauh.

Sedangankan Livi terdiam karena terkejut dengan tamparan Felisa tadi.

“gadis tadi ngga kenal takut yah”

Tadi kak Livi beneran ditolaknya?”

“sok jual mahal”

“bukankah sikap tadi bisa jadi kesempatan buat kita” bisik-bisik para siswa yang ada di ruang kesenian.

!@#$%^&*

“gosip kak Livi di tolak olehmu cepat sekali menyebar yah. Benar tidak ada hubungan?” tanya feby

“yah...kenal juga ngga, tiba-tiba main cium di depan umum. Bukankah dia terlalu berani? Harusnya guru seni melihatnya, jadi guru bisa menghukum siswa itu” kata Felisa dengan nada kesal

“hanya saja yang menciummu bukan kalangan sembarangan” kata Feby

“mau kalangan apapun, aku ngga tertarik” balas Felisa

“kamu mengharap guru seni melihat dan menghukum kak Livi? Jangan harap. Di sekolah ini ngga ngajarin moral sebaik itu. Di sini...yang berkuasa yang memiliki hukum” kata Feby

“hmm... laki-laki itu merundung kak Kevin juga?” tanya Felisa

“entahlah... bisa iya bisa juga ngga” kata Feby

“kenapa? Ngomong-ngomong bukankah nama belakang mereka sama?” tanya Felisa

“mana mau kalangan elit mengotori tangan mereka, hanya satu isyarat bawahannya udah tahu tugas mereka. Dan orang tua siswa sini banyak yang bekerja di perusahaan D.C” kata Feby

“bener kamu ngga suka kak Livi?” tanya Feby penasaran dan Felisa langsung menggeleng

“biar suka pun... aku menebak pasti ada banyak wanita disekelilingnya. Dan itu akan membuat ku merasa ngga nyaman. Labelnya lebih besar dari pada aku. Melihat seorang pria memiliki aset diluar dugaan ku, aku yakin... aku pasti akan terintimidasi, karena aku hanya manusia biasa. Aku ngga mau pria yang lebih kaya sepuluh level dari ku. Mungkin... tiga sampai empat level akan sempurna bagiku” kata Felisa, ucapan bijaknya membuat feby tertegun kagum

“ini yang aku sukai dari sifatmu... benar!! kadang persepsi yang lebih tinggi itu hanya akan membanting kita sendiri” kata Feby mengangguk setuju

!@#$%^&*

Saat istirahat, Felisa ditugaskan memasang mading kelas di papan umum.

“ini gambarmu?” tanya seorang siswi, kemudian Felisa membaca name tag seragam siswi tersebut. Tertulis Tasya Arloind. “ya” balas Felisa

“berapa nilai UN mu?” tanya Tasya membuat Felisa berhenti memasang

“nilaiku pas-pasan... hehe” balas Felisa melanjutkan memasang kertas lain

“kamu ahli bidang olahraga?” tanya Tasya lagi

“ngga juga. Aku sangat payah dalam olahraga... tiba-tiba menanyakan itu, kenapa? kurasa aku tidak mengenalmu” kata Felisa menatap Tasya

“karena aku ngga menyukaimu, gadis biasa yang tiba-tiba menarik perhatian. Kelebihanmu hanya ada di wajah... Sisanya rata. Ngga ada yang menarik buat dilihat” kata Tasya setelah itu pergi.

Felisa mengernyitkan keningnya.

Gadis tadi sedang membuliku? Bisik Felisa memandangi punggung tasya yang berjalan menjauh

“apa aku serata itu?” tanya Felisa pada Feby, ia menceritakan semua kejadian tadi. Dan Feby mengangguk

“gadis selevelnya mendatangimu, mungkin keberadaanmu mengusiknya?” kata Feby

“bahkan temanku pun membullyku” keluh Felisa menyenderkan kepalanya di atas meja.

Di waktu yang sama di lain tempat, livi mengingat terus menerus kejadian felisa menamparnya.

“hoy” kata Livi pada Radit teman satu kelasnya

“lihat wajahku baik-baik. bukankah aku ini sangat tampan?” tanya Livi dan Radit langsung mengangguk

“kamu sangat tampan. Tuan muda orang paling tampan yang pernah ku lihat” kata Radit dengan nada yakin

“kalau begitu, apa aku ini kurang kaya?” tanya livi lagi

“kamu orang paling kaya di negara ini. Kalau kamu tanyakan itu, tidak ada siswa yang mengalahkan kekayaanmu di sekolah ini” kata Radit dan Livi memegangi rambut poninya sembari menghela nafas panjang.

Menarik.... memang harus seperti ini alur nya, hah. Bisik livi

@#$%^&*

Esoknya Livi sudah berdiri di depan kelas X IPS 5, membawa bunga untuk Felisa. Hari berikutnya Livi memberikan sekotak coklat mahal untuk Felisa. Hari berikutnya lagi Livi membawa boneka beruang besar untuk Felisa.

“apa-apaan dia? Mejaku penuh dengan barang-barangnya” kata Felisa menatap datar mejanya.

“itu hadiah romantis... Lisa. bentuk ke royalan kak Livi?” kata Feby berkomentar, kemudian Feby membuka bungkusan coklat tersebut, tetapi langsung di ambil Felisa.

“baiklah, aku tahu kamu ingin menikmatinya sendiri” kata Feby kecewa

“aku mau kembaliin semua” kata Felisa ia meminta bantuan agar Feby membawa boneka dari Livi. Banyak siswa berkerumun saat Felisa melempar hadiah tersebut ke Livi.

“kenapa? Kamu ngga mau yang murah? Aku ganti nanti, okay” kata Livi, ia bersiap bermain tenis. Felisa mengepalkan tangannya menahan marah.

“sampai kapan kamu terus menerus seperti ini?” tanya Felisa dengan mata berkaca-kaca

“ada apa? Sebagai hasilnya, itu bekerja baik untuk orang lain!! Apa salahnya memberikan hadiah? Kenapa kau marah? Gadis lain pasti akan memujaku karena hadiah-hadiah itu” tanya livi

“denger baik-baik, aku bukan gadis itu yang kamu maksud. Aku ngga membutuhkan semua hadiah-hadiah ini. Haruskah aku memberitahumu mengapa? Kenapa aku ngga bereaksi seperti yang kau harapkan? karena aku yakin ada maksud tertentu dari kelakuan mu ini. Aku harus membalasmu dengan lebih bahagia dan bersyukur. Setelah menciumku, aku yakin kamu akan meminta lebih. Namun aku bukan gadis sembarangan, aku melakukan yang sebaliknya. Apa aku salah?” kata felisa dengan nada emosi, tanpa sadar meneteskan air matanya, ia masih belum terima dengan pelecehan Livi yang tiba-tiba mencium nya kemaren

Gadis ini ngga menyukai uangku? Mereka semua menjilat agar terlihat baik karna bawahan D.C Grup... aku... ngga percaya ada yang tidak menyukai uang... bisik Livi

“kau menolakku?” tanya Livi kehilangan kata-kata

“lupakan!! Aku yakin, kau tak pernah benar-benar menyukai seseorang” kata Felisa berlari pergi, kemudian Feby mengikuti dari belakang

“luar biasa...ada gadis sesombong dia”

“mungkin ini yang dinamakan emansipasi wanita”

“tapi memang sih, kak Livi mirip stalker”

“ayolah, yang ditolak tadi itu pewaris D.C” bisik-bisik para siswa, diam-diam Kevinpun mengamati dari kejauhan. Lalu Kevinpun ikut berlari mengikuti Felisa.

“maaf... aku terlambat” kata Kevin, memberikan sapu tangan pada Felisa.

“itu tidak benar... aku bersyukur dengan kejadian ini kak Kevin berhenti marah padaku” kata Felisa mengusap air mata dan ingusnya yang menetes.

“kamu wanita tangguh... berhentilah menangis. Itu membuatmu terlihat jelek” kata Kevin

@#$%^&*

Sepulang sekolah Felisa terkejut Ayahnya sudah berdiri di depan pintu kamar kosnya. “Ayah... kenapa ngga bilang mau mampir?” tanya Felisa, belum sempat melanjutkan perkataannya, Ayah Felisa tiba-tiba pinsan.

Buru-buru Felisa mencari taxi, kemudian sopir taxi tersebut membopong Ayah Felisa dan membawanya ke rumah sakit.

“harus segera di operasi. Dan administrasinya harus diselesaikan juga” kata perawat bagian administrasi, ia memberikan rincian yang harus dibayar.

Ini... terlalu besar untukku. Bisik Felisa bingung. Kemudian ia melihat satu persatu nama kontak di ponselnya. Dan menekan panggilan ke tantenya.

“ada syaratnya!!” kata Nurin, tante Felisa

“apapun itu aku akan menyetujui nya” balas Felisa dengan cepat

@#$%^&*

Sesuatu yang selalu ku hindari dan ngga pernah ingin ku bicarakan. Ibuku terlahir dari keluarga kaya. Layaknya romeo juliet ngga mendapat restu, ia kawin lari dengan Ayahku yang hanya seorang petani.

Pernah satu kali kami mengikuti pertemuan keluarga dan kakak adik Ibu mengolok-olok kami yang hanya memakai baju biasa dan sekolah di sekolah biasa. Setelah pertemuan itu, aku bertekad mencari bakat terpendam yang ku punya. Pertama kali aku mencoba nya dengan berenang. Tapi tenggelam dan ditolong kak Kevin.

Ia menolongku dan menggendongku sampai ke rumah. Setelah kejadian itu aku selalu mengikuti kak Kevin. Mengganggunya, membuatnya risih. Kemudian kami menjadi akrab dan sering bermain bersama.

Dari situ pula, aku mendapat inspirasi bakatku setelah melihat kak Kevin banyak menggambar dibukunya.

Saat SMP ibuku meninggal tertabrak mobil. Sejak itu aku hidup berdua dengan ayah. Sering menang kejuaraan melukis, membuatku mendapat beasiswa di sekolah yayasan Binusa School.

Sekarang hanya Ayah keluargaku. Mana mungkin aku mengacuhkannya.

Ada syaratnya!! Kamu harus mau bertunangan dengan anak rekan bisnis nenek. Sebenarnya kamu sudah lama dijodohkan tapi ayahmu menolaknya. Kamu tahu sendiri semua cucu nenek laki-laki. Perkataan tante Nurin terngiang di kepala felisa.

Dengan langkah gugup, Felisa memasuki pintu restoran bersama dengan neneknya.

Felisa terdiam mematung, melihat sosok laki-laki yang akan menjadi tunangannya. Laki-laki tersebut balik menatap lurus ke Felisa. Dengan senyum sinis.

“calon tunanganku sangat cantik. Aku sampai kehilangan kata-kata. Tapi... masalahnya... lisa sepertinya tidak menyukaiku” kata Livi, ia calon tunangan Felisa

“mana mungkin aku ngga suka. Kak Livi sangat populer di sekolah. Aku yang merasa rendah diri” balas Felisa

“tentu saja, kecantikan nenek mengalir padamu” kata Saras, nenek Felisa dan Ayah Livi tertawa mendengarnya.

Seusai makan Felisa meminta ijin ke toilet. Diikuti Livi beberapa menit setelahnya. Saat keluar toilet, dilihatnya Livi berdiri di depannya.

“aku minta maaf. Ternyata aku menjilat air ludahku sendiri. Di dunia ini, ngga ada orang yang membenci uang. Termasuk aku... aku mulai menyukainya” kata Felisa, tiba-tiba Livi memojokkannya di dinding.

“entah aku yang jatuh ke perangkapmu, atau kamu yang jatuh ke perangkapmu sendiri. Aku tak mempermasalahkannya. Sekarang tinggal kamu tunjukkan buktinya pada ku, maksud perkataan mu kemarin” kata Livi, wajahnya mendekat ke wajah Felisa. Dan Felisa memalingkannya.

“kesepian abadi adalah saat kau bisa bersama raganya, tapi tidak dengan hatinya. Dan aku ngga mau kesepian” kata Livi perlahan menjauhkan wajahnya.

Tiba-tiba kaki Felisa berjinjit dan perlahan mengulurkan tangannya ke arah belakang leher Livi. Tanpa di duga Felisa mencium Livi.

“sekarang kamu, ngga bisa melarikan diri” bisik Livi lalu menggandeng Felisa masuk ke restoran lagi.

“nenek... malam ini sudah dibolehkan kan felisa tidur di rumah ku?” tanya Livi pada nenek Felisa

“tentu saja. Biar barang-barangnya diambil besok. Kos-kosannya dekat dengan sekolah” balas nenek Felisa

Aku benar-benar dijual sekarang? Umurku bahkan baru 16 tahun... apa UU tidak berlaku untuk orang kaya? Bisik Felisa tapi dia hanya diam mengikuti Livi yang menggandeng tangannya. Livi membukakan pintu mobil mewahnya untuk Felisa.

“aku orang yang sangat serius menjalani hubungan. Saat aku menanyakanmu pembuktian tadi, sebenarnya aku hanya ingin kamu menarik perkataanmu bahwa aku tidak pernah benar-benar menyukai seseorang... dan hasilnya... di luar ekspektasi... kamu menciumku. mulai sekarang, belajarlah menyukaiku” kata Livi menatap Felisa

Bab 3

Aku ngga tahu harus bagaimana menanggapinya. Harus bersyukur karena rupanya ada orang lain yang tinggal di rumah besar Livi. Atau harus terkejut melihat orang lain yang tinggal tersebut adalah kak Kevin dan Tasya. Kami berempat makan di meja yang sama pagi ini.

“anggota terakhir akhirnya datang juga. Aku sempat khawatir posisi itu kosong” kata Tasya di sela-sela makan

“semoga kalian ngga terganggu dengan kehadiranku” kata Felisa

“tentu saja kita harus bersikap nyaman sebagai calon keluarga” kata Tasya, tiba-tiba Livi membanting makanan yang ada di atas meja.

“makanan sampah!! Mempekerjakan kalian ke sini apa untuk membuat makanan ini yang kucing saja tidak suka!! Pergi ambil gaji kalian dan pergi. Semua di pecat” bentak Livi memarahi para juru masak dapurnya

“kak Livi, kamu tidak menyukainya, apa harus sampai di banting dan memakinya juga? Kamu hanya perlu bilang baik-baik alasan kenapa tidak suka masakannya” kata Felisa dan Livi pergi tanpa berkata apa-apa, Tasya berlari mengejar Livi.

Tempramen sekali... padahal makanan tadi sangat enak. Rutuk Felisa kesal

“ sejak nyonya meninggal, tuan muda menjadi sangat pemilih terhadap makanan, dia tidak mengatakan secara jelas apa yang salah dengan masakan nya dan membuat kami sebagai juru masak bingung. Nona, bisa bujuk tuan untuk makan walau satu sendok? Ini sudah ke sekian ratus kalinya saya mengganti juru masak untuk tuan, saya sampai lupa kapan terakhir tuan makan di rumah” kata Tantri, kepala pelayan rumah Livi.

Lalu Felisa menatap makanan yang dilempar Livi tadi. Segera ambil tindakan, dengan cepat tangan Felisa memotong sayuran dan memasaknya. Seusai masak Felisa pergi mencari Livi.

Entah kenapa aku bertingkah seperti ini. Bisik Felisa melihat Livi sedang memakan roti bersama Tasya.

“makanan ini, boleh aku yang memakannya?” tanya Kevin yang berdiri di samping Felisa

“tentu saja... aku ngga mungkin bisa menghabiskannya” kata Felisa memberikan nampan berisi makanan pada Kevin

“kamu juga. Ayo makan bersama” kata Kevin

Diam-diam Tasya melirik ke arah Kevin dan Felisa. Kau tak bisa mengalahkanku. Bisik Tasya tersenyum sinis.

“mau ke mana?” tanya Tasya dan Livi pergi tanpa berkata apa-apa. Livi pergi ke dapur, dilihatnya Felisa sedang makan berdua dengan Kevin.

“siapa yang mengijinkanmu makan?” bentak Livi menendang kursi Kevin

“merajuk layaknya anak kecil, pilih-pilih makanan. Ini masih pagi, jangan marah-marah mulu” kata Felisa menyuapi lodeh kangkung ke mulut Livi

“gimana? Makanan ini mau kamu lempar juga?” tanya Felisa

“aku ngga tahan lagi” kata Kevin berdiri memegang lengan Felisa

“jauhkan tangan kotormu dari tunanganku” kata Livi berusaha melepas genggaman Kevin pada Felisa

“untuk sekali saja, aku juga menginginkan sesuatu. Kali ini aku ngga akan menahannya lagi... ” kata Kevin menatap tajam Livi

“karena itu mari bersaing secara adil” kata Kevin lagi berganti menatap Felisa

“berhenti berbicara aneh, kalau kalian ngga mau makan terserah. Aku mau berangkat dulu” kata Felisa berlari keluar dan Livi mengejarnya

“berangkat ke mana? Hari ini libur” kata Livi

“ada ekskul tambahan, persiapan lomba lukis minggu depan” kata Felisa dan langkah Livi langsung terhenti

“aku antar. Kita punya hobi yang sama kan?” kata Kevin tiba-tiba sudah berada dibelakang Livi dan Felisa.

“boleh” balas Felisa lalu Felisa memandang raut wajah aneh Livi

“kita ke perpus aja ya kak. Ada beberapa materi yang belum aku pahami” kata Tasya tiba-tiba menggandeng lengan Livi.

Gadis itu menyindirku hah? tapi kenapa aku merasa tersindir? hobiku memang bukan hobi membaca buku. Bisik hati Felisa

@#$%^&*

Setengah jam Kevin hanya terpaku pada kanvasnya yang masih bersih belum tercoret.

“terlalu banyak ide yah, jadi susah digambarin?” tanya Felisa pada Kevin

“ternyata sulit. Sudah lama aku tidak melakukannya” kata Kevin memberikan kuasnya pada Felisa

“apanya yang sulit? Hanya perlu mencoretnya seperti ini” kata Felisa tangannya asal mencoret pada kanvas Kevin

“mengecewakan. Bertahun-tahun ngga ketemu, aku kira kemampuan kak Kevin berada jauh di atas ku. Aku ngga tau sama sekali alasannya, tapi yang namanya suka harus dipertahaninkan? Aku benar-benar menantikan karya luar biasa kak Kevin” kata Felisa ucapannya langsung memberi motivasi Kevin

“boleh aku kasih saran? Tolong jangan pernah melukis di rumah” kata Kevin dan Felisa mengernyitkan keningnya.

Di waktu yang sama, berbeda tempat Livi dan Tasya membaca buku dengan tenang di perpustakaan pribadi.

“kak Livi menangis?” tanya Tasya dengan terkejut

“sudah lama aku tidak makan sayur buatan rumah. Aku sempat berfikir melupakan rasanya” kata Livi maksud perkataannya adalah memuji masakan buatan Felisa. ia tertawa bersamaan dengan meneteskan air matanya. Tangan tasya menggenggam erat roknya menahan marah.

“juru masak baru sekarang sesuai seleramu?” tanya tasya pura-pura tidak tahu maksud ucapan Livi

“Lisa” kata Livi tiba-tiba berjalan pergi

Gadis yang menarik. Bisik Tasya tersenyum sinis, ia kembali membaca bukunya tapi sesaat kemudian melempar buku tersebut .

@#$%^&*

“kamu pindahkan Ayahku di mana? Sekarang apa lagi maumu?” tanya Felisa saat berkunjung di rumah sakit ayahnya tidak ada di kamarnya. Livi menunjukkan foto Ayah Felisa yang terbaring di kamar yang lebih luas.

“masakin makanan tiap hari untukku. Belajar dengan giat, harus masuk tiga besar dalam kelas. Aku ngga mau memiliki istri bodoh. Terakhir... sebelum liburan semester ganjil kamu sudah harus bisa dansa. Setelah lolos semua, baru aku ijinin kamu bertemu Ayahmu” kata Livi dan Felisa menarik nafas panjang

“aku terbiasa memasak sendiri tiap hari semenjak ibu meninggal, untuk dansa... kalau banyak berlatih sepertinya bisa tapi untuk masuk tiga besar? Seumur hidup aku hanya tertarik dengan komik, gimana kalau sepuluh besar? Lima belas besarpun sangat sulit untukku. Teman kelasku pintar-pintar” kata Felisa memohon

“itu... terserah padamu. Aku hanya ingin kamupun ikut berjuang. Karena ayahmupun sedang berjuang juga melawan sakitnya” kata Livi sembari berjalan, Felisa tertegun dengan ucapan Livi.

Orang kasar ini sedang menyemangatiku? Bisik Felisa, lalu berjalan mengikuti Livi

@#$%^&*

“ada taman seindah ini di rumah” kata Felisa memandangi sekeliling tanaman rumah kaca milik Livi

“ayo fokus” kata Livi memberi satu soal matematika tapi lima belas menit berlalu Felisa masih belum bisa menjawabnya

“ingat pelajaranmu dengan baik” kata Livi

“gimana kalau kita istirahat? Memaksa otak lelahkan, ngga baik” kata Felisa

“haruskah aku belikan satu dus minyak ikan super untukmu?” kata Livi dengan nada tinggi. Felisa langsung berdiri dari duduknya.

“kamu benar mengejekku seperti ini? Lebih baik aku cari guru lain yang bisa jaga emosinya” kata Felisa saat melangkah pergi di cegah livi

“siapa yang ijinin kamu pergi?” bentak Livi. Tiba-tiba Tasya datang dan memegangi bahu Felisa untuk duduk kembali.

“untuk tahu soal ini harus dikasih inti rumusnya dulu. Soal ini memang sulit untuk pemula” kata Tasya lalu memberi penjelasan pada Felisa dari rumus yang paling dasar. Felisa langsung mengerti maksud penjelasan Tasya.

“rumus ini sudah ku hafal dari kelas tiga sekolah dasar. Kamu harus berusaha lebih giat lagi untuk mengejar ketertinggalan” kata Tasya tersenyum simpul ke arah Felisa setelah itu pergi

“dasar sombong, membandingkan aku dengan anak sekolah dasar... tapi ngga apa, untung lah dia cantik dan pintar” rutuk Felisa

“ngga perlu iri dengannya. Pemeran utama wanitanya bukan dia, tapi kamu” kata Livi

“kak Livi... boleh aku melukismu?” tanya Felisa

“apapun itu aku ngga akan melarangmu. Tapi jangan memperlihatkan lukisanmu padaku” kata Livi

@#$%^&*

“hidupmu sepertinya sangat membosankan. Bahkan not sederhanapun kamu tidak mengetahuinya” kata Tasya di sela mengajari Felisa bermain piano untuk tugas minggu depan.

“aku tahu kamu sangat menyebalkan. Tapi dibanding kak Livi yang akan membanting apapun karena kebodohanku. Aku... lebih memilih kamu yang mengajariku” kata Felisa

“aku menganggap ini pujian. Tapi aku tidak mengajarimu dengan gratis. Sebagai imbalan, kamu ajari aku memasak” kata Tasya dan Felisa sangat senang mendengar persyaratannya.

Prank!! Terdengar suara bantingan ember terbuat dari besi dari ruangan perpus disamping ruang musik. Tasya dan Felisa berlari ke arah suara.

Keduanya terkejut melihat alat lukis yang berantakan ditendang Livi. Dan Kevin tertawa sinis melihatnya.

“kak Livi!! Bukankah kamu terlalu kasar? Merusak barang orang lain!!” bentak Felisa mencoba menghentikan Livi

“aku memang gampang emosi!! Lalu kenapa? jangan pernah membelanya di depan ku” bentak Livi memegangi kedua bahu Felisa

“rusak semaumu, tapi aku sekarang mengingatnya. Lukisan ibuku yang kamu bakar” kata Kevin membuat Livi tambah mengamuk dan meninju Kevin, saat Felisa menengahi tubuhnya terdorong jatuh mengenai kanvas yang patah dan membuat lututnya berdarah. Prak!! Felisa menampar Livi

“menyebalkan, selalu main hakim sendiri. Aku benci melihat seorang pria kasar” kata Felisa, Livi mengurunkan niatnya membalas saat melihat lutut Felisa berdarah.

“lututmu berdarah” kata Livi tiba-tiba membopong Felisa ke dekat kotak P3K. ia mengelap lutut Felisa dengan lap basah lalu mengoleskan salep.

“aku...masih kasar di matamu?” tanya Livi

“kecerdasan kognitif tinggi ngga menjamin tingginya kecerdasan emosional. Kak Livi ngga capek marah-marah terus?” tanya balik Felisa

Di waktu yang sama dengan tempat berbeda Tasya dan Kevin masih berada di ruang perpus.

“yang membakar semua lukisan di ruang kesenian sewaktu sekolah dasar pelakunya kak Livi kan? Melihat dia sangat membenci lukisan, bukan mustahil dia juga yang ngehapus ekskul melukis dari daftar kegiatan sekolah. Sekarang Felisa datang, makanya ekskul melukis di adakan lagi. Kamu beneran ngga memiliki pengaruh yah” kata Tasya

“kalau kamu mau... batalkan saja pertunangannya dengan ku. Dari awal kamu hanya mau tinggal dengan Livi kan? Konyol...kau pikir Livi ngga tahu identitasmu? Berhentilah pura-pura suci” kata Kevin tersenyum sinis kemudian pergi.

@#$%^&*

Malamnya Livi mengetuk pintu kamar Felisa. “ada apa?” tanya Felisa mengucek kedua matanya

“masih jam sembilan kamu udah tidur?” tanya balik Livi lalu menggandeng lengan Felisa ke aula rumah.

“apa itu?” tanya Felisa

“sebuah ponograf. Aku suka barang klasik. Aku pikir kamu akan menyukainya juga. Ini ditempatkan di loteng beberapa waktu tetapi masih berfungsi dengan baik” kata Livi

“sekarang udah modern jarang ditemui barang antik seperti itu. Apa kamu tau cara menggunakannya?” tanya Felisa

“kamu meremehkanku” kata Livi tersenyum kemudian mulai menyalakan ponograf tersebut

“jazz!! Indahnya...” kata Felisa terkagum

“namaku Livius Deravota, apakah nona bersedia berdansa denganku?” tanya Livi mengulurkan tangan kanannya

“untuk malam yang indah ini, untuk jazz yang luar biasa ini...bolehkah aku berdansa denganmu?” tanya Livi lagi membungkukan badannya

“baiklah” balas Felisa membalas uluran tangan Livi

“tanganmu kaku sekali. Bagaimana kau bisa menggenggam tanganku dengan kekuatan? Kau harus memegangnya dengan hati” kata Livi menggoda Felisa membuat pipi Felisa memanas

“ini pertama kalinya aku berdansa” kata Felisa

Gerakannya lambat dan lembut, sangat cocok denganku. Sangat lembut dan penuh perhatian...ini pertama kalinya aku melihatnya seperti ini. Bisik Felisa

“satu tarian lagi denganku?” tanya Livi dan Felisa mengangguk

“ponograf ini tidak dapat dibandingkan dengan penampilan alat musik modern sekarang. Ia memiliki pesonanya sendiri. Aku harap dapat berdansa denganmu seperti ini selamanya” kata Livi tiba-tiba mencium kening Felisa

“ini sudah malam, aku ngga mau meladeni otak mesummu” kata Felisa mendorong Livi kemudian berlari memasuki kamarnya. Dan Livi tersenyum memandangi Felisa yang berlari menjauhinya.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!