Married With Dangerous Boy
Alesha Bulan Delona, seorang gadis yang kerap disapa dengan Alesha itu memiliki paras cantik bak dewi Yunani. Kulitnya putih bersinar disertai rambut panjang yang semakin menambah pesona kecantikannya. Dia terlihat begitu imut dengan tinggi badan 160cm. Kini ia sedang berada dalam perjalanan menuju sekolah sembari membaca novel Dia Acha, novel kesayangannya.
Dari malam hingga pagi, gadis itu tak bisa tidur nyenyak. Alesha begitu penasaran memecahkan teka-teki siapa Acha sebenarnya. Misteri yang terkandung di dalam novel tersebut benar-benar dirangkum begitu elok hingga membuat Alesha langsung jatuh cinta. Namun kepalanya terasa pening saat ini. Bagaimana tidak, ia memaksakan diri untuk membaca novel di dalam mobil.
Terpaksa Alesha harus menutup novelnya sebentar. Dia memijat kepalanya dengan pelan. Alesha akan melanjutkan bacaannya ketika sudah jam istirahat di sekolah baru nantinya. Hari ini adalah hari pertama Alesha menjadi murid baru. Tiga hari yang lalu, dia beserta keluarganya pindah dari Bandung ke Jakarta karna pekerjaan ayahnya.
"Kenapa, Sha?" tanya Delon, ayah Alesha.
"Pusing, Yah."
"Kamu baca novel di mobil?"
Alesha mengangguk kecil. "Iya, Yah."
"Kalau membaca di dalam mobil pasti pusing, lebih baik baca di perpustakaan aja, Sha." Tegur Delon.
"Habisnya ceritanya seru sih, kan Alesha jadi pengen cepet-cepet selesaiin,"
Delon geleng-geleng kepala. "Tapi kamu harus jaga kesehatan, Sha. Jangan paksain hal yang tidak baik untuk kesehatan," peringat Delon.
"Iya Ayahku tercinta, Alesha pasti jaga kesehatan." Alesha memeluk lengan Ayahnya. Delon mengelus pelan puncak anak tunggalnya.
"Bentar lagi udah sampe di sekolah baru, belajar yang rajin, Sha. Buat Ayah dan Ibu bangga."
"Siap, Ayah." Alesha memberi hormat.
Delon menghentikan mobil di depan gerbang. Masih tersisa lima belas menit sebelum bel masuk sekolah berbunyi.
Alesha menjabat tangan Delon. Ia menempelkan tangan Delon ke dahinya. "Alesha sekolah dulu, Assalamu'alaikum."
"Wa'alaikumslaam."
Alesha turun dari mobil. Sebelum masuk, ia merapikan seragamnya. Detak jantungnya berdegup kencang. Alesha mengatur napasnya mengurangi rasa gugup.
Delon memencet bel, kemudian beliau pergi bekerja. Alesha melambaikan tangan seraya tersenyum, setelah itu ia menantapkan diri untuk masuk ke dalam sekolah dengan hati berdebar-debar.
...***...
Alesha masuk ke dalam kelas bersama wali kelasnya. Semua pandangan mata teman-temannya tertuju ke arahnya. Alesha menarik napas dalam-dalam membuang rasa nervous-nya.
"Halo semua, perkenalkan nama gue Alesha Bulan Delona, kalian bisa panggil gue Alesha, terima kasih."
Seorang cowok dengan tas yang menyampir di bahu langsung nyelonong masuk tanpa permisi.
"Zafran! Mana etikamu saat masuk kelas!" tegur Dewi.
"Ketinggalan di rumah," Zafran melemparkan tasnya di atas meja kemudia ia duduk dan menelungkupkan kepalanya di atas meja tanpa rasa bersalah sedikit pun.
Dewi geleng-geleng kepala melihat tingkah laku Zafran. "Alesha, silahkan duduk di kursi kosong."
Alesha mengangguk dan menuruti perintah wali kelasnya. Dia berjalan menuju bangku kosong yang berada di samping kanan cowok yang bernama Zafran tersebut. Di samping kiri kursinya ada seorang cowok tampan yang diam fokus memperhatikan ke depan.
Alesha tidak berani berkenalan dengan Zafran, karna cowok itu menidurkan kepalanya di meja. Alesha takut mengganggunya. Cewek itu beralih ke arah sebaliknya. Ia menjulurkan tangannya, niatnya untuk berkenalan dengan teman baru.
"Hai nama gue Alesha, lo siapa?"
Tangan Alesha senantiasa mengambang di udara. Cowok itu bahkan tidak melirik Alesha sama sekali. Cewek yang ada di depan Alesha berbalik ke belakang. Ia menurunkan tangan Alesha.
"Nama dia Gavin. Sampe setahun lo julurin tangan lo juga gak bakal di respon sama si kulkas. Mending kenalan sama gue aja," ucapnya berbisik amat sangat pelan.
"Nama gue Martha, ada dua hal yang perlu lo hindari saat sekolah di sini," jelasnya.
Alesha mengangkat salah satu alisnya. "Apa?"
"Nanti pas istirahat gue kasih tau, karna-"
"Berisik! Lo berdua bisa diem gak sih!" Alesha dan Martha terjingkat kaget. Teriakan Zafran menggema di telinga keduanya.
Martha langsung terdiam. Ia kembali ke tempat asalnya. Alesha memandang Zafran tak percaya.
"Apa lo liat-liat?"
Alesha tersadar, ia geleng-geleng kepala dan kembali fokus ke depan.
Zafran menendang bangku Alesha keras hingga kursinya menabrak kursi Gavin. Cewek itu terjatuh dipelukan Gavin. Kelas mendadak ricuh. Sebagian dari mereka bersiul ria.
*Cie.. Cie
Si kulkas otw punya pawang,
Andaikan gue jadi Gavin,
Aa, iri deh sama anak baru bisa meluk Gavin*.
Zafran berdiri dari duduknya, sebelum ia keluar dari kelas, matanya menatap Gavin penuh seringaian.
Lagi-lagi Alesha menjadi pusat perhatian. Apalagi saat dirinya memeluk Gavin. Cowok itu tidak protes bahkan posisinya masih tetap seperti semula. Alesha berkedip cepat. Ia bergegas menjauhkan diri dari Gavin.
"Ma-maaf, gue gak sengaja," Alesha menarik kursinya menjauh. Martha membantunya.
Gavin tak merespon permintaan maaf Alesha. Cowok itu menatap keluar pintu, tempat di mana Zafran keluar. Alesha melihat jika tangan Gavin terkepal erat. Otot-ototnya muncul di permukaan kulitnya. Alesha meneguk salivanya. Ia sedikit takut melihat Gavin yang terlihat menahan amarah.
"Baru aja satu hari lo udah terancam dalam bahaya," ucap Martha.
...***...
Alesha membuka novelnya. Kali ini Martha mencari tempat yang aman untuk membicarakan hal yang paling penting untuk Alesha ketahui sebagai murid baru.
Matanya fokus membaca novel. Tapi telapak tangan Martha merambat ke novelnya dan menutupnya.
"Kenapa?" tanya Alesha.
"Apanya?"
"Kenapa lo bawa gue ke perpustakaan? Kan lebih enak kalau kita ngobrol di kantin," Alesha benar, lebih nyaman jika mereka berdua membicarakan hal penting di kantin bukan di perpustakaan. Perpustakaan adalah tempat sunyi anti suara, tapi Martha malah mengajaknya ke mari.
Sebenarnya Alesha suka berada di sini, tapi sekarang bukan waktu yang tepat untuk membaca. Apalagi sekarang Alesha harus mengecilkan suaranya se-pelan mungkin supaya tidak menganggu yang lain.
"Lebih bahaya kalau kita di kantin, nanti si es sama api denger, tambah bahaya."
"Maksudnya es sama api?"
Martha lebih mendekatkan diri ke Alesha. "Gini gue jelasin. Jadi di sekolah kita ini ada api Utara sama es Selatan. Api Utara ini julukan untuk si Zafran, bad boy kelas kakap. Berandalan yang sukanya cari masalah sama si es Selatan, alias kulkas berjalan, yaitu si Gavin,"
"Dua-duanya sama bahayanya. Kalau si Zafran udah ngibarin bendera perang ke Gavin, meskipun si Gavin nih orangnya cuek dan gak pernah ngomong kayak orang bisu, tapi dia selalu nerima tantangannya Zafran. Mereka berdua ini sering banget adu mekanik,"
"Sering keluar masuk Bk. Tapi anehnya, mereka selalu rebutan peringkat satu dan dua. Makanya meskipun mereka suka cari masalah, mereka tetep jadi kesayangannya guru,"
"Terus kenapa mereka bisa berbahaya?"
"Karna kalau lo berani mengusik kehidupan mereka berdua, lo akan jadi korbannya."
"Korban pembunuhan?"
"Lebih kejam daripada pembunuhan. Mereka gak hanya bunuh lo secara fisik, tapi mereka bakal bunuh lo secara mental."
"Terus? Gue harus lari kalau ketemu mereka?"
Martha menggebrak meja dengan keras. "Lo paham gak sih maksud gue?" ucapnya nge-gas.
"Stt!!! diam!" tegur beberapa orang yang sedang konsentrasi membaca.
Martha langsung menutup mulutnya. Sedang Alesha terkekeh pelan.
"Maksud gue, lo harus menghindari mereka, jangan sampai lo terlibat hal sekecil apapun sama mereka. Kalau gak, lo bakal dapat masalah besar!"
"Apalagi sama si Zafran, dia kalau udah bully orang gak mandang bulu, dan gak bakal nyerah sebelum korbannya masuk rumah sakit atau bahkan keluar dari sekolah ini!"
Mendengar perkataan Martha, bulu kuduk Alesha merinding seketika. Ia teringat beberapa saat yang lalu, saat dia sedang asik berbincang dengan Martha, Zafran tiba-tiba menendang kursinya ke arah Gavin.
Mata Alesha mendelik. Ia mencengkram lengan Martha. "T-tapi Mar, g-gue kan duduk diantara mereka,"
Martha mengangguk mengerti. "Sekarang lo malah duduk di antara mereka berdua. Padahal kursi yang lo duduki memang sengaja dikosongin, karna Zafran sering nendang kursi itu ke arah Gavin,"
"APA?!"
Alesha berdiri. Ia tak peduli tatapan kebencian yang terarah padanya. Ia segera beranjak dari perpustakaan dan berlari ke dalam kelas meninggalkan Martha sendirian.
"Alesha? Lo mau ke mana? Kok gue di tinggal?"
Alesha lari terbirit-birit seakan dikejar hantu. Ia tidak mau mencari masalah lagi, sebisa mungkin Alesha harus pindah kursi.
Kelas kosong tidak ada siapapun, ini kesempatan Alesha untuk pindah tempat duduk. Ia mengambil tasnya, lalu memindahkan kursinya di mana pun asalkan terjauh dari dua orang itu. Karna ia tak mau menjadi korban tendangan Zafran.
Saat Alesha memegang kursinya, tangan seseorang juga menarik kursi tersebut. Buru-buru Alesha mendongak. Betapa terkejutnya ia saat melihat Zafran menatapnya nyalang.
"Siapa lo berani mindahin kursi ini?"
...***...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 80 Episodes
Comments
Noorhikmah
baru mampir...
2022-04-13
0
Miss HALU💋💖
mampir...😊
2022-04-08
1
Dwi Rustiani
tetap semangat kak🥰
2022-03-21
0