Alesha menatap ke depan. Pikirannya kosong. Ia terus bimbang memikirkan tentang perjodohan ini. Apakah ia harus menerima permintaan Om Gun atau tidak. Saat ini, dia dan ayahnya sedang berjalan menuju ke ruangan inap istri Gun.
Alesha menatap punggung ayahnya yang sudah renta. Hidup mereka sederhana, dan mereka juga tidak kekurangan ekonomi. Semua kebutuhan hidup sehari-hari sudah tercukupi dengan pekerjaan ayahnya yang hanya sebagai seorang supir.
Tapi mengapa ayahnya menyetujui perjodohan ini tanpa bernegosiasi dengan Alesha terlebih dahulu? Gun memang ingin mendengar jawaban dari mulut Alesha sendiri, tapi sikap ayahnya padanya seolah-olah meminta Alesha untuk menerima perjodohan ini.
Alesha belum sempat berbicara empat mata dengan Delon untuk mempertanyakan alasannya. Apalagi sekarang, pria paruh baya itu mengajak Alesha untuk bertemu dengan teman masa kecil almarhumah Ibunya.
"Alesha?" Gun memanggilnya.
Alesha mendongak. "I-iya Om?"
"Ini adalah kamar istri Om, silahkan masuk."
Gun membuka pintu ruang inap. Delon dan Alesha masuk. Mata Alesha tak sedikit pun teralihkan dari wanita paruh baya yang sedang tersenyum lembut padanya.
"Alesha?" panggilnya.
Alesha terkejut bagaimana wanita paruh baya itu mengetahui namanya. Delon menyentuh pundaknya. Ia menyuruh Alesha mendekati wanita tersebut.
"Sini, Nak,"
Alesha mendekat. Wanita itu mengelus rambut lurusnya. "Kamu cantik sekali. Wajahmu sangat mirip mendiang Janah,"
Mata Alesha berkaca-kaca. Gadis itu teringat mendiang ibunya. Wanita paruh baya itu mengelus pipi Alesha.
"Anggap saja tante ini Mamamu, Nak,"
Alesha menatapnya tak percaya, lantas ia berkata, "Bolehkah tante?"
"Boleh dong, sayang,"
Alesha memeluk wanita baya tersebut. Gadis itu merasakan sapuan hangat dari tangannya. Sangat nyaman berada di pelukannya.
Yuni melepas pelukan Alesha. Dia menatapnya lembut sembari mengelus pipinya. "Kamu boleh memanggilku Mama,"
Alesha meneteskan air matanya. Dia sangat bahagia mendengarnya. Lalu Alesha menganggukkan kepalanya beberapa kali menyetujui ucapannya.
"Iya, Mama,"
Hati Yuni tersentuh. Dia terkekeh senang. Rasa sakit yang selama ini dia derita seakan menghilang begitu saja.
"Kamu sudah mengetahui permintaan Mama, kan?"
Senyum Alesha sedikit memudar. Dia menunduk.
"Mama gak akan memaksa kamu, Nak. Hanya saja, Mama ingin kamu menjadi anak Mama seutuhnya. Bukan sebagai anak angkat, tetapi sebagai menantu. Sebenarnya, ini bukan permintaan Mama Yuni, tetapi ini adalah permintaan Ibu kandungmu sebelum meninggal,"
Alesha membola. "Permintaan Ibu?"
Yuni mengangguk. "Sebelum Janah meninggal, dia menitipkan kamu pada kami. Dan Mama gak tau usia Mama akan bertahan berapa lama lagi, tapi sebelum Mama menyusul Jan-"
"Ma,"
Semua orang menoleh ke arah pintu. Di ambang pintu terdapat seorang cowok tengah berdiri dengan pakaian yang sangat rapi. Mata Alesha membelalak saat melihat siapa cowok tersebut. Ditambah lagi, ketika dia memanggil wanita baya ini dengan sebutan Mama. Itu artinya, wanita yang menjadi Mama kedua Alesha adalah ibunya.
"Zafran?"
Cowok itu adalah Zafran. Penampilannya sangat berbeda seratus delapan puluh derajat. Saat di sekolah, cowok itu terlihat sangat buruk. Tapi sekarang, cowok itu bahkan sangat rapi dan terlihat tampan. Alesha sempat terpesona sejenak oleh ketampanan Zafran.
Zafran bukan lagi seperti bad boy, penampilannya sekarang seperti good boy.
"Dia anakku, Alesha."
"Apa?" pekik Alesha menoleh cepat ke arah Yun.
Yuni tersenyum tipis. Zafran berjalan mendekati Yuni. Cowok itu meraih tangan Yuni lalu mencium tangan Yuni penuh kasih sayang.
Zafran menghembuskan napas panjang sebelum mengatakan sesuatu, "sesuai permintaan Mama, Zafran menerima perjodohan ini."
Alesha mendelik sempurna. Dia melototi Zafran. Cowok itu membalas tatapan Alesha dengan datar. Kemudian meraih tangannya dan mengajaknya pergi keluar rumah sakit.
"Zafran ajak Alesha keluar dulu."
......***......
Zafran melepas tangan Alesha. Dia memaksa Alesha duduk di kursi taman rumah sakit. "Gue maksa lo nerima perjodohan ini!" paksa Zafran.
"Kenapa? Terserah gue mau nerima atau-"
Zafran berdiri di depan Alesha. "Gue gak suka penolakan!"
Kedua tangan Zafran terulur ke depan. Memegangi sandaran kursi yang diduduki oleh Alesha. Alesha tak bisa menggerakkan badannya dengan bebas. Zafran mengunci dirinya. Alesha berada di antara kedua tangan cowok itu.
Cewek itu terdiam kaku. Dia menahan napasnya saat wajah Zafran dekat dengannya. Jaraknya hanya beberapa centimeter. Bahkan Alesha bisa merasakan deru napas Zafran. Bau mint menguar di hidungnya.
"Lo harus jadi istri gue!"
Alesha berkedip cepat. "Ta-tapi, kita kan masih sekolah, Zafran,"
Zafran tersenyum smirk. Dia menjauhkan dirinya. "Tenang aja, gue jamin gak akan ada yang tau rahasia kita."
"Rahasia?" tanya Alesha, "jadi maksud lo, kita nikah diam-diam?"
Zafran mengangguk. "Sebelum pernikahan, gue mau kita tunangan dulu."
Zafran melangkah menjauh. Dia berbalik pergi meninggalkan Alesha. Cewek itu segera beranjak dari kursi dan mengejar Zafran. Alesha menarik tangan Zafran sebab cowok itu tak mau berhenti.
"Gue mau tanya,"
Zafran mengangkat salah satu alisnya.
"Kenapa lo terima perjodohan ini?"
Zafran menghempaskan tangan Alesha kasar. "Bukan urusan lo!"
"T-tapi kan gue harus tau alasan lo!"
"Lo siapa?"
Alesha berkedip lambat. "G-gue Alesha."
"Lo Alesha, dan gue Zafran. Kita beda, jadi jangan pernah lo urusi hidup gue!"
"Gue emang nerima perjodohan ini, tapi bukan berarti lo harus tau semua tentang gue. Setelah nikah, gue punya persyaratan buat lo,"
Kedua alis Alesha menyatu. "Syarat? Apa?"
Zafran mengangkat bahunya. Kemudian ia benar-benar pergi meninggalkan Alesha. Zafran tidak kembali ke dalam kamar inap. Melainkan pergi bersama motornya.
......***......
"Gak bisa apa bawa buku tugas sendiri? Kenapa harus gue yang bantu bawain?" omel Alesha sembari membawa buku tugas semua teman sekelasnya.
"Gara-gara ketua kelas gak masuk, gue yang jadi taruhannya!"
"Eh, tapi gue gak pernah tau siapa yang jadi ketua kelas. Kenapa gue gak tanya sama Martha ya?"
Alesha mendengus sekali lagi. Badannya terasa remuk. Padahal ia baru melangkah sekitar sepuluh langkah dari kelas menuju kantor. Tapi karna dia berjalan sambil membawa banyak buku, lengan Alesha terasa sakit. Apalagi kemarin ia harus membawa buku paket baru yang tebalnya melebihi kapasitas.
"Beratnya," leguh cewek itu.
"Huft! Bentar lagi nyampe kantor."
Alesha bungah. Beberapa langkah lagi dia sampai di meja Pak Huda. Cewek itu menyemangati diri sendiri hingga tidak fokus pada sosok cowok yang berdiri di depannya membelakanginya. Sampai akhirnya Alesha menubruk punggung cowok tersebut.
Semua bukunya terjatuh di tanah mengenai kakinya. "Aduhh.. sakit!" rintihnya.
Seseorang itu berbalik. Tapi ia tak memiliki minat untuk membantu Alesha.
"M-maaf gue gak senga.. ja.." Alesha memelankan suaranya tatkala melihat tatapan datar seorang Zafran. Cowok itu berpaling darinya. Lalu melangkah menuju ke dalam kelas.
Bisa dilihat dari penampilannya yang berkeringat dan tas yang berada di samping bahunya, cowok itu baru selesai melaksanakan hukuman akibat terlambat.
"Zafran?"
"Woy!"
Panggilan Alesha tak di dengar olehnya. "Tolongin gue kek,"
Alesha mengerucutkan bibirnya sebal. "Dasar Boboiboy api!"
Duk!
Bola oren mendarat di atas kepalanya. "Awwhh," ringis Alesha sekali lagi.
Alesha menoleh ke kanan. Gavin menatapnya serius. "Balikin bola gue!"
Cewek itu melongo. "Ha?" cengonya.
"Bola gue, budek!"
Alesha tertegun. Kemudian dia mengangguk dan segera mengambilkan bola Gavin lalu melemparnya. Tanpa sebuah maaf, cowok itu kembali bermain bola basket bersama rekan-rekannya tanpa rasa bersalah.
Alesha merenungkan diri. "Kenapa gue nurut ya?"
......***......
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 80 Episodes
Comments
Dwi Rustiani
zafran ternyata anak yang berbakti walaupun bad boy klo diluar rumah
2022-03-21
0
gu hariʕ´•ᴥ•`ʔ
kok boiboiboy bisa nongol penggemarnya ya thor?? 😁😁😁😁
2022-03-18
0
nur azlina
Semangat terus kak😃
2022-02-16
3