"Telat 10 menit!"
Alesha merutuki dirinya sendiri. Bagaimana bisa ia terlambat bangun. Padahal ia sudah memasang alarm, tapi entah kenapa kupingnya tidak mendengar bunyi alarm dari ponselnya.
Gara-gara begadang membaca novel, tanpa sadar Alesha tidur pada jam 3 pagi. Dan sekarang, ia harus berlari sejauh berkilo-kilo meter ke sekolah. Ayahnya sudah berangkat jam 5 pagi tadi, karna majikannya harus berangkat pagi ke kantor menyiapkan rapat.
Napas Alesha ngos-ngosan. Dadanya terasa sesak. Badannya bergetar sebab ia belum sarapan. Gerbang sekolah sudah tertutup. Alesha bingung harus memikirkan bagaimana caranya agar dia masuk ke dalam sekolah. Martha juga tidak mengangkat telpon darinya. Mungkin dia sibuk dengan ulangan Matematika pagi.
"Gimana dong? Gerbangnya udah di gembok." Alesha berusaha membuka gemboknya.
"Pak Satpam?" panggil Alesha.
"Pak Satpam?"
"PAK SATPAM?" Alesha menaikkan oktaf suaranya. Tetap saja tidak ada jawaban dari Satpam.
Alesha berdecak kesal. "Ck, masa gue harus bolos sih?"
"Ah jangan, nanti ketahuan sama Ayah."
Alesha memegang dagunya berpikir keras. "Naik gerbang?" gadis itu mendongak ke atas. Di atas gerbang banyak besi berbentuk runcing. "Tapi nanti rok gue sobek lagi,"
Alesha mendengar suara langkah kaki mendekat. Ia menoleh ke kanan. Jantungnya langsung berdetak kencang. Zafran berjalan ke arahnya dengan tatapan yang sangat tajam.
Alesha memundurkan langkahnya beberapa kali. Apa dia masih marah ya gara-gara bangkunya mau gue pindah? batinnya bertanya.
Cewek itu meneguk ludahnya susah payah saat Zafran semakin dekat dengannya. Alesha menggigit bibir bawahnya takut. Keringatnya semakin mengucur deras. Ia teringat pesan Martha untuk menjauhi Zafran. Tapi saat ini bukanlah waktu yang tepat untuk berlari.
Alesha menghadap ke gerbang. Memeluk gerbang seperti memeluk seseorang. Ia tak berani menatap Zafran lama-lama. Cewek itu menutup matanya erat. Telapak tangannya menggenggam besi gerbang.
Langkahnya perlahan dekat hingga perlahan menjauh. Alesha membuka matanya. Seorang Zafran tidak berada disekitarnya. Dia mencari Zafran. Cowok itu sudah menghilang bagiakan ditelan bumi.
"Hilang?"
"Apa Zafran pesulap, ya?"
Alesha kembali mencari keberadaan Zafran. Jika saat ini cowok itu terlambat, otomatis dia pasti mencari jalan pintas. Alesha berlari mencari Zafran untuk meminta bantuannya.
"Zafran? Di mana lo?" Alesha memberanikan diri memanggil nama Zafran. Ia berlari hingga ke ujung sekolah.
Matanya menelisik setiap jalan. Tidak ada Zafran di mana pun.
"Beneran ilang?"
"Zafran?"
"Boboiboy api!!" Entah dapat ide dari mana Alesha mendapat julukan Boboiboy api untuk Zafran.
"Ish, gue ditinggal!"
Tak!
Sebuah mangga kecil mendarat di kepalanya dengan keras. Alesha meringis pelan. "Awh, siapa yang lempar-"
Alesha menghentikan ucapannya ketika mendapati jari tengah Zafran. Cowok itu berada di atas pohon mangga dekat pagar sekolah.
"Berisik, Anjing!"
Alesha menutup mulutnya. Ia berlari mendekat. "Gue numpang ya, Zafran."
"Lo pikir gue supir angkot?"
Cewek itu nyengir kuda. "Gue gak bisa naik pohon,"
"Bukan urusan gue!" Zafran melompat dari pohon ke dalam sekolah meninggalkan Alesha sendiri.
"Loh! Loh! jangan tinggalin gue!"
Alesha mendekati pohon. "Gue gak bisa naik pohon!"
"Zafran!"
"Kita kan temen sekelas, bantuin gue dong," rengek Alesha.
"Jijik!" umpat Zafran melempar tangga bambu ke arahnya.
Alesha segera minggir. Matanya berbinar mendapati sebuah tangga. Tangga itu jatuh di depannya.
Hatinya terenyuh. Ternyata seorang Zafran tidak seburuk seperti yang diucapkan Martha. Alesha mengangkat tangga dengan sumringah. Lalu ia menaiki tangga satu persatu sampai akhirnya melompat masuk.
"Makasih, Zafran." Ucap Alesha meskipun Zafran sudah menghilang entah ke mana.
...***...
Tangan Alesha terasa pegal. Bahkan sampai detik ini cewek itu sulit untuk bernapas lega. Lebih baik Alesha hormat di depan tiang bendera panas-panas sendirian daripada harus hormat kepada bendera merah putih di cuaca yang sejuk bersama dua cowok berbahaya ini.
Diantara semua siswa yang ada, kenapa hanya ada tiga siswa yang terlambat? Dan ketiga siswa itu adalah Alesha, Zafran, dan juga Gavin. Meskipun cuaca pagi ini sejuk tapi badan Alesha terasa panas. Bukannya terhindar dari mereka, Alesha justru semakin terlibat dengan keduanya.
Dan kini ia berdiri di tengah-tengah mereka.
"Nyesel gue telat," gumam Alesha dengan suara amat pelan.
"Anak teladan kayak lo bisa telat juga ternyata," sindir Zafran pada Gavin.
"Lo ngomong sama gue?" Alesha menatap Zafran, dia menunjuk dirinya sendiri. Cowok itu memutar bola matanya malas.
Sedangkan Gavin, orang yang di sindir tak menjawab. Ia teguh pendirian menatap bendera.
"Gue lupa kalau lo orang tuli,"
Alesha meneguk ludahnya susah payah. Matanya berkedip lambat. "G-gue denger kok," jawabnya.
"Tuli, budeg, goblok. Pantesan Nana pergi."
"Nana siapa? Gue gak kenal sama-"
Bugh!
"Kyaa!!" Alesha terkejut melihat Gavin memukul kepala Zafran dengan keras. Dia menutup mulutnya tak percaya.
"Bangsat lo, Gavin!"
Zafran tak tinggal diam. Cowok itu membalas pukulan Gavin.
"Lo yang brengsek!"
Keduanya saling adu pukul. Alesha bingung harus bagaimana. Dia masih memikirkan pertanyaan Zafran padanya. "Jadi, pertanyaan itu bukan buat gue?" gumamnya.
"****!"
Zafran membogem mentah perut Gavin. Bibirnya sobek dan mengeluarkan darah segar. Bukan hanya itu saja, Zafran juga menendang alat vital Gavin. Namun berhasil ditangkis olehnya
Alesha meringis ngeri. "Aww,"
Gavin tak akan membiarkan Zafran menang. Emosiya sudah diambang batas. Dia menendang tubuh Zafran dengan keras. Cowok itu tak bisa menyeimbangkan tubuhnya. Dia memundurkan langkah namun tak sengaja menabrak tubuh Alesha.
Keduanya hampir terjatuh, tapi dengan sigap Zafran menangkap tubuh Alesha. Cewek itu menegang bahunya. Zafran menjauhkan dirinya dari Alesha. Setelah itu ia mendorong Alesha menjauh seraya berkata, "Penganggu!"
Gavin menampilkan senyum smirk saat melihat Alesha terjatuh di lantai. Zafran kembali bangkit, ia memukul dada Gavin. Mereka saling tendang, saling bogem dan Alesha hanya bisa menutup mata.
"Ayah.."
"Alesha harus bagaimana?"
Seluruh koridor sekolah sepi, karna sekarang kelas pelajaran sedang berlangsung.
"Gue gak boleh gini terus, nanti kalau mereka masuk rumah sakit gimana?"
Alesha menyemangati dirinya sendiri. Dia berpikir sejenak. Mencoba mencari cara untuk menghentikan pertengkaran mereka.
"Tapi gue takut," Alesha berdiri tapi kemudian ia duduk kembali. Rasa takut kembali menyerang tubuhnya.
Gavin menjegal Zafran. Cowok itu menendang kepala Zafran dengan keras. Aksi itu dilihat dengan mata kepala Alesha sendiri. Betapa mengerikannya Gavin saat marah. Zafran sempoyongan. Walaupun banyak lebam serta darah yang mengalir di wajahnya. Cowok itu tetap berdiri kokoh.
"Brengsek lo!"
"Pecundang," sahut Gavin.
"Lo yang pecundang! Lo bunuh sahabat gue!"
"Dia bunuh diri,"
"Tapi itu karna lo, brengsek!"
Gavin memukul wajah Zafran sekali lagi. "Sadar diri, Nana pergi gara-gara lo. Bukan gue!"
Zafran mengepalkan tangannya kuat. Rahangnya mengeras. "Cuih!" Zafran meludahi Gavin.
Gavin mengusap wajahnya kasar. Tatapannya menjadi lebih ganas daripada sebelumnya. Alesha memberanikan diri untuk memisahkan keduanya. Dia berdiri, berlari dan merentangkan kedua tangannya ditengah-tengah mereka.
"Stop!"
Bugh!
Pukulan Zafran mengenai wajah Alesha. Zafran dan Gavin terkejut. Cewek itu langsung pingsan di hadapan mereka.
Gavin dan Zafran menghentikan aksi pertengkaran mereka. Mereka menatap Alesha dalam diam. Hidungnya mengeluarkan darah segar.
Zafran terdiam. Dia berdeham mencairkan suasana. " Cukup sampai sini,"
Zafran merapikan bajunya yang kusut. Dia mengambil tasnya dan pergi meninggalkan mereka berdua tanpa bertanggung jawab pada Alesha. Dia seakan tidak memiliki rasa bersalah telah membuat Alesha pingsan.
"Tanggung jawab," tegas Gavin.
Zafran berhenti tanpa melirik ke belakang. "Lo kan ada, kenapa harus gue?"
"Lo gak pernah berubah."
"Gue manusia bukan power rangers!"
Zafran kembali berjalan. Dia benar-benar pergi tanpa membawa Alesha ke uks. Sekarang hanya ada Gavin. Cowok itu mendengus pasrah. Pertengkaran ini terjadi karna Gavin yang memulai.
Sekalipun ini ulah Zafran, tapi sebagai cowok yang baik, Gavin harus bertanggung jawab.
Cowok itu mengeluarkan sapu tangan. Dia membersihkan hidungnya yang berdarah. Lalu memasukkannya ke dalam tas Alesha.
Cowok itu mengangkat tubuh Alesha serta membawa kedua tas mereka. Tubuh Alesha yang kecil terasa sangat ringan bila digendong oleh Gavin. Ditambah lagi badannya yang pendek tak membuat Gavin kewalahan membopongnya.
"Menyusahkan," gumam Gavin tersenyum tipis menatap wajah lembut Alesha.
......***......
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 80 Episodes
Comments
nata de coco
sukaaaa 😍😍❤✨
2022-05-20
0
Dwi Rustiani
Zafran gak taanggung jawab
2022-03-21
0
gu hariʕ´•ᴥ•`ʔ
Alesha lucu banget😘😘😘😘
2022-03-18
0