Suami Kontrakku CEO Dingin
Menjadi seorang putri konglomerat tak lantas membuat Jessica Alexander menjadi sombong dan manja. Jessica adalah gadis mandiri yang tidak pernah menggantungkan hidupnya pada harta kekayaan yang di miliki oleh orang tuanya.
Dia lebih suka hidup mandiri dengan uang dari hasil jerih payah dan keringatnya sendiri.
Jam dinding baru saja menunjuk pukul 05.30 pagi, namun Jessica sudah bangun dari tidur nyenyak nya.
Alasannya hanya satu, karena gadis itu tidak ingin terlambat tiba di kantor tempatnya bekerja, dan mendapatkan amukan dari boss-nya yang super dingin dan galak.
Setelah membersihkan tubuhnya dan berganti pakaian. Jessica meninggalkan kamarnya lalu menghampiri kedua orang tua, serta kakaknya yang mungkin sudah menunggunya di meja makan, Jessica tersenyum lebar. Dengan riang gadis itu menyapa ketiganya.
"Pagi semua,"
"Kau sudah siap, Sayang? Kemarilah, kita sarapan dulu." sambut Nyonya Alexander pada putri bungsunya.
Jessica menarik kursi kosong di samping Jovan dan menempatkan dirinya dengan nyaman di samping kakak kesayangannya itu.
"Bagaimana dengan pekerjaanmu, Jess? Baik-baik saja kan?" tanya Tuan Alexander seraya menikmati sarapan paginya dengan tenang.
'Huft'
Alih-alih menjawab, Jessica malah mendengus panjang. Entah kenapa membicarakan tentang pekerjaannya membuat moodnya menurun drastis.
"Seharusnya baik-baik saja jika bos killer itu tidak terus-terusan memarahiku dan bertidak seenak jidat." Jessica mencerutkan bibirnya , ia benar-benar kehilangan moodnya jika sudah membahas tentang Bos nya.
Jovan terkekeh. "Meskipun galak dan dingin, tapi dia sangat tampan bukan!"
"Cih!" Jessica mendecih seraya memutar matanya malas, meskipun ia sendiri tidak dapat memungkiri jika bos-nya itu memang sangat tampan dan berkharisma. Tidak salah jika sosoknya begitu di kagumi dan digandrungi oleh banyak wanita. "Tampan apanya! Jelas-jelas dia memiliki muka seperti bayi."
"Jangan terlalu membencinya, siapa tau itu justru akan menjadi senjata makan tuan. Karena sesungguhnya cinta dan benci itu sangat berbeda tipis."
"Tidak akan terjadi, Pa! Mana mungkin aku akan jatuh cinta pada pria mengerikan seperti itu." Jessica menyela cepat.
Dengan percaya diri dia mengatakan tidak akan tertarik apalagi sampai jatuh cinta pada bos-nya tersebut.
Tuan Alexander mengulas senyum tipis mendengar jawaban putrinya. Namun ia memiliki sebuah keyakinan jika putri bungsunya akan jatuh cinta pada bos-nya itu suatu saat nanti.
"Mau bertaruh?" tantang Jovan pada Jessica.
"Bertaruh? Untuk apa?" sahut Jessica yang terlihat jelas jika ia sangat tidak berminat.
Bangkit dari duduknya, Jessica beranjak meninggalkan meja makan. "Ma, Pa. Aku berangkat dulu. Kak, aku sedang marah padamu jadi aku tidak mau berpamitan padamu." Jovan terkekeh melihat tingkah menggemaskan Jessica.
Adiknya itu memang sangat menggemaskan dan sering bertingkah kekanakan meskipun usianya sudah 24 tahun.
Jam di dinding baru menunjukkan pukul 07.05 pagi. Tapi suasana kantor tampak sepi dan tenang, bukan karena belum ada satu orang pun yang datang.
Justru kantor itu sudah terisi penuh oleh orang-orang yang bekerja di dalamnya. Setiap orang telah menempati bilik masing-masing, bilik yang nantinya akan mereka gunakan untuk menyelesaikan pekerjaannya sampai beberapa jam kedepan.
Tak seorang pun berani mengangkat wajahnya saat sepasang kaki berbalut sepatu hitam mengkilap berjalan tenang menuju ruangannya.
Sosok pria muda dengan ketampanan di atas rata-rata, bernetra coklat tajam baru saja tiba di kantor miliknya.
Sepasang mutiara berlapis lensa coklatnya memindai orang-orang yang tengah di sibukkan dengan pekerjaannya dengan teliti.
Bahkan beberapa orang berdiri kaku tanpa mampu bergerak satu inci pun seraya memasang senyum anehnya. Tak terlewatkan sedikit pun, meskipun seekor semut yang merambat di dinding tapi sayangnya tidak ada.
Tap...!!
Langkah CEO muda yang di ketahui bernama Devan Zhang itu tiba-tiba terhenti. Membuat orang-orang yang bekerja di divisi pemasaran melupakan bagaimana caranya untuk bernafas selama beberapa detik.
Keringat dingin mengucur deras dari pelipis orang-orang di ruangan itu, wajah stoic tanpa ekspresi dan tatapan dingin penuh intimidasi membuat orang-orang itu seperti di lemparkan ke antartika kemudian di tenggelamkan di dalam lautan es di kutub utara.
Bahkan tatapan dingin Devan jauh lebih mengerikan di bandingkan menghadapi kematian.
Brugg!!
Suara aneh mirip orang terjatuh menyita perhatian seluruh orang yang berada di dalam ruangan itu termasuk Devan.
Semua orang di dalam ruangan itu menatap miris sosok gadis bersurai coklat terang, yang kini berdiri kaku di depan Devan dengan jarak sejauh 2 meter.
Orang-orang itu tidak tau hal buruk apa yang akan di alami gadis itu setelah ini. Karena tidak mungkin Devan membiarkan karyawannya, terlebih lagi orang itu adalah sekretarisnya tidak tepat waktu.
"Ma...Maaf Presdir, saya terlambat." ucap gadis itu penuh sesal.
Wajahnya menunduk, sepasang mutiara hazelnya menatap kakinya yang terbalut hils hitam. Ia sungguh-sungguh tidak berani membalas tatapan tajam pria di hadapannya, ia tidak ingin mati membeku karena tatapan itu.
Sepasang mutiara coklat itu tidak luput sedikit pun dari sosok bersurai coklat terang yang sedang menundukkan wajahnya.
"Jessica Alexander!" tubuh gadis itu yang ternyata adalah Jessica semakin menegang mendengar namanya baru saja di sebut oleh Devan.
Ia memiliki firasat buruk akan hal ini, Jessica merasa nyawanya di cabut dengan perlahan namun darah dalam tubuhnya tidak berhenti mengalir. "Ya, Presdir!"
"Kau tau ini jam berapa? Kau terlambat 5 menit Nona. Berapa kali aku harus memberi taumu untuk bisa bersikap lebih profesional, kau harus lebih disiplin dan bisa menghargai waktu." Ujar Devan panjang lebar, dengan nada terlewat datar.
"Maaf Presdir, saya tidak akan mengulangi lagi." Ucapnya penuh sesal seraya menundukkan wajahnya.
"Hn! Untuk kali ini kau ku maafkan, segera pergi keruangan ku!" titah Devan mutlak, Jessica mengangguk patuh.
"Ba-baik Presdir. Saya permisi,"
"Hn!"
Sebuah kalimat ambigu seketika mengembalikan seluruh karyawan di divisi pemasaran itu kembali ke bumi. Semua orang menghela nafas lega, beruntung Jessica tidak sampai mendapatkan amukan dari bos yang di anggap paling mengerikan sedunia itu.
Dan sementara itu, mati-matian Jessica menahan emosinya. Menghadapi bos seperti Devan sering kali membuatnya naik darah, tak jarang dia berpikiran sesat untuk meracuni Bos nya dengan sianida.
"Apa saja jadwalku hari ini?" Tanya Devan tanpa menatap lawan bicaranya.
"Jam sembilan pagi Anda ada rapat dengan para dewan direksi. Jam 12, Anda ada jadwal makan siang dengan Tuan Wang. Jam 3 ada pertemuan dengan kolega kita yang dari Dubai, hanya itu Jadwal Anda hari ini Presdir."
"Batalkan makan siang itu, jika bukan pertemuan yang penting, sebaiknya tolak saja mulai hari ini. Kau boleh keluar,"
Jessica mengangguk. "Baik, Presdir." Sambil menahan sedikit rasa dongkol. Jessica meninggalkan ruangan atasannya.
Bersambung.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 50 Episodes
Comments
Supi
mampir
2022-09-26
0
Nisya Anisa
kok kebanyakan Novel kak Author nama ceweknya Jesica ya.
2022-05-13
1
Imelda wati
awal yg menarik, lnjut km Thor. 👍👍
2022-02-13
0