Devan memijit pelipisnya yang terasa pening. Kakeknya membuat pikirannya semakin bertambah kalut saja. Atas dasar apa kakek tua itu memintanya untuk segera menikah, bahkan usianya masih terlalu muda.
Usia Devan baru menginjak angka 30 tahun, dan baginya itu terlalu dini untuk membina sebuah hubungan apalagi membina rumah tangga.
Devan masih ingin menikmati masa mudanya, dan jabatannya sebagai pemimpin di perusahaan yang ia dirikan dengan susah payah. Dia masih belum puas bekerja, dan itulah kenapa Devan selalu merasa persetan dengan yang namanya cinta.
Tidak terasa jam di dinding sudah menunjukkan angka 4, itu artinya para pegawai mulai berhamburan satu persatu untuk meninggalkan perusahaan begitu pula dengan Jessica.
Setelah membereskan semua pekerjaannya, gadis itu beranjak dari duduknya dan siap meninggalkan ruangan itu sampai sebuah suara menghentikan kembali langkahnya.
"Kau tidak membawa kendaraan bukan? Kau pulang denganku," ucap Devan seraya menyambar jasnya kemudian memakainya.
Jessica menggeleng. "Tidak perlu Presdir, itu akan sangat merepotkan Anda. Lagi pula kita tidak satu arah, sebaiknya saya pulang dengan naik taksi saja," Jessica menolak ajakan Devan dengan halus karena dia tidak ingin menyinggung perasaan atasannya tersebut.
Devan mendengus panjang. "Aku tidak suka di bantah, Jessica Alexander!!" ucap Devan mutlak.
Dan Jessica hanya bisa menghela nafas pasrah. Sepertinya tidak ada gunanya menolak juga mengingat bagaimana keras kepalanya atasannya tersebut.
"Baiklah Presdir, saya akan pulang bersama Anda,"
Devan menarik sudut bibirnya dan mengurai senyum yang tidak lebih tebal dari lembaran kertas.
"Pilihan terbaik gadis kecil," Devan menepuk kepala coklat Jessica dan pergi begitu saja.
Dibelakangnya, Jessica terus saja komat-kamit tidak jelas dan melemparkan berbagai sumpah serapahnya pada Devan. Tentu tidak secara langsung karena Jessica mengumpat tanpa suara.
.
Keheningan kembali menyelimuti kebersamaan Devan dan Jessica. Mobil mewah milik Devan mulai melaju dengan kecepatan sedang. Sepatah kata pun tidak terucap dari bibir Devan maupun Jessica. Keduanya sama-sama diam dalam keheningan.
Devan memutar lehernya dan menatap sejenak sosok jelita yang duduk di sampingnya. Meniti wajahnya dengan teliti. Sepasang bola mata berwarna hazel dengan untai lentik bulu matanya, hidung kecil dan mancung, pipi tirus serta bibir tipis berwarna pink alami.
Tidak dapat di pungkiri, bila Jessica adalah gadis tercantik yang pernah ia temui dalam hidupnya selain mendiang Ibunya.
Berbeda dengan para gadis di luaran sana, yang berlomba-lomba untuk mendapatkan hatinya. Jessica justru tidak menunjukkan sedikit pun ketertarikan padanya dan atas dasar itu pula Devan menunjuk gadis itu sebagai sekretarisnya.
"Apa kau masih tinggal bersama keluargamu? Dan bagaimana kabar mereka? Paman dan bibi? Apa mereka semua sehat?" tanya Devan mengakhiri keheningan.
"Ya, mereka baik-baik saja. Aku tetap tinggal bersama mereka. Mama tidak mengizinkanku untuk tinggal sendiri dengan alasan keamanan." Jelas Jessica.
Devan tidak berkata lagi. Pria itu mengangguk tanda jika ia sudah paham. Sebenarnya Devan dan Jessica sudah saling mengenal sejak lama, keluarga mereka berteman baik.
Mendiang orang tuanya bersahabat baik dengan orang tua Jessica, sedangkan Devan sendiri berteman baik dengan Jovan, yang tak lain dan tak bukan adalah kakak Jessica.
Jessica mencoba menarik nafas dalam-dalam dan berusaha untuk membuat dirinya nyaman dalam suasana semacam ini. Sungguh ia sangat benci suasana canggung seperti ini.
Jika saja yang duduk di sampingnya adalah Aria atau Bram, pasti keadaannya akan sangat berbeda. Tapi yang menjadi masalahnya, orang itu bukanlah mereka berdua melainkan Devan Zhang. Pria terdingin yang pernah Jessica kenal dan temui dalam hidupnya.
"Jangan lupa menyiapkan segala sesuatu yang ku perlukan untuk rapat penting besok."
"Tentu Presdir, aku tidak Amnesia!" sahut Jessica.
"Ini di luar jam kerja, tidak perlu memanggilku se formal itu. Kau bisa memanggilku namaku, atau mungkin Kakak. Karena bagaimana pun juga aku lebih tua darimu,"
"Tidak mau!!" Jessica menyela ucapan Devan dengan cepat.
Devan memicingkan matanya. "Kenapa?"
"Itu terlalu aneh. Kakak, rasanya aku geli sendiri." Jawabnya.
"Hn, terserah kau saja,"
Jessica mengerutkan dahinya. Dia tau jika jalan yang dilalui sekarang bukanlah arah jalan pulang kerumahnya melainkan arah menuju Sungai Han.
Gadis itu tidak tau apa maksud Devan tiba-tiba menghentikan mobilnya di area Sungai yang menjadi salah satu tempat paling favorit warga Seoul
Devan keluar dari mobilnya diikuti Jessica yang kemudian berdiri disampingnya. Mereka berdua sama-sama bersandar pada bagian depan mobil Devan. Devan mengeluarkan sebungkus rokok dan pemantik dari dalam saku celananya kemudian menyulutnya satu.
"Dev, kau merokok?" kaget Jessica, pasalnya ini pertama kalinya dia melihat atasannya itu merokok setelah satu tahun bekerja sebagai Sekretaris Devan.
"Hn,"
"Tapi merokok tidak baik untuk kesehatan mu!" tegasnya.
"Hn, aku tau," jawab Devan acuh tak acuh.
"Sebaiknya segera hentikan kebiasaan buruk mu ini! Kecuali jika kau memang ingin mati muda!!"
Susah payah Jessica menelan saliva nya melihat tatapan dingin Devan yang terkesan tajam. Gadis itu meringis ngilu, sepertinya dia sudah salah bicara. Jessica menundukkan wajahnya.
"Ma-maaf, karena aku sudah melewati batas." Ucapnya penuh sesal.
Lengang... tidak ada tanggapan dari Devan.
Jessica mengangkat wajahnya dan memberanikan diri untuk menatap atasannya. Devan hanya menatap ke depan. Dan buru-buru Jessica menoleh ke arah lain, saat melihat Devan mengalihkan tatapannya. Pria itu tersenyum tipis melihat wajah gugup Jessica.
"Pasti kau merasa tertekan bekerja dengan pria sepertiku. Bukan maksudku untuk bersikap keras padamu, aku hanya ingin kau bersikap profesional dan tanggung jawab pada pekerjaanmu."
"Sejak kecil aku adalah orang yang sangat disiplin pada waktu, karena bagiku waktu sangat berharga. Itulah kenapa aku benci pada kata terlambat, sekarang kau mengerti kan kenapa aku selalu keras padamu, dan selalu memarahi mu ketika kau datang terlambat?"
Jessica menoleh, iris hazel nya kembali bersirobok dengan iris coklat milik Devan yang menatapnya datar. Devan beranjak dari posisinya dan meninggalkan Jessica beberapa langkah dibelakangnya.
"Kau boleh menganggap ku sebagai bos yang kejam dan galak, aku hanya berusaha untuk menerapkan apa yang selama ini selalu diajarkan oleh mendiang, papaku." Terang Devan.
Jessica menghampiri Devan kemudian berdiri disampingnya. Keheningan kembali menyelimuti kebersamaan keduanya, baik Devan maupun Jessica sama-sama tidak ada yang bersuara. Membiarkan diri mereka hanyut dalam pikiran masing-masing.
"Sudah hampir petang, sebaiknya aku antar kau pulang." Devan beranjak dari posisinya dan pergi begitu saja.
Jessica mendesah berat, beranjak dari tempatnya berdiri dan segera menghampiri Devan. Selanjutnya mobil Devan meninggalkan area Sungai Han dan melaju kencang pada jalanan yang legang. Pria itu hendak mengantarkan Jessica pulang.
-
Bersambung.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 50 Episodes
Comments
Rebbeca Kim
Sica kalau gugup lucu
2022-02-07
1
Lisa
Seru banget ni cerita.
2022-02-07
0
Salsa
Udah nikahin saja Jessica, kalian punya problema yang sama
2022-02-07
0