BAB 7

Anindya dan Zay baru saja akan pulang ke tempat kerja masing-masing, awalnya Zay hendak mengantar Anindya pulang ke mes hotel, namun Anin menolak karena merasa tak enak jika harus mengiyakan terus kebaikan Zay.

Zay dan Anin saling melambaikan tangan dan membuat janji bertemu lagi nanti, saat Anin mendapatkan gaji pertamanya.

Mobil Zay meninggalkan area kafe, sementara Anin harus kembali menyebrang jalan untuk sampai ke halte. Namun baru saja Anin hendak melangkah, tiba-tiba tangannya dicekal oleh seseorang.

"Ohh, jadi gini ya kerjaan lo sekarang?" tanya Dela dengan tatapan angkuh nya.

"Dela, apa maksud kamu?" tanya Anindya melepaskan cekalan tangan Dela.

"Pantas aja lo gak nangis kemarin diusir Mama, ternyata lo udah jadi wanita penggoda om-om!" jawab Dela meremehkan.

"Dela! Kamu tidak bisa menyimpulkan pekerjaan ku begitu saja, lagipula dimana kau melihatku menggoda pria ha?!" tanya Anindya dengan berani.

"Oh, jadi lo berani sekarang sama gue ya? Mau gue aduin Mama lo hah?!" ancam Dela mengangkat dagunya sombong.

"Silakan, aku sudah tidak ada urusan dengan Mama mu apalagi rumah terkutuk itu!" jawab Anindya kemudian segera pergi.

Entahlah, Anin merasa bangga sendiri dengan dirinya yang begitu berani menjawab pertanyaan dan ancaman yang dilontarkan oleh Dela. Selama ini ia seakan menjadi seorang budak yang takut akan hukuman mati, tunduk dalam kejahatan paman dan bibinya demi melindungi diri dari panas dan hujan. Namun kini berbeda, Anin sudah memiliki pekerjaan sendiri dan teman yang mau mengajaknya tinggal di mes.

Sesampainya di hotel, Kanaya langsung menunju belakang, tepatnya pergi ke mes. Jam menunjukkan pukul 3 sore, astaga benar-benar tak terasa bahwa ia 2 jam lebih di kafe bersama Zay dan itu juga membicarakan hal yang tidak jelas.

Sesampainya di mes, ia melihat Desi dan Ratna sudah pulang. Ia tersenyum lalu menyapa keduanya.

"Sore Desi, sore Kak Ratna." Sapa Anin dengan riang.

"Eh Anin, darimana?" tanya Ratna seraya merapikan ranjangnya.

"Eumm dari luar, Kak. Kalian kapan pulang?" tanya Anindya balik.

"Baru saja." Jawab keduanya bersamaan.

***

Anin bersama teman-teman nya yang lain sudah rapi dan siap menjalankan tugas mereka di restoran nanti. Berjalan beriringan diselingi candaan membuat semangat kerja bertambah, astaga Anin merasa bahagia bekerja disana dan ia akan menjaga pekerjaan ini.

Sesampainya di dapur, Kak Ratna langsung memberi koordinasi pada bawahannya. Semuanya mendengar dengan baik dan langsung mulai pekerjaan mereka.

"Anin, antar ini ke nomor 11, 'ya." Ucap Ratna memberikan segelas ice coffe bersama nampan nya kepada Anin.

"Siap, Kak." Balas Anin kemudian segera membawa pesanan pelanggan nya ke meja yang sudah diberitahukan.

Dengan senyuman ramah dan bahasa yang sopan, Anin meletakkan gelas berisi ice coffe pesanan pria itu dimeja. Anin menunduk sopan lalu segera pergi.

Saat sedang berjalan, Anin sadar bahwa apron yang ia gunakan terdapat noda putih, mungkin tepung. Sambil berjalan ia mengibas noda itu sehingga ia mulai tak memperhatikan jalannya.

Brakk

Anin menabrak tubuh seseorang dengan cukup keras. Entah karena jalannya yang cepat atau tubuh pria itu yang terlalu kuat sehingga tubuh Anin hampir saja terjungkal ke belakang jika saja orang yang ia tabrak itu tak sigap meraih pinggangnya.

Anin melototkan matanya melihat siapa sosok yang ia tabrak, sementara pria itu hanya menunjukkan wajah datarnya.

"Pak Arsen, m-maafkan saya, Pak." Ucap Anindya terbata dan langsung menjauh dari bosnya itu.

Arsen tak menjawab, ia segera pergi dengan bibir yang terus berucap. Rupanya Arsen sedang melakukan panggilan telepon dengan seseorang.

Sementara Anindya tampak memegangi dadanya, ia hampir saja mati ketakutan karena menabrak bos nya yang terkenal tak main-main untuk memecat pegawai yang melakukan kesalahan.

"Anindya, berdoa … astaga kenapa bisa kau menabraknya!!!" gerutu Anindya seraya berjalan ke arah dapur.

Tak lama Desi dan teman yang lainnya datang menghampirinya, mereka semua tentu tadi melihat apa yang terjadi kepada Anindya yang tiba-tiba menabrak Arsen. Mereka semua menjadi ikut panik, mereka takut Anindya akan mendapat masalah.

"Kamu sih, jalan nggak hati-hati." Ucap Desi gusar.

"Ya aku juga nggak tahu, aduhh gimana nih. Jangan sampai aku dipecat," sahut Anin menggigit kukunya.

"Ya sudah, daripada kamu panik sendiri. Lebih baik kamu antatkan soup ini dan kopinya ke meja pak Arsen. Jangan lupa meminta maaf padanya agar semuanya beres." Tutur Hardi memberi saran.

"Tapi tanganku gemetaran kak, aku takut sama pak Arsen." Balas Anindiya menunjukkan tangannya yang tampak gemetar.

"Makanya kalau kerja tuh pakai mata, jangan modal genit." Ketus Arin, salah satu pekerja sama seperti Anindya.

"Yeuu sirik aja lo, Rin." Sahut Bima ketus.

Sementara Anin diam saja, ia sedang memikirkan nasibnya yang sedang diambang antara tetap dipekerjakan atau akan dipecat. Semoga saja apa yang ia khawatirkan tidak terjadi.

like, komen dan vote 🥰

To be continued

Terpopuler

Comments

epifania rendo

epifania rendo

semangat anin

2024-03-17

1

Rapa Rasha

Rapa Rasha

semangat Anin semoga kmu gk di pecat ya dan tetep bisa krj

2024-02-29

0

Cinta

Cinta

Anin smngat 💪

2024-02-25

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!