Losing My Mind
Elina tercengang. Binar harapan di matanya pudar perlahan. Genggaman tangannya pada tangan Raima melonggar. Tak percaya, bahwa sahabatnya akan mendorongnya ke dalam jurang kemaksiatan.
“Nggak. Gue nggak mau lakuin itu,” gumamnya, melepaskan genggaman tangannya. “Lo tahu prinsip gue, kan?”
Raima sangat tahu, dan ia menyesal karena memberikan ide buruk itu pada Elina. Ia merasa buruk di mata gadis itu.
“Sori, Lin. Gue juga tahu, bagaimana prinsip lo itu. Nggak usah lo pikirin kata-kata gue. Lo tahu, kan, gue suka ngomong ngaco?” Kemudian, Raima berusaha ceria demi menghibur Elina. “Lo tenang aja. Nanti, gue usahain buat nyari kerjaan buat lo. Dan yang pastinya halal.”
Raima tersenyum simpul menatap Elina, mengajaknya untuk tersenyum juga. Tetapi senyuman Elina dipaksakan. Bukan karena ide Raima, lebih karena memikirkan cara mengatasi kepelikan hidupnya.
Karena waktu telah memasuki malam dan suara azan Maghrib telah selesai berkumandang sejak tadi, Elina pamit untuk pulang.
Elina berdiri, lalu meraih tas tangannya yang ada di atas meja. “Gue balik dulu. Nanti Frasya nyariin gue.”
“Iya,” jawab Raima mengangguk sembari tersenyum. “Hati-hati, ya?”
;-;-;
Seorang gadis berdiri di dekat jendela, terlihat resah. Ia meyibakkan gorden dan mengintip ke arah jalanan yang sepi. Kemudian, ia berjalan mondar-mandir, dengan secarik kertas yang sudah lecek di tangannya.
Selang beberapa detik, ia kembali mengintip ke luar jendela. Astaga! Ia mendelik panik. Dilihatnya seseorang sedang mendekat ke arah pintu.
Gadis itu bergegas kembali menutup gordennya, bergerak ke arah tak keruan karena sangking bingungnya. Akhirnya, ia berjalan mengarah kamarnya.
“Frasya?”
Gadis itu mematung, kala suara familiar itu memanggilnya. Ia hanya melirik, tapi tak berani menoleh. Diremasnya sisi dari kertas itu, gugup.
Tak mau kakaknya menaruh curiga, lantas ia berbalik, dan dengan cepat menyembunyikan kertas itu di balik punggungnya.
“Kakak udah pulang.”
Alis Elina naik sebelah, merasa ada yang ganjil dari balik senyum yang terlihat dipaksakan.
Elina menutup pintu, lalu berjalan ke arah sofa, duduk di sana dan membuka stoking tipisnya yang berwarna hitam. “Kapan kamu pulang?”
“Em … jam setengah 6.” Jawaban Frasya terdengar sumbang karena semakin gugup.
Elina terdiam, memerhatikan sesaat. “Udah masak nasi?”
“Udah!” sahut Frasya cepat, ingin segera pergi dari sini, sebelum Elina lebih curiga lagi. “Kalau gitu, aku masuk kamar dulu, ya? Kalau Kakak butuh bantuan, panggil aku aja.”
Frasya cepat-cepat berbalik dan menyembunyikan kembali kertas itu. Langkahnya tergesa-gesa menuju kamarnya, yang hanya beberapa langkah dari tempatnya berdiri.
“Sya,” panggil Elina, menghentikan langkahnya yang hampir mencapai pintu kamar.
Frasya menggigit bibir bawahnya. Apa lagi ini? Elina semakin membuat jantungnya berdebar, apalagi terdengar suara langkah kaki yang mendekat.
Elina berhenti, tapi hanya berjarak satu meter dari tempat Frasya berdiri saat ini karena tak ingin membuat Frasya semakin gelisah.
Frasya menoleh sedikit. “Apa, Kak?” Terlihat sekali bahwa senyum itu terlalu dipaksakan.
Elina menegadahkan tangan ke hadapannya. “Sini kasih Kakak.”
Benar, kan? Tidak ada satu pun yang bisa disembunyikan dari Elina. Frasya memang pembohong yang buruk. Akan tetapi, Frasya tak kunjung memberikannya. Antara ragu dan iba pada Elina.
Elina terus menunggu, tapi pada akhirnya kembali mendesak. “Sya?”
Frasya semakin tertunduk sambil menggigit bibir bawahnya. Kertas itu akhirnya diberikan ke tangan kakaknya. Ia memejamkan mata, tak tega melihat wajah muram Elina yang semakin terlihat jelas, kala membaca kata demi kata di dalam surat itu.
Elina menghela napas. “Kenapa nggak bilang sama kakak?”
“Maaf,” lirih Frasya, menyesal. “Aku nggak mau menambah beban Kakak.”
Frasya, yang dilakukannya malah semakin membuatnya susah. Bila sejak awal diberitahu, Elina pasti akan berusaha menyisihkan uang untuk membayar SPP-nya. Tapi ini selama 6 bulan SPP belum terbayarkan. Bagaimana cara mendapat uangnya dalam waktu tiga hari, sementara ia juga membutuhkan uang untuk biaya operasi ibu dan membayar utang ayahnya. Jika SPP-nya tak kunjung dilunasi, maka sanksinya adalah keluar dari sekolah.
Dari lirikan pada ujung matanya, ia dapat melihat betapa frustasinya Elina. Ia menyesal, kenapa kertas terkutuk itu ia pungut lagi dari tong sampah setelah diremas-remasnya?
“Kak, aku mau berhenti sekolah.” Seketika, Elina menoleh pada Frasya. “Aku mau bantu Kakak cari uang.”
Elina menghampiri Frasya dan menatapnya gusar. Tidak. Cukup dirinya yang kehilangan masa depan, jangan pula Frasya. Elina sudah cuti kuliah, dan entah kapan kembali berkuliah. Sedangkan Frasya, sebentar lagi akan menghadapi Ujian Nasional. Sangat disayangkan jika sampai berhenti sekolah.
Tadinya, Elina ingin marah pada Frasya. Tapi wajah memelas adiknya, membuatnya tak sanggup melakukan itu.
Pegangan tangan dari pundak Frasya dilepaskan, lalu ia menghela napas untuk menekan amarahnya. “Sya, kamu nggak usah mikirin soal itu. Biar kakak aja yang cari uang untuk bayar SPP kamu. Sekarang yang kamu pikirin adalah belajar. Buat bangga Kakak dan ibu.”
Frasya mengangguk. Itu juga cita-citanya saat masih kecil. Tapi keadaan yang seperti ini yang membuatnya putus asa. Hanya saja, ia tak bisa membantah kakaknya. Pada saat Elina menyuruhnya masuk, Frasya pun menurutinya.
Elina menyusul masuk ke dalam kamarnya, setelah memastikan Frasya masuk ke dalam kamar. Pintu ditutupnya dengan rapat, lalu ia bersandar di balik pintu.
Tuhan memang terlalu sayang pada Elina, sehingga memberikan ujian hidup yang banyak. Lagi, air mata mengalir dari pelupuk matanya, tanpa terisak, perih menghadapi hidup yang semakin sulit.
Seakan cahaya yang mengarah pada pemecahan atas masalahnya tidak ada. Biasanya, manusia akan buta, dan pada akhirnya terbawa oleh hasutan setan yang manis. Seperti itulah yang dirasakan oleh Elina sekarang.
Jika sudah seperti itu, manusia biasanya akan bertindak di luar dari hati nurani, mengenyahkan prinsip yang dipegangnya, tak memikirkan risiko apa yang akan terjadi ke depannya.
Di dalam kegalauannya, Elina akhirnya terbawa pada arus kesesatan itu. Seakan tak memiliki jiwa, Elina berjalan menuju ranjang dan duduk di atasnya, lalu meraih ponselnya. Jari telunjuknya menari-nari di atas layar ponsel, mencari sebuah kontak.
Namun, ia membeku, menatap layar ponsel. Sepertinya, Elina tersadar karena hati kecilnya berseru lirih agar dirinya tersadar dari kekhilafannya. Namun, desakan hidup yang sedang dialaminya, menggoda pemikirannya untuk terus melanjutkan keputusan itu, meskipun ia tahu ini salah.
“Halo, Ima. Gue mau ngomong sama lo entar.”
-;-;-;-
Jam 9 malam. Raima keluar rumah dengan pakaian tanpa lengan yang ketat berwarna hitam, dipadu dengan rok mini super seksi berwarna merah. Riasannya sangat cantik, bulu mata yang begitu lentik, dan gincu merah yang menyala. Seperti bidadari hitam yang terluka.
Ia mengunci rumahnya, sebelum kakinya yang memakai sepatu heels berwarna putih melangkah pergi meninggalkan rumah untuk bekerja.
Di mulutnya terdapat sebatang rokok yang sudah hampir habis diisapnya. Lalu, puntung rokok itu dibuang di dekat sepasang kaki seorang wanita.
Raima mengernyit. “Elin?”
Sepertinya, Raima lupa kalau Elina mau mengajaknya bicara sebelum berangkat kerja. Gadis itu sudah bersiap dengan celana ketat yang menampilkan bentuk kakinya, tapi tubuhnya masih terbalut oleh sebuah sweater warna biru.
“Gue mau ngomong,” kata Elina sambil berjalan mendekat.
“Oh, ngomong aja, Lin,” sahut Raima, setelah menyadari pembicaraan via telepon beberapa jam yang lalu.
Elina terdiam sejenak, tampak sedang berpikir. Sepertinya, keraguan kembali menggelayutinya. Raima yang duduk di dekat terasnya, menunggu sambil menyalakan sebatang rokok.
Elina menghela napas, merasa yakin pada keputusannya. Keraguan itu dibuangnya jauh-jauh. Tatapannya kosong dan dingin, saat ia akhirnya berkata:
“Gue mau jual keperawanan gue.”[]
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 101 Episodes
Comments
Taeyeon Sones
kak... ijin baca ya. kak kalo boleh usul ya.....pemakaian dialog lu gue agak nge buat aneh, padahal alur cerita dan pemilihan kosa kata nya udah bagus kak....🙏
2020-10-18
0
👑 ☘s͠ᴀᴍʙᴇʟ͢ ᴍᴀᴛᴀʜ💣
bidadari hitam... 😆
2020-10-09
0
Siska Feranika
The end of the world if you stuck in life...
2020-10-09
1