Hipotesis Cinta
Seorang dosen pengampu mata kuliah Educational Research Metodology memasuki sebuah kelas. Dosen itu bernama Dhiaz Alfahrezi, alumni Oxford University.
Tinggi badannya 184 cm. Usianya sudah 31 tahun, tapi belum juga memiliki istri. Padahal ia adalah dosen terfavorit di kampus.
Seperti namanya, ia selalu bersemangat dan disiplin dalam bekerja. Hal itulah yang menyebabkan ia dikenal sebagai dosen yang sangat cool tapi killer.
Sikap pak Dhiaz yang teramat dingin, membuat para mahasiswi jadi tertantang untuk mencairkannya. Dengan berbagai cara, mereka berlomba untuk mendapatkan perhatian dosen gagah ini.
“Sebelum membahas lebih jauh tentang mata kuliah Educational Research Metodology ini, kalian harus tahu terlebih dahulu definisi dari Educational Research Metodology itu apa. So guys, ada yang tahu definisinya? Yang bisa jawab akan aku kasih nilai plus.”
Dhiaz melirik ke sekitar ruangan, sembari menanti salah satu mahasiswa di kelas itu mengacungkan tangannya.
“Me sir,” ucap Aisyah. Satu-satunya mahasiswi yang tidak tergila-gila pada pak Dhiaz.
Aisyah adalah perempuan culun, ia tak tahu dandan layaknya perempuan cantik pada umumnya. Di kampus ia dikenal sebagai perempuan berkacamata dengan penampilan yang sama sekali tidak stylish.
Pak Dhiaz memetik jari. “Yup, you. Silakan jelaskan definisi dari Educational Research Metodology.”
“Menurut Prof. Dr. Sugiyono, metode penelitian diartikan sebagai cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu.”
“You are right, bagus sekali. Anyway, what is your name?”
“Aisyah sir,” jawabnya seraya menunduk.
“Ketua tingkat tolong maju ke depan. Bawakan saya absen. Sesuai janjiku tadi, yang bisa menjawab pertanyaan akan kukasih nilai plus.”
Aisyah berdiri, ia berjalan ke depan dengan membawa absen di tangan kanannya.
“Kamu ketua tingkat di kelas ini?”
“Iya sir.” Ia memberikan absen ke pak Dhiaz.
“Thank you so much Aisyah. You may sit now!” Pak Dhiaz mengarahkan tangannya ke tempat duduk Aisyah.
“For your information guys, di mata kuliahku absen tidak dipegang oleh ketua tingkat. Kenapa? Karena aku juga pernah jadi mahasiswa seperti kalian. So, otomatis aku tahu betul sikap curang sebagian mahasiswa seperti apa. Ada banyak mahasiswa yang suka menitip tanda tangan padahal tidak masuk belajar. Kalau di kelas ini ada yang seperti itu, maaf-maaf saja karena kalian tidak akan bisa melakukannya di mata kuliahku.”
Setelah menuliskan tanda plus ke nama Aisyah, pak Dhiaz mulai menjelaskan tentang mata kuliahnya. Lalu membagi mahasiswa ke dalam beberapa kelompok. Dimana satu kelompok terdiri dari lima orang.
Kelompok sudah terbentuk, pak Dhiaz segera membagikan masing-masing satu materi untuk dikuasai oleh setiap kelompok.
“Mulai pekan depan, kita akan diskusi. Jadi tolong kalian semua pelajari baik-baik materi yang kalian dapat. Karena jika kelompok kalian tidak bisa menjawab pertanyaan dari kelompok lain, maka imbasnya ke semua anggota. Tentunya aku akan memberikan nilai rendah pada kelompok yang tidak bisa menguasai materinya dengan baik. So now, pilihan ada di tangan kalian sendiri. Mau tidak belajar silakan, tapi konsekuensinya tanggung sendiri. Satu lagi, aku tidak pernah memberikan nilai kasihan pada mahasiswa. So, jangan sekali-kali kalian berpikir bisa masa bodoh di mata kuliahku.”
Tidak hanya tugas kelompok, pak Dhiaz juga memberikan tugas individu yang harus diselesaikan mahasiswa sebelum Selasa depan. Ia meminta mahasiswa untuk membuat schedule penelitian.
“Ada yang bisa kasih contoh tahapan schedule penelitian? Yang bisa jawab akan kukasih nilai plus seperti ketua tingkat tadi.”
Aisyah menengok ke sekitar, membiarkan mahasiswa yang lain untuk menjawab. Tapi tak seorang pun yang mengangkat tangannya.
“Tidak ada ya, sayang sekali.” Pak Dhiaz meletakkan kembali absen yang dipegangnya.
“Can I sir?” tanya Aisyah dengan malu-malu.
“Yup, of course. You may, please!” Pak Dhiaz mengambil kembali absen yang baru saja ia letakkan di atas meja.
“If I am not mistaken di kampus ini tahapannya itu finalisasi judul, garap proposal KKN, ACC proposal, ujian proposal, PPL, penelitian, skripisan, Ujian hasil, revisi, ujian tutup, yudisium, dan wisuda.”
“Nice, thank you so much for your answer. Jadi benar ya yang dikatakan Aisyah tadi. Pertama-tama finalisasi judul. Setelah itu garap proposal, terus berangkat KKN. Nah, untuk mengefisienkan waktu penyusunan skripsi. Kalian bisa kerja proposal saat sedang tidak ada kegiatan di posko. So pulang dari KKN, kalian sudah bisa konsul proposal ke pembimbing. Kalau kedua pembimbing sudah mengACC, kalian bisa ikut ujian proposal. Setelah itu akan ada kegiatan PPL, nah di PPL nanti kalian bisa sekalian meneliti saat praktik mengajar. Kalau datanya sudah siap, langsung saja menyusun skripsi. Setelah skripsinya diACC, ikut lagi ujian hasil. Lalu revisi skripsi sebelum ikut ujian tutup. Setelah itu yudisum, then wisuda. Untuk contohnya nanti aku kirimkan di grup mata kuliah ini. Sekian dulu ya hari ini, assalamu ‘alaykum warahmatullahi wabarakatuhu.”
“Wa’alaykumussalam warahmatullahi wabarakatuhu,” jawab mahasiswa dengan rona bahagia.
Akhirnya, dosen killer itu akan keluar juga dari ruangan mereka. No pak Dhiaz, no tegang dalam kelas.
“Aisyah, tolong ke ruanganku di jam istirahat nanti. Ada hal penting yang ingin kubicarakan.”
Aisyah mengiyakan, meski akan sulit baginya untuk menemukan ruangan pak Dhiaz. Karena ia sendiri belum pernah ke ruangan dosen favorit mahasiswi itu.
Pak Dhiaz mengemasi barangnya, lalu keluar dari kelas. “Mau apa sih tu dosen? Nyuruh-nyuruh ke ruangannya, padahal kan bisa dibahas di sini. Bikin repot saja.”
“Kamu pasti malas kan cari ruangannya? Don’t worry Aisyah! Aku akan temani kamu cari ruangan pak Dhiaz,” ucap Ilham.
Ilham, lelaki yang mengaku mencintai Aisyah. Ia bahkan berjanji akan menikah dengan Aisyah setelah mereka lulus nanti.
“Ikut dong guys,” tukas Keysya. Sahabat Aisyah di kampus. Sahabatnya yang diam-diam menjalin hubungan dengan Ilham.
“Thank you so much guys. Kalian memang yang paaaaaling baik.”
“Sama-sama,” sahut mereka berdua secara bersamaan.
Di jam istirahat, Aisyah beserta Ilham dan Keysya mencari ruangan pak Dhiaz. Untung saja ada Ilham dan Keysya, jadi Aisyah tidak begitu kesulitan menemukan ruangan pak Dhiaz.
Aisyah mengetuk pintu. “Siapa di luar?” tanya pak Dhiaz dengan suara baritonnya.
“Aisyah sir, tadi disuruh ke sini di jam istirahat.”
“Oh Aisyah, langsung masuk saja. Pintunya tidak dikunci.”
Aisyah membuka pintu ruangan pak Dhiaz. Netranya menangkap suasana ruangan itu.
Menakjubkan, satu kata yang mewakili ruangan sang dosen. Selain sangat bersih, ruangan pak Dhiaz juga dipenuhi begitu banyak buku.
“Duduk,” titah pak Dhiaz sembari meletakkan gawainya.
“Tidak usah gugup begitu, aku dosen kamu. Bukan bos yang akan memarahi bawahannya. Mulai sekarang kamu harus terbiasa bertemu denganku,” lanjutnya.
Ucapan pak Dhiaz membuat Aisyah jadi bergidik. “Maksudnya apa yah sir?”
“Kamu aku angkat jadi asisten. Ini bukan pilihan, so kamu tidak bisa menolak. Don’t worry, kamu tidak akan dirugikan di sini. Bahkan ada banyak keuntungan kalau kamu menjadi asistenku. Jaminan kuota internet tiap bulan, ongkos kendaraan, uang capek juga akan kuberikan. Satu lagi, nilai akademik kamu juga sudah dijamin aman. So now, sebutkan nomor HP kamu.”
Aisyah menyebutkan 12 digit angka ponselnya.
Pak Dhiaz pun menyimpan nomor Aisyah. “Itu saja Aisyah, you may get out now. Jangan lupa tutup pintunya!”
“It is okay lah, tidak apa-apa ketemu dosen killer itu terus. Yang penting kan semuanya dijamin. Uang beasiswa bisa kukasih ke mama untuk memperbaiki warung. Uang dari pak Dhiaz untuk beli kebutuhan kuliah. Alhamdulillah,” batinnya saat keluar dari ruangan pak Dhiaz.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 55 Episodes
Comments
Becky D'lafonte
mampir ksni😍
2023-04-11
0
naumiiii🎈✨
Mampir lagi disini aokaok
2022-08-16
0
🧭 Wong Deso
ini gak salah tingginya? Tinggi amat? Aku yang 162 aja udah di bilang tinggi, apalagi 184🙄
2022-03-27
0