Kesabaran Elisa
Seorang anak kecil menangis di bawah pohon, hari ini hujan turun sangat lebat. Anak kecil berusia 10 tahun basah kuyup, sambil duduk menatap dagangannya. Dagangannya masih banyak, sedangkan hujan turun sangat lebat.
Elisa gadis kecil yang tidak pernah merasakan kebahagiaan, waktunya dia habiskan untuk membantu orang tuanya berjualan kue keliling. Terkadang Elisa menjadi pelampiasan kemarahan ibunya ketika jualannya masih banyak yang tersisa. Gadis kecil ini harus merasakan kerasnya hidup karena keadaan ekonomi orang tuanya sangat susah.
Elisa setiap hari sebelum berangkat ke sekolah dan pulang sekolah harus berjualan gorengan keliling. Tanpa lelah Elisa berkeliling menjajakan kue, tak perduli panas terik dan hujan. Elisa tetap semangat menjajakan kue, Elisa walaupun masih kecil dia tau keadaan orang tuanya yang susah.
"Hiks hiks hiks!" Elisa menangis kedinginan sambil mendekap tangannya dan merasakan kedinginan.
"Jualannya masih banyak, bagaimana ini." Elisa menatap dagangan dengan raut kesedihan air matanya mengalir deras.
Elisa, anak yang tak berdosa selalu menjadi pelampiasan kemarahan Nia ibu angkatnya.
Bukan hanya memarahi, kadang Nia mencubit lengan, paha Elisa saat Elisa melakukan kesalahan. Saat jualannya tidak laku, Nia selalu murka dan memarahi anak angkatnya itu.
Hujan semakin deras, suara guntur bersahutan. Setiap suara guntur, Elisa menutup kedua telinganya. Elisa ketakutan, tapi dia lebih takut saat ingat kemarahan ibunya. Bayangan wajah ibunya saat marah membuat Elisa ketakutan.
"Elisa di mana jam begini belom pulang, pasti keluyuran itu anak!" Nia sangat marah sambil bertolak pinggang.
"Ada apa bu, dari tadi mondar mandir begitu?" Iwan merasa heran pada istrinya.
"Anak kesayangan kamu itu keluyuran nggak pulang-pulang." Nia tampak kesal.
"Bukankah ibu yang menyuruh dia jualan, kenapa sih bu?" ucap Iwan tak mengerti dengan sikap istrinya.
"Ahhh, bapak bilang kasian sama dia, bapak tidak kasian sama ibu! Uang belanjaan yang bapak kasih itu kurang." Nia menatap tajam suaminya dan penuh kemarahan.
"Bapak cari Elisa, kasian hujan lebat. Dia takut guntur pak." Siska memohon pada ayahnya.
Duaarrrrrrrrrr (Suara guntur sangat keras)
"Aaaaaaaaa!" Elisa teriak ketakutan dan menutup kedua telinganya, dipangkuannya dagangannya semakin basah dan tidak mungkin untuk dijual lagi.
Iwan mencari Elisa dengan menggunakan motor bututnya. Ke sana ke mari Elisa tak tampak, badan Iwan basah kuyut. Hujan tak kunjung reda justru semakin lebat. Iwan mulai putus asa dan badannya terasa capek karena seharian dia pun bekerja.
"Di mana kamu nak?" Iwan berhenti di depan toko dengan wajah lesu.
Elisa berjalan menuju pulang ke rumah dengan membawa barang dagangannya yang belum habis. Badan basah kuyup, dia benar-benar kedinginan. Langkahnya sangat berat untuk pulang. Karena hasil yang dia bawa tidak memuaskan. Takut kena marah ibunya.
Elisa memegang perutnya dia sangat lapar, karena dari pulang sekolah dia belum makan. Saat Elisa berjalan, Elisa menoleh ke samping ada penjual roti. Elisa berhenti dan menatap roti yang ada di toko itu.
Pemilik toko pun melihat Elisa, dia merasa iba dan memanggil Elisa.
"Nak, sini!" pemilik toko itu memanggil Elisa.
"Iya tante." Jawab Elisa, bibir Elisa terlihat membiru karena kedinginan.
"Ini roti buat kamu ya, kamu makan." Pemilik toko itu memberi satu bungkus roti kecil dan menatap iba pada Elisa.
"Rumah kamu di mana nak, kenapa hujan-hujanan? nanti dicari orang tuanya lho." Pemilik toko itu membelai rambut Elisa dengan lembut dan matanya terlihat berkaca-kaca. Tidak tega melihat gadis sekecil itu harus ikut mencari uang, pemilik toko itu memikirkan jika anaknya yang berada diposisi Elisa.
"Elisa pulang sekolah jualan tante, tapi gara-gara hujan. Kuenya tidak laku tante." Jawab Elisa polos dengan wajah yang sedih, air matanya sudah tak membasahi pipinya.
"Hmmm gitu, boleh tante beli kuenya?" Pemilik toko itu menyodorkan beberapa lembar uang.
"Eh jangan tante kuenya sudah rusak. Gak boleh di makan!" Elisa berusaha menolak.
"Ga papa nak, kuenya tidak tante makan kok. Ini untuk kamu, anggap hadiah dari Tuhan kamu sudah berusaha." Pemilik toko itu tersenyum lembut namun hatinya merasakan ngelu.
"Makasih tante, tante cantik baik lagi." Puji Elisa sambil tersenyum polos.
"Hehehe, kamu juga cantik nak rajin lagi." Pemilik toko mengelus pundak Elisa dan tersenyum penuh kasih sayang.
"Tante, Elisa pamit ya. Nanti bapak sama ibu nyariin." Elisa mencium tangan pemilik toko itu.
"Iya nak, hati-hati ya di jalan!" ucap pemilik toko itu tersenyum kagum pada gadis kecil yang terlihat ceria itu.
Elisa berjalan dengan semangat, tidak peduli hujan lebat dia ingin cepat sampai di rumahnya.
"Bapak kenapa sendiri, mana anak itu?" tanya Nia bertolak pinggang di depan suaminya.
"Sudah bapak cari kemana-mana tidak ketemu bu." Jawab Iwan tampak lesu.
Saat Nia memarahi suaminya, tiba-tiba Elisa datang dengan keadaan yang basah kuyup.
"Assalamualaikum bapak, ibu." Sapa Elisa dengan lembut.
"Elisa, bapak nyariin kamu nak." Wajah Iwan seketika ceria lalu memeluk Elisa.
"Heh dari mana kamu? bikin panik orang tua saja." Hardik Nia pada Elisa sambil menarik baju Elisa.
"Elisa berteduh lama bu, ini jualannya habis." Elisa memberikan uangnya pada ibunya dengan bibir gemetar karena merasakan kedinginan.
Nia mengambil uang dari tangan Elisa dengan kasar dan menghitung uang pemberian Elisa.
"Sana mandi, baru makan!" Perintah Nia dengan kasar.
"Jangan kasar begitu bu, kasian." Iwan mengingatkan istrinya.
"Kebiasaan terlalu manjain, jadi seenaknya sendiri dia!" ucapnya kesal kemudian berlalu dari hadapan Iwan.
"Hmmmm!" Iwan menggeleng-gelengkan kepalanya bingung dengan perilaku istrinya.
Elisa bergegas ke kamar mandi, sedangkan kakaknya sudah menyiapkan air hangat untuk Elisa. Meskipun hanya kakak angkat, Siska sangat menyayangi adiknya itu. Adik satu-satu yang sangat Siska sayangi. Elisa tidak pernah menyadari jika dia hanya anak angkat, sehingga ibunya memperlakukannya berbeda dari kakaknya.
"Tidak seharusnya Elisa jualan bu, dia masih kecil. Tugas dia belajar, bermain sama teman seusianya. Tugas mencari uang biar bapak!" ucap Iwan lirih sambil nonton tv dan menikmati secangkir kopi.
"Enak saja bapak ngomong, uang yang bapak kasih itu tidak cukup pak. Lagian cuman jualan nggak berat, dia bisa main sambil jualan. Nggak usah manjain anak angkat itu!" ucap Nia kesal dengan suara pelan.
"Bu, jangan pernah ungkit-ungkit dia anak angkat lagi!"
"Emang kenyataannya, iya kan?" Nia menatap penuh kemarahan.
"Terserah ibu, bapak capek." Iwan beranjak dari kursi lalu keluar ke teras depan, hujan masih turun sangat lebat. Iwan duduk di teras termenung memikirkan Elisa, dia terlihat sedih karena belum bisa menjadi ayah yang baik.
Saat Elisa dititipkan padanya dia berjanji akan membahagiakan Elisa, namun kenyataannya justru Elisa menderita dan ikut mencari nafkah. Iwan termenung, perih yang dia rasakan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 77 Episodes
Comments
Dewi Dewi Ahmat
hmm,seru,,
2021-07-15
0
SusanRahayu
baru d baca aja aku sedih, kasihan elisanya 😊
2021-07-15
0
zila
kayak nya di cerita ini banyak bawang merah ini
2021-07-15
0