Bab.4

Siska dengan telaten merawat adiknya, Iwan tidak bisa memeriksakan Elisa ke dokter karena tidak memiliki uang. Elisa hanya meminum obat tradisional buatan ibunya. Meski kesal dan benci pada Elisa, Nia tetap membuatkan obat tradisional untuknya.

Sudah 3 hari Elisa tidak masuk sekolah. Dia masih nampak lemah sekali. Ibunya pun tampak kesal karena Elisa tidak bisa berjualan. Nia tampak mengomel-ngomel sendiri didapur.

"Sudahlah bu, tidak seharusnya ibu ngomel-ngomel. Anak lagi sakit juga." Iwan tampak pusing melihat istrinya.

Nia hanya menatap sinis kepada suaminya. Dia ngomel-ngomel sendiri sambil memasak.

Di sekolah pembelajaran berlangsung seperti biasanya, beberapa hari Elisa tidak masuk sekolah tanpa keterangan. Tidak seperti biasanya Elisa tidak sekolah. Elisa dikenal siswa yang tidak pernah bolos sekolah.

"Anak-anak sudah 3 hari Elisa tidak masuk sekolah, ada yang tau ke mana?" ibu Maya bertanya pada teman kelas Elisa.

"Saya tau bu," Tegar mengangkat tangannya.

"Iya ke mana dia nak?"

"Elisa sakit bu, sudah 3 hari." Ujar Tegar pada bu Maya.

"Pantas, ibu tidak pernah melihatnya lagi." Ucap bu Maya bingung.

Teng teng teng

Bel istirahat berbunyi, anak-anak pun berhamburan lari keluar kelas. Saat Maya bersiap keluar kelas, tiba-tiba Nanda mengikuti Maya.

"Bu...bu guru." Nanda berulangkali memanggil gurunya.

"Ada apa Nanda?" Maya menoleh kebelakang.

"Nanda mau bicara sama ibu." Ujar Nanda sopan.

"Iya silahkan nak!" Maya lalu duduk di teras sekolah.

Maya berusaha mendengarkan Nanda. Nanda duduk di samping bu Maya dan mencari kata-kata yang tepat untuk menjelaskan tentang sahabatnya itu pada guru kelasnya.

"Bu, Elisa sakit karena kecapean bu. Setiap hari Elisa pulang sekolah jualan." Ucap Nanda sedih.

"Ibu kira hanya sewaktu sekolah nak." Maya menatap Nanda dengan tatapan agak tak percaya.

"Pulang sekolah juga bu." Nanda terus bercerita untuk meyakinkan gurunya. Nanda sudah tidak tega melihat sahabatnya itu menderita.

"Ibunya galak bu, kalau jualannya tidak laku. Ibunya menghukum Elisa." Ucap Nanda, dia tampak termenung setelah bercerita tentang Elisa.

Maya merasa bersalah karena pernah menghukum Elisa, tanpa mencari tahu dulu sebabnya. Maya terdiam ada penyesalan dalam hatinya dan merasa sedih mendengar penjelasn Nanda. Maya berpikir anak kecil itu polos dan tidak akan pernah berbohong. Dia akan menceritakan sesuai apa yang dia lihat.

"Husss, ga boleh gitu gak da orang tua yang galak pada anaknya!" Maya berusaha memberi pengertian pada Nanda. Maya mengelus kepala Nanda dengan lembut.

"Ya sudah sepulang sekolah ibu ke rumah Elisa menjenguk Elisa." Lalu Maya berlalu dari hadapan Nanda.

"Terimakasih bu." Nanda tampak senang dan lega karena sudah menceritakan penderitaan sahabatnya itu.

Maya berjalan menuju kantor sambil memikirkan kesalahannya dulu sudah menghukum tanpa mencari alasan kenapa siswinya yang cerdas dan rajin bisa terlambat.

"Kasian kamu Elisa, kenapa ya bu Nia memperlakukan Elisa seperti itu. Apa karena Elisa anak angkat?" Maya memang mengetahui jika Elisa anak angkat.

Maya duduk di meja kerjanya, dia tampak termenung memikirkan Elisa. Mengingat saat dia menghukum Elisa ketika terlambat. Dada Maya seketika sesak dan sedih membayangkan wajah Elisa yang harus hidup menderita karena perlakuan ibu angkatnya.

Teman-teman guru yang lain tampak tengah asyik ngobrol di jam istirahat sambil mengoreksi pekerjaan siswanya.

"Bu Maya minum teh dulu." Ucap salah satu guru tersenyum.

"Iya bu, terimakasih." Jawab Maya tersenyum lesu tak seperti biasanya. Pikirannya terus terngiang-ngiang perasaan bersalah pada muridnya yang paling pandai.

Di kamar Elisa masih terbaring lemas, Elisa masih merasakan pusing. Dia hanya berbaring di kamar. Siska pulang sekolah membawakan sepotong roti. Dia beli dari uang jajannya.

"Makan ya dek biar cepat sembuh!" Siska membelai kepala adiknya.

Elisa memakan roti itu, walau pun mulutnya terasa pahit. Ibunya masih sibuk di dapur, dia seakan tidak peduli kepada keadaan Elisa. Nia hanya berpikir kapan Elisa sembuh dan bisa berjualan lagi.

Ting tong

"Sis, ada tamu itu." Nia teriak dari dapur.

Siska berlari membukakan pintu dan terkejut melihat siapa yang datang. Bu Maya guru yang paling cantik dan baik sewaktu dia masih di SD dulu.

"Eh ibu!" Siska mencium tangan Maya.

"Sudah besar kamu nak." Maya mengelus kepala Siska dengan lembut.

Siska mempersilahkan Maya duduk. Maya pun duduk di kursi yang tampak usang. Mata Maya celingak-celinguk mencari keberadaan Nia.

"Ada ibu nak?"

"Iya ada bu." Siska lalu bergegas memanggil ibunya.

Tak lama kemudian, Nia muncul dari dapur. Nia terkejut tapi berusaha tersenyum dengan kehadiran guru dari anaknya.

"Ehhh ibu gurunya Elisa, tumben bu." Nia tampak tersenyum dipaksakan.

"Iya bu, kedatangan saya ingin menjenguk Elisa katanya sakit bu?" jawab Maya sambil menyerahkan bungkusan.

"Iya bu ada di kamar, silahkan masuk."

Nia meninggalkan Elisa dan gurunya di dalam kamar. Dia berniat membuatkan teh, hatinya pun kesal mengapa guru Elisa bisa mengetahui dia sakit padahal tidak ada surat ke sekolah.

"Elisa sayang." Maya masuk ke kamar Elisa yang sangat sederhana jauh dari kata layak.

"Eh ibu guru kok!" Elisa tampak terkejut.

"Sudah ga usah bangun, ibu tau Elisa sakit dari Nanda." Maya tersenyum pada Elisa. Maya duduk di samping Elisa memegang kening Elisa yang sudah mulai dingin.

"Elisa sudah minum obat?" tanya Maya cemas.

"Sudah bu, ini sudah mau sembuh ko bu." Elisa tersenyum pada gurunya. Wajah Elisa masih terlihat pucat, matanya tampak sayu.

Maya duduk didekat Elisa sambil membelai kepala Elisa. Mata Maya berkaca-kaca, hatinya terasa teriris melihat keadaan anak muridnya. Hidupnya sangat tidak layak dan dari cerita sahabatnya dia harus ikut mencari nafkah.

"Kasian kamu nak, orang tuamu tidak memperlakukanmu dengan baik." Batin Maya dalam hati.

"Elisa, kamu harus sembuh, harus sekolah!" Maya membelai rambut Elisa dengan tersenyum lembut.

"Iya bu Elisa sudah kangen sama teman-teman." Entah mengapa sakit kepala Elisa tiba-tiba hilang. Dia tidak pernah merasakan sentuhan kasih sayang seorang ibu.

"Ya sudah ibu pamit ya nak, Elisa cepat sembuh ya." Maya mencium kening Elisa.

"Makasih ibu, ibu baik sudah menjenguk Elisa." Elisa tersenyum hatinya merasa lega. Dia sudah tidak ingat gurunya itu pernah menghukumnya sebelum dia sakit. Elisa sadar gurunya menghukum karena dia melakukan kesalahan dan tidak disiplin.

Maya keluar kamar dan duduk di kursi, Siska mempersilahkan Maya meminum teh hangat yang sudah dihidangkan. kemudia dia berpamitan pada Nia.

Nia masuk ke dalam kamar Elisa dan memastikan apa saja yang mereka ceritakan.

"Awas saja kalau sampai mengadu." Gumam Nia dalam hati.

Terpopuler

Comments

Meyristha Avrilia Meymey

Meyristha Avrilia Meymey

maya nama ku thor 😁😁

2021-07-18

0

Syukraniah Niah

Syukraniah Niah

oo anak angkat

2020-08-19

1

Amma🌹

Amma🌹

hanya bisa sbar

2020-08-04

2

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!